Tuesday, December 4, 2012

Willem Iskander


Secara umum nama Willem Iskander adalah nama yang familiar bagi para planters di Sumatera dan Kalimantan. Hal tersebut  dikarenakan Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Kampus Medan dan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agribisnis Perkebunan (STIP-AP) beralamat di Jalan Willem Iskander.

Walaupun sudah banyak diulas melalui media baik tertulis maupun online, mungkin masih banyak orang yang belum mengetahui alasan penetapan nama Willem Iskander  untuk jalan tersebut. Lain hal bagi bagi masyarakat Sumatera Utara umumnya dan kaum Batak Mandailing khususnya, Sati Nasution gelar Sutan Iskandar dengan nama belanda Willem Iskander yang dilahirkan di Pidoli Lombang pada bulan Maret 1840 meninggal di Amsterdam 8 Mei 1876 memiliki tempat tersendiri. 



Kepeloporannya dibidang pendidikan dan sastra  masih melegenda dari dulu sampai sekarang. Kumpulan sajaknya berjudul "Si Bulus Bulus Si Rumbuk Rumbuk" yang terbit di Batavia 1870 menjadi penyebab. Salah satu sajak dibuku itu, dengan judul "Ajar Ni Amangna Tu Anakna Nalaho Kehe Tusikola" telah bermetamorfosis dari sastra tulisan menjadi menjadi sastra lisan. Sajak ini biasanya disampaikan seorang ayah kepada anaknya melalui cara bertutur ketika sedang melewati waktu senggang bersama. Sajak ini juga telah menjadi bagian dari budaya ,  karena bagi masyarakat mandailing sajak ini dijadikan tuntunan dalam mendidik anak serta pedoman dalam  menjalankan kehidupan. 

Dibawah ini kami mencoba menyampaikan sajak tersebut disertai terjemahan secara harafiah dengan tujuan agar pembaca dapat menikmati gaya penulisan yang dibuat oleh penulis aslinya ; serta mengingat  banyaknya ungkapan dalam bahasa batak yang ada didalamnya, sehingga tidak dapat diterjemahkan secara kata perkata (kaidah terjemahan terikat).



Kalau kita memperhatikan sajak diatas ; akan terlihat bahwasanya sajak ini ditulis dengan selalu memperhatikan kesetimbangan. Kewajiban seorang ayah sejalan dengan kewajiban seorang anak. Sang anak berkewajiban untuk tekun dan rajin belajar sementara sang ayah berkewajiban mencukupi kebutuhan anaknya yang sedang menuntut ilmu. 
Pengorbanan sang anak dalam belajar diimbangi dalan pengorbanan ayah untuk berhemat agar dapat memenuhi kebutuhan seluruh keluarga. Kerelaan sang ayah adalah tulus dan tidak mengharapkan balasan atas pengorbanannya. Harapannya adalah sang anak dapat berhasil dan bisa dibanggakan. 

That's the point, sajak Si Bulus Bulus Si Rumbuk Rumbuk yang menekankan kewajiban yang timbul, pengorbanan yang harus dihadapi, kerelaan yang tulus tanpa mengharapkan balasan serta harapan untuk mendapat keberhasilan dan kebanggaan.  
Hal inilah yang mungkin bisa memberi jawaban kenapa pada keluarga batak pada umumnya pendidikan dijadikan prioritas utama dalam kehidupan keluarga. 
Ayah dan ibu akan rela berkorban apa saja agar sang anak mendapat pendidikan terbaik yang mampu dibiayainya, walaupun untuk hal tersebut akan mengorbankan kepentingan pribadinya. Dalam kehidupan sehari hari keluarga batak, menjadi hal yang biasa apabila kita menemukan seorang ibu berprofesi sebagai pedagang kecil di pasar tradisional mempunyai anak anak yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi terbaik diluar daerahnya. 
Hasjrul Harahap dalam bukunya "Dari Mandor Jadi Menteri" juga menyinggunga hal ini, "Kalau kita lihat "inang inang" yang punya semangat tinggi dalam berdagang, itu tak lain implementasi dari nilai-nilai budaya yang mereka anut. Orang batak adalah salah satu suku yang sejak awal kemerdekaan amat berambisi menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi untuk mencapai nilai nilai kehormatan yang antara lain pada pangkat, harta dan kedudukan. Kalau suaminya pegawai apalagi petani, tak bakal cukup untuk membiayai anaknya yang jadi mahasiswa di rantau. Tahun 1952 sudah ada Universitas di Sumatera Utara, tapi umumnya orang batak selalu ingin yang the best seperti ITB, IPB, UI,UGM. Untuk itu "inang inang" berkorban dan bekerja keras. Kalau tidak, cita citanya takkan tercapai. Terbukti mereka memang berhasil mengantarkan putra putrinya jadi sarjana diberbagai bidang, yang berarti membentuk suatu generasi baru intelektual. Mereka harus dihormati jasa jasanya" tandas Hasjrul.(Hal 57)
Dengan uraian diatas menjadi wajarlah apabila nama Willem Iskander ditetapkan pada jalan poros yang dikelilingi oleh kompleks pendidikan, seperti terlihat di gambar.  

Andaikata masterplan Gubernur Kaharuddin Nasution (1983 - 1988) menata ulang sebagian areal PT Perkebunan IX Kebun Sampali (pada saat itu) menjadi area kompleks Kantor Gubernur Sumatera Utara dan kompleks perguruan tinggi terlaksana secara lengkap, maka akan menjadikan suatu hal yang prestise bagi LPP Kampus Medan. Hal tersebut disebabkan karena LPP Kampus Medan akan berdampingan dengan Kantor Gubernur Sumatera Utara serta mendapatkan posisi paling strategis pada lingkungan kampus perguruan tinggi di Medan.