Friday, January 25, 2013

JEJAK NAZI DI PERKEBUNAN

PT Perkebunan Nusantara XII Kebun Gunung Mas tekenal dengan agrowisatanya, letak strategis didaerah Puncak yang berada disisi jalan Jakarta menuju Bandung serta kondisi geografis dan cuaca yang sejuk tentunya sangat mendukung kondisi tersebut.
Kunjungan Duke Adolf of Mecklenburg ke Tjikopo pada 18 November 1923
Kebun Gunung Mas berasal dari penggabungan dua unit usaha perkebunan swasta Eropa sebelum nasionalisasi tahun 1959, yaitu
NV. Goenoeng Mas Francoise Nederlandise de Culture et de Commerce, milik  Perancis yang didirikan pada tahun 1910 berlokasi di Puncak dan NV. Cultuur Tjikopo Zuid milik Jerman yang didirikan tahun 1912 yang berlokasi di Cikopo Selatan.

Terletak diketinggian 1000 M DPL didekat kota Bogor, desa Cikopo berjarak sekitar 100 Km dari Jakarta. Disinilah NV. Cultuur Tjikopo Zuid didirikan oleh dua orang bersaudara Emil dan Theodore Helfferich. Mereka membeli tanah seluas 900 hektar dan menanami tanah itu dengan pohon teh sekaligus mendirikan pabrik pengolahannya. 
 
  Emil Helfferich (HAPAG Lloyd ) 
Kehadiran Emil Helfferich (yang tak lain merupakan saudara kandung dari Wakil Kanselir Jerman 1916-1917  Karl Theodor Helfferich) di kawasan kaki Gunung Pangrango itu, tak lain merupakan buah dari  politik pintu terbuka (Opendeur Politiek) Pemerintah Hindia Belanda yang mulai 1905 membuka kesempatan seluas-luasnya kepada orang Eropa non Belanda untuk berinvestasi di Hindia Belanda. 
Emil Helfferich (17 Januari 1878 - 22 Mei 1972) meninggal di Hamburg sebagai Ketua Dewan Pengawas HAPAG Lloyd AG sebuah perusahaan perkapalan internasional tempatnya berkarir semenjak meninggalkan Hindia Belanda ditahun 1927.

 Karl  Helfferich  
Karl Theodor Helfferich (22 July 1872 – 23 April 1924)
adalah seorang politisi Jerman yang sangat terkenal, selain pernah menjabat wakil kanselir dia juga pernah menjabat  sebagai menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri  Jerman. Karirnya sebagai politisi dijalani setelah mengakhiri profesi sebagai  Ketua Dewan Direktur Deutsche Bank yang bergengsi. Karl Helfferich juga dikenal sebagai akademikus dan ekonom yang handal. Dia banyak menerbitkan buku ekonomi dan mengakhiri kariernya sebagai Gubernur Bank Sentral Jerman Reichbank karena kecelakaan kereta api.

Admiral  Graf Von Spee
Keputusan dua bersaudara Helfferich berinvestasi di Hindia Belanda adalah keputusan yang tepat. Mereka meraup banyak keuntungan dari perkebunan teh Cikopo, dibuktikan dengan kemampuan perusahaan mereka  membuat sebuah pabrik teh lengkap dengan kabel pengangkut untuk mengangkut daun teh dan gedung-gedung peristirahatan yang megah di kawasan  yang memiliki ketinggian 900 m dari permukaan laut itu.

Hellferich bersaudara juga dikenal sebagai pengusaha yang patriotik. Emil Helfferich terobsesi dengan kehidupan matra laut, tetapi kesehatan matanya menjadi penghalang. Kedua bersaudara ini sangat mencintai Kekaisaran Jerman dan terobsesi dengan aksi-aksi para pahlawannya. Termasuk aksi kepahlawanan yang dilakukan oleh Admiral Maximilian Graf Von Spee yang juga merupakan sahabat Emil, Von Spee gugur 8 Desember 1914 dalam suatu pertempuran  laut dengan kerajaan Inggris di Kepulauan Falkland yang menyebabkan kapalnya karam (pada tahun 1982 Kepulauan Falkland menjadi daerah konflik antara Inggris dengan Argentina yang menyebutnya dengan Kepulauan Malvinas)

Sebagai bentuk penghormatan kepada Komandan Skuadon Jerman Asia Tenggara (Deutsch-Ostasiatisches Geschwader) itu, Hellferich bersaudara lantas membangun sebuah monumen peringatan di kawasan Kampung Arca Domas. Peresmian terjadi pada 1926, berbarengan dengan kunjungan sebuah kapal penjelajah Jerman dengan nama "Hamburg" di Pelabuhan Tanjung Priok.

Asisten Atase Pertahanan Sersan Mayor Sebastian Scholl disamping tugu peringatan Deutsch Ostasiatisches Geschwader 
Peresmian dilakukan  1926 bersamaan dengan kedatangan sebuah kapal penjelajah Jerman dengan nama "Hamburg" melakukan kunjungan. Seorang Letnan Kapten muda, Hans Georg Von Friedeburg menulis tentang upacara itu dari bukunya dengan judul "Kedalaman 32.000 Mil Laut Pada Laut Biru". Hans Georg Von Friedeburg Admiral dan mengakhiri hidupnya pada tahun 1945 akibat kapitulasi Jerman. Anak laki-lakinya pernah menjabat Menteri Pendidikan di Land Hessen, Jerman.

Emil Helfferich  kembali ke Jerman pada tahun 1927 dan meninggalkan Albert Vehring dari Bielefeld sebagai Administratur perkebunan teh mereka yang sudah berpengalaman tentang perkebunan teh di New Guinea. Namanya akan selalu berkaitan dengan Arca Domas.

Selain daripada tugu peringatan, ditempat tersebut juga terdapat makam dari tentara Jerman yang meninggal di Hindia Belanda. Makam tersebut masih terawat sampai sekarang dan dipelihara oleh Kedutaan Jerman di Jakarta. 

Untuk lebih mengerti tentang sepak terjang tentara Nazi pada saat Perang Dunia kedua di Indonesia dapat dilihat dari tulisan sejarawan Jerman Herwig Zahorka dengan judul "SEJARAH DARI TUGU PERINGATAN PAHLAWAN JERMAN DI ARCA DOMAS, INDONESIA" yang kami sadur dibawah ini.

Herwig Zahorka, Duta Besar Dr. Georg Witschel, Atase Pertahanan Kolonel Gerd Hollstein pada saat perayaan Hari Pahlawan Jerman tahun 2008 di Cikopo

SEJARAH DARI TUGU PERINGATAN PAHLAWAN JERMAN
DI ARCA DOMAS, INDONESIA
Oleh: Herwig Zahorka 

Pada lereng bukit gunung api Pangrango di Jawa Barat, hampir pada ketinggian 1.000 m, terdapat sepuluh nisan seputih salju. Nisan ini berbentuk Salib Besi. Delapan nisan masih ada dikenal namanya dan sedangkan dua nisan lagi sudah tidak dikenal dan tidak ada namanya. Mereka adalah kuburan yang terakhir dari pelaut muda pada Perang Dunia ke Dua dari kapal laut yang datang ke Hindia Belanda , dalam bentuk penjelajahan dengan menggunakan kapal selam (U-Boot, kapal selam ; ejaan militer tanpa tanda hubung). Mereka dimakamkan di tanah keramat yang bersejarah.

Jawa Barat pernah memiliki kerajaan-kerajaan Sunda. Dinasti kerajaan Hindu mulai dari Tarumanegara sampai dengan masa Kerajaan Pajajaran, dengan  kepercayaan  Hindu dipimpin seorang pendeta tertinggi selama 1.000 tahun di masyarakat Sunda sebagai agama negara. Selama ratusan tahun, roh dari orang orang Hindu yang sudah meninggal diangkat kepada para dewa di tanah yang disucikan pada lereng pegunungan Pangrango. Empat pohon Beringin keramat (Ficus Sp) mengelilingi tanah keramat yang bertingkat-tingkat tersebut. Batu kuburan yang berukir yang kira-kira berjumlah 800, dan tempat suci ini bernama Arca Domas yang dalam bahasa Sanskerta berarti 800 patung.

Tahun 1527 para pejuang Islam di bawah pimpinan Fatahillah menghancurkan Kerajaan Pakuan dan  sesudahnya banyak orang Sunda memeluk Agama Islam. Banyak Istana, pura atau candi yang musnah dan para pendeta Hindu lari ke Pegunungan yang terpencil dan berlindung dari pengaruh luar. Tidak ada orang asing yang diizinkan untuk memasuki wilayah "Kenekes" atau lebih dikenal dengan nama suku "Badui", dan didaerah suku "Badui" inilah terdapat tanah keramat Arca Domas.

Dengan berjalannya waktu banyak batu dan patung yang digunakan untuk membangun rumah. Pada Litografi pertengahan abad ke 19 tampak patung-patung dengan "gaya Polinesia". Patung seperti ini juga terdapat di Museum Nasional, Jakarta. Belakangan, lereng digunakan untuk lahan pertanian, tetapi pohon-pohon Beringin yang ada masih mengingatkan masyarakat akan tempat suci ini.
Contoh Patung di Situs Arca Domas
Setelah Perang Dunia ke Satu, dua orang Jerman bersaudara, Emil dan Theodor Helfferich membeli tanah di daerah ini seluas 900 hektar dan membangun pabrik dari keuntungan perkebunan teh. Mereka mempunyai pabrik teh pribadi lengkap dengan kabel pengangkut untuk mengangkut daun teh ke pabrik. Gedung yang megah telah dibangun di daerah ini dengan iklim yang sejuk dan nyaman diatas ketinggian 900 m dari permukaan laut. 
M
ereka membangun sebuah monumen diantara pohon-pohon tua untuk memperingati Deutsch Ostasiatisches Geschwader (Armada Jerman Asia Tenggara) dibawah komando
Admiral Maximilian Graf Von Spee yang gugur didalam pertempuran memperebutkan pulau Falkland dengan Inggris. Pada monumen tersebut terukir kalimat "Untuk para awak Armada Jerman Asia Tenggara yang pemberani 1914. Dibangun oleh Emil dan Theodor Helfferich". Dan sebagai penghargaan pada agama tua Jawa, mereka membangun patung Buddha dan patung Ganesha di kedua sisi monumen tersebut. 

Peresmian monumen tersebut dilakukan pada tahun 1926 bersamaan dengan kedatangan sebuah kapal penjelajah Jerman dengan nama "Hamburg" sedang muhibah ke pelabuhan Surabaya.Seorang Letnan Kapten muda, Hans Georg Von Friedeburg menulis tentang upacara itu pada bukunya yang berjudul "Kedalaman 32.000 mil laut pada laut biru". Hans Georg Von Friedeburg kemudian menjadi  Admiral dan gugur pada tahun 1945 sebagai akibat kapitulasi Jerman, anak laki - lakinya kemudian menjadi Menteri Pendidikan di Land Hessen, Jerman.
Emil Helfferich kembali ke Jerman pada tahun 1928 dan meninggalkan Albert Vehring dari Bielefeld sebagai administrateur perkebunan teh mereka yang sudah berpengalaman tentang perkebunan teh di daerah New Guinea dan namanya akan selalu berkaitan dengan Arca Domas. 
 

Mulainya Perang Dunia ke Dua
 
Tahun 1939 pecahlah perang dunia ke dua, dan 10 Mei 1940 prajurit Jerman menginvasi Belanda. Masih dalam hari yang sama Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia menahan sebanyak 2.436 orang Jerman untuk ditahan. Kebanyakan dari mereka adalah administrateur bersama dengan keluarga mereka, ahli budaya, insinyur, dokter, ahli ilmu pegetahuan, ahli minyak bumi. Selain daripada itu juga terdapat diplomat, misionaris, pedagang, pelaut, beberapa seniman seperti tokoh dunia lukis Bali yang terkenal, Walter Spies. Kamp pengasingan warga Jerman terbesar berada di Sumatera Utara dimana para pria dipisahan dari istri dan anak - anak mereka. Kurang lebih 100 wanita dan anak - anak kemudian dapat berangkat ke Cina dan Jepang melalui perantaraan  Helfferich, juga istri dari Albert Vehring, Hildegard. Perkebunan Helfferich kemudian diambil alih oleh Belanda.

Tenggelamnya Kapal "VAN IMHOFF" dan Kemerdekaan Republik Nias.
 
Pada tanggal 14 Desember 1941 pasukan Jepang mendarat di Borneo dan pada bulan Februari tahun 1942 di Air Bangis, Sumatra Barat. Orang  Jerman tidak boleh jatuh ke tangan tentara Jepang, karena Jerman dan Jepang bersekutu. Pemerintah kolonial Belanda memutuskan untuk membawa para tawanan Jerman ke tangan kolonial Inggris India. 
S.S. Van Imhoff van de KPM
Dua kapal Belanda dengan tawanan Jerman berangkat dari Sibolga, Sumatera Utara. Dan pada tanggal 18 Januari kapal 3000 ton yang ke tiga berangkat, kapal tersebut bernama KPM "VAN IMHOFF" dengan Kapten kapal  Bongvani. Setelah beberapa jam berada di lautan, kapal tersebut diperintahkan untuk kembali dan membawa beberapa orang Jerman lagi. 477 orang Jerman pada akhirnya ditawan pada ketinggian satu meter diatas air , dengan kawat berduri mengelilingi mereka, dan diantara mereka juga ada Albert Vehring dan Walter Spies. Belanda mengawasi mereka dengan 62 tentara yang bersenjata dan anak buah kapal sebanyak  48 orang. Walaupun membawa tawanan, kapal tidak menggunakan tanda simbol Palang Merah sesuai dengan Konvensi Jenewa.

Keesokan harinya, kapal tersebut mendapat serangan dari pesawat tempur Jepang. Dua bom jatuh di laut, tetapi bom yang ke tiga mengenai kapal tersebut. Perwira Pertama mengatakan kepada para tawanan Jerman bahwa kapal tersebut tidak dalam keadaan berbahaya, bahkan sudah meminta bala bantuan yang akan segera datang. Orang - orang di belakang kawat berduri itu tidak perlu panik.
Tetapi para tawanan Jerman sangat terkejut, ketika mereka melihat orang - orang Belanda menurunkan lima perahu kargo yang ditarik dengan perahu motor penarik. Dengan kapal kargo tersebutlah, orang - orang Belanda meninggalkan kapal dan menuju ke Sumatera. Setiap 5 ton perahu kargo tersebut bisa membawa sekitar 80 orang dan perahu motor penarik yang dapat menampung 60 orang lagi. Beberapa diantara perahu ini hampir kosong.
Para tawanan Jerman tadi akhirnya dapat mengeluarkan diri mereka dari penjara dan mereka menyadari bahwa kapal tersebut akan tenggelam. Mereka menyadari bahwa para orang - orang Belanda telah merghancurkan pompa air dan jaringan komunikasi di kapal tersebut. Pada bagian belakang kapal, mereka menemukan sebuah sekoci penolong yang tidak bisa diangkat dari tempatnya oleh orang - orang Belanda sebelumnya. Bahkan dayung dari sekoci tersebut telah dipatahkan. Sekoci tersebut dapat memuat sekitar 42 orang di dalamnya. Beberapa orang Jerman yang kuat dapat mengangkat lalu memindahkan sekoci tersebut ke perairan, selanjutnya 53 orang Jerman masuk ke dalam sekoci tersebut. Mereka menggunakan papan sebagai dayung dan menjauh dari kapal yang tenggelam tersebut agar tidak terseret arus kapal.
Kira - kira 200 pria sudah meloncat ke air dan berharap datangnya bantuan. Walaupun demikian, bom yang meledak telah membunuh banyak ikan yang menarik perhatian ikan hiu untuk datang dan menyerang para penumpang yang sedang berenang menyelamatkan diri. Beberapa orang diantara mereka memutuskan untuk bunuh diri. Beberapa orang yang kuat diantara mereka mambuat rakit dari kayu dan tali yang mereka temukan di kapal sebelum tenggelam. Teman dari Albert Vehring menemukan sebuah sampan dayung yang panjangnya 2 atau 3 m di tempat yang tersembunyi. 14 orang masuk ke dalamnya. Vehrings memimpin komando sampan dayung tersebut. Pinggiran perahu tersebut hanya kira - kira berjarak 10 cm dari permukaan laut. Ketika perahu dayung mereka telah berjarak 100 M dari kapal, kapal tersebut akhirnya tenggelam dengan seketika. Sekitar 200 orang masih tertinggal di atas kapal yang tenggelam tersebut.

Kedua perahu dan sebuah rakit tersebut berusaha untuk mencapai pulau Nias yang berjarak 55 mil laut dari tempat tenggelamnya kapal. Keesokan harinya, tanggal 20 Januari, sebuah kapal Belanda yang bernama "BOELOENGAN" mendekati kelompok orang - orang Jerman tersebut. Kapal tersebut mendekat kira - kira 100 m dari perahu Vehring. Dari atas kapal ada yang meneriakkan "apa kalian orang Belanda?". Saat mereka mengetahui bahwa ini adalah kelompok orang Jerman, kapal "BOELOENGAN" berbalik arah lalu menghilang meninggalkan mereka. Oleh karena ini, orang - orang Jerman yang berada di atas rakit tidak dapat kesempatan untuk selamat. Seorang penjual toko emas Yahudi yang telah meninggalkan Nazi Jerman, meloncat ke perairan dan berenang menuju ke kapal "BOELOENGAN". Walaupun demikian, tanpa kasihan orang - orang Belanda menolaknya dan memaksanya kembali ke perairan.

Pada tanggal 20 Juni 1949, Albert Vehring melaporkan kejadian yang tak dapat terbayangkan itu dengan mengangkat sumpah kepada notaris Jerman, Bernhard Grünewald, di Bielefeld. Dia memberikan penjelasan bahwa pada saat air laut naik, setengah dari awak perahunya keluar dari perahu dan berpergangan pada perahu agar perahu tersebut dapat menjadi lebih ringan. Dan orang - orang yang berada di rakit tidak dapt diselamatkan lagi.
Pada hari ke 4 tepatnya 23 Januari 1942, mereka sampai dalam keadaan kehausan, lapar, kekeringan dan terbakar matahari di pantai menanjak pulau Nias. Perahu yang lebih besar terbalik akibat hempasan. Karenanya, satu orang meninggal dunia. Satu orang tua yang berusia 73 tahun menggantung dirinya karena putus asa. Keesokan paginya, beberapa orang Nias yang bersahabat dan seorang pastur Belanda, Ildefons van Straalen, memberikan makanan dan minuman kepada orang - orang yang selamat.
Dalam keberuntungan ini ditemukan 411 orang tentara Jerman yang mati, 20 Protestan dan 18 Katholik misionaris seperti orang yang cerdas artis Walter Spies. 67 orang mencapai Nias dari 65 orang yang masih bertahan. Karena kapal "VAN IMHOFF" kepunyaan dari Belanda KPM dan Belanda menduduki Jerman. Asuransi dari KPM harus membayar kompensasi untuk 4 milion Guilder kepada para keluarga yang mati di Jerman. Setelah perang tersebut orang tua dari Walter Spies yang mati dimana dia tinggal di Inggris membuat surat pengaduan di Pengadilan melawan Kapten dari "VAN IMHOFF"  Bongovan dan berakhir dengan vonis hukuman mati, tetapi diampuni oleh pengadilan diatasnya.
Pada keesokan harinya, penumpang yang selamat Nias tertangkap oleh Belanda dan dibawa ke ibukota Gunung Sitoli. Disana mereka dibawa ke penjara Polisi, petugas penjaga terdiri dari  orang Belanda dan polisi Indonesia  asal Sumatra Utara. Polisi pribumi sangat kaget bahwa mereka menjaga orang Jerman karena sebelumnya orang Jerman telah mengalahkan Belanda. Albert Vehring dan orang Jerman bekerjasama dengan polisi pribumi dan pada hari Minggu Palem pada tahun 1942 orang Belanda ditangkap dan dipenjarakan. Jepang yang pada waktu itu baru mendarat di Sumatra dan Jawa menangkap dan mengumpulkan semua orang Belanda ke interniran.

Apa yang terjadi sesudah Belanda diinternir keluar dari Nias pada hari ini akan membuat kita tersenyum.  Sesudah seluruh Belanda berangkat dari Nias, maka Orang Jerman memproklamirkan kemerdekaan Republik Nias. Seorang komisaris perusahan Bosch, Herr Fischer menjadi Perdana Menteri dan Albert Vehring menjadi Menteri Luar Negeri.  Masyarakat Nias menjadi senang karena telah merdeka dan mereka bersorak sorai telah mendapat kekuatan. Beberapa minggu kemudian orang Jerman bersama dengan Nias melakukan perjanjian Pulau Nias. Kemudian Albert Vehring berlayar ke Sumatra untuk membuat kontak dengan orang Jepang. 
Orang Jepang datang ke Nias pada tanggal 17 April 1942 dan membawa orang Belanda untuk dipenjara, termasuk Pastor van Straalen. Setelah Jepang menguasai penuh Pulau Nias, tawanan Jerman dibebaskan dan kembali bekerja ditempat semula. Albert Vehring bekerja untuk Jepang, memproduksi senapan dan menjadi Insinyur Kapal di Singapura. 

Kapal Selam Jerman di Tanjung Priok dan Surabaya

Jerman berusaha untuk dapat mengimport barang hasil produksi dari daerah pendudukan. Tapi akibat blokade sekutu, hanya satu kapal yang dapat mendarat di perairan pendudukan Jerman di Eropa.
Karena itu pada bulan Mei 1943 Angkatan Laut Jerman dengan persetujuan Komandan Angkatan Laut Jepang  mendirikan detasemen Angkatan Laut dan Marinir Jerman di Penang, Singapura, Jakarta, dan Surabaya. Orang Jepang merubah nama Batavia menjadi Jakarta. Jerman mendapat hak dari Jepang untuk mengimpor bahan baku dengan menggunakan kapal - kapal selam, yaitu karet, timah, molybdan, wolfram, lemak, kinine, madat, yodium, dan agar - agar, sebagai bahan penting untuk zat pewarna warna cat penerbangan. 
Muatan sebanyak lebih kurang 150 ton dalam kapal adalah sangat banyak dan mengakibatkan kondisi kapal menjadi sempit dan tidak nyaman. Komandan Angkatan Laut Jerman di Jakarta Mayor AL Dr. Hermann Kandeler, yang juga berfungsi sebagai diplomat mengadakan perundingan pihak Militer Jepang dan meminta Villa milik Helfferichs di perkebunan teh Cikopo diatas Bogor dekat Arca Domas dikembalikan penguasaannya kepada pihak Jerman, sementara itu Albert Verhing telah dibawa kembali ke Jakarta dari Singapura. Bagi para pelaut yang bertugas di kapal selam, perkebunan teh bisa menjadi tempat berisitirahat yang baik dan sehat setelah selesai mengadakan misi operasi militer bawah laut dengan kondisi yang tidak baik untuk kesehatan. Satu misi operasi militer biasanya memakan waktu tiga sampai lima bulan mengelilingi Afrika menuju Eropa. Selain daripada itu masa perawatan kapal selam sehabis menjalani misi membutuhkan tempat yang nyaman bagi para anak buah kapal.
Albert Vehring sebagai pimpinan di Cikopo bertanggung jawab menyediakan keperluan sayur-sayuran, kentang serta berbagai macam makanan seperti gorengan sapi, babi, ayam bakar ; sehingga perkebunan Cikopo mendapat julukan "U-Boots Weide" (padang rumput untuk kapal selam). Berbagai malam penyambutan dan perpisahan diselenggarakan disini, dimana biasanya para tamu akan menyamyikan lagu daerah asal mereka, dimana sebagian dari lagu perpisahan tersebut menjadi perjumpaaan terakhir bagi sesama rekan, karena sebagian tidak kembali lagi dan sebagian menjadikannya sebagai tempat tinggal terakhir.

Selama kurun waktu 1943 dan 1944 secara berkelompok telah dikirim 42 kapal selam telah dikirim ke Singapura sebagai pangkalan utama di Asia Tenggara. Kapal selam U-180 telah dua kali dikirim semetara 13 unit kapal selam yang lain tidak pernah meninggalkan asia tenggara sementara 11 dari ini "Monsun Boats" ini ditempatkan di Jakarta. Lima dari kapal tersebut tinggal di bawah laut.
Awak kapal dari U-219 pada bulan Desember 1944 di Tanjung Priok dengan dikomandani Mayor Angkatan Laut, Burghagen
Pada tanggal 5 Oktober 1944 U-168 di bawah komando Kapten Letnan Pich berlayar dari Jakarta ke Surabaya dan pada hari yang sama terjadi diserang torpedo oleh kapal selam Belanda "Zwaardfis".
U-168 tenggelam pada kedalam 45 M di dasar laut dimana dan 29 awaknya gugur. Dibawah perintah Kapten, 11 ABK dapat selamat dari musibah ini.  Sesampainya mereka dipermukaan mereka dapati bahwa 16 orang rekannya masih ada di geladak kapal. Akhirnya kapal selam Belanda naik ke atas dan mengambil semua orang dan dibawa ke kapal. Ini merupakan suatu keputusan berani Kapten Van Goosen karena membawa musuh yang banyak dalam kapal yang reltif kecil.  Keberanian Van Goosen menentang bahaya berakhir dengan mengirim 23 ABK yang selamat ke Jawa dengan perahu penduduk. Kapten Belanda van Goosen membawa Kapten Letnan Pich bersama dengan tiga perwiranya dan seorang yang terluka ke Australia untuk dipenjarakan. Beberapa tahun kemudian, Komandan Marinir Jerman di Singapura, Mayor Angkatan Laut Erhardt dan Kapten Van Goosen berjabat tangan laiknya dua orang sahabat saat menjadi wakil dari negaranya dalam latihan perang NATO (North Atlantic Treaty Organization) hal ini membuktikan betapa absurdnya perang.

Akhir Dari Perang Dunia ke Dua.
 
Iklim tropis di Jakarta menjadikan orang sakit dan mati. Pada tanggal 15 April 1945 seorang tukang kayu kapal bernama Eduard Onnen meninggal dan dikuburkan di situs Arca Domas dengan cara upacara kehormatan militer. Pada tanggal 8 Mei 1945 Jerman menyerah kalah yang berarti bagi para tentara dari Jerman juga sudah berakhir masa perangnya. 
 
Pada saat itu Laksamana Maeda sebagai pemegang komando tertinggi Jepang memerintahkan kapal selam U-195 di Surabaya dan U-215 di Jakarta,  untuk terus berperang kepada Komandan Angkatan Laut Jerman di Jakarta, Mayor AL Dr. Kandeler, yang mana perintah ini diabaikan.  Selain daripada itu beberapa ABK  bersembunyi dari teman wanitanya dimana setelah perang usai mereka mencari pasanganya dan pada akhirnya mereka menikah (Martin Muller).
 
Kebanyakan tentara marinir dari Komando Pangkalan Jakarta dan Surabaya telah pindah dengan semua yang mereka miliki yaitu makanan, senapan, kendaraan, ke Perkebunan Teh Tjikopo. Dengan pertolongan Albert Vehring mereka mendapat makanan, sementara itu seragam mereka tanggalkan. Kepala tempat penampungan adalah Kapten kapal U-219 Mayor AL Burghagen, seorang veteran crew selam Jerman pada Perang Dunia I yang menjadi pemenang Burghagen menjadi perwira  tertua dengan usia 54 tahun.
Mesin ketik U-Boot  yang bersejarah tersebut di Museum Proklamasi
Pada tanggal 15 Agustus 1945 akhirnya Jepang menyerah juga. Sebelum menjadi presiden pertama, Sukarno telah membuat teks Proklamasi untuk Kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 16 ke 17 Agustus, Soekarno dengan Moh. Hatta membuat tulisan tangan untuk teks Proklamasi dimana untuk kepastian keamanan, mereka membuatnya dirumah Laksamama Maeda. Pada pagi harinya teks tersebut harus di ketik disana tetapi mesin tik Jepang tidak ada huruf latinnya. Jadi mereka "meminjam" mesin tik Jerman dari tempat kantor Komandan Angkatan Laut Jerman, Mayor Angkatan Laut Dr. Kandeler. Mesin tik tersebut telah diambil dengan mobil Sekretaris Admiral Maeda, Satzuki Mishima. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Dokumen teks Proklamasi itulah yang dibaca oleh Soekarno. Dokumen aslinya diketik oleh Sajuti Melik dengan mesin tik Angkatan Laut Jerman. Mesin tik tersebut sekarang berada di Musium Perumusan Naskah Proklamasi. 

Dari sini ceritanya ditemukan banyak keganjilan.

Orang Belanda yang masih tinggal di Indonesia akhirnya menjadi gerilyawan. Karena hal tersebut orang Jerman kemudian membuat tanda atribut mereka yang telah diambil dari seragamnya untuk dijadikan lambang dengan menggunakan lambang Elang Negaranya dilengan mereka. 
Ketika orang Indonesia mengenali orang Jerman mereka menjadikan hubungan tersebut menjadi persaudaraan. Pada awal bulan September 1945 sebuah Resimen Ghurka-Inggris dibawah komandan perwira orang Skotlandia datang ke Jawa. Tentara ini sangat kaget menemukan tentara Jerman di Cikopo. Komandan resimen memerintahkan Mayor AL Burghagen untuk menjaga tempat internir di Bogor. Di tempat penampungan Jepang menginternir orang Belanda, yang kebanyakan terdiri dari orang tua, wanita dan anak - anak, serta orang Indo. 
Mereka harus diselamatkan dari penangkapan gerilyawan. Burghagen menyetujui rencana tersebut karena situasi di perkebunan teh juga mulai tidak aman. Kemudian Komandan Jendral Inggris menamai orang Jerman bukan tawanan perang tetapi "Displaced Persons", karena pertemuan tersebut telah selesai pada waktu perang telah berakhir.
Dengan 50 truk Jepang, orang Jerman berikut piano dan peternakannya telah dipindahkan ke tempat penampungan di Bogor yang sebelumnya bernama Buitenzorg. Orang Jerman tersebut harus mengenakan seragam mereka lagi dan menggunakan senapan mesin, bren, granat tangan dan mortir. Mereka harus melindungi tempat penampungan yang berada di sebelah selatan  perbatasan Bogor. 
Enam tentara Jeman yang ditahan Belanda di penjara Glodok; 5 di antaranya adalah awak kapal salam U-195
Empat tentara Jerman yang tertangkap Belanda di Nongkojajar (Pasuruan), September 1947
J.F.W. Rautert
Hans Philipsen
Dengan cepatnya perang dunia berakhir dengan luar biasa. Pada malam hari pertama datang tembakan dari kedua pihak seperti saling gila menembak. Untungnya dari keduanya tidak ada yang menjadi korban. Kemudian menjadi nyata, orang Indonesia menyangka mungkin bahwa orang Jerman telah tertangkap oleh tentera sekutu dan mereka berusaha untuk membebaskannya. Suatu situasi yang sangat ganjil.


Pemakaman Pelaut Jerman di Arca Domas.
 
Ternyata terdapat beberapa korban, Letnan Satu Laut Willi Schlummer dan Letnan Insinyur Wilhelm Jens gugur di Gedung Jerman di Bogor karena serangan gerilyawan pada 12 Oktober 1945 karena disangka orang Belanda. 
Pada bulan yang sama juga Letnan Laut W. Martens terbunuh ketika dalam perjalanan dengan kereta api dari Jakarta ke Bogor. Ketiga nya dimakamkan dengan upacara kemiliteran di Arca Domas. Sebelumnya pada tanggal 29 September Kopral Satu Willi Petschow mati karena sakit di Cikopo, dan Letnan Kapten Herman Tangermann mati juga pada tanggal 23 Agustus karena kecelakaan. Pada tanggal 30 November juga Letnan Satu Laut Friedrich Steinfeld Komandan U-195 (Surabaya) gugur. Semua menemukan tempat peristirahatannya yang terakhir ditengah-tengah pohon suci Beringin Arca Domas.

Kemungkinan disana ada empat atau lebih pemakaman lagi. Tetapi beberapa nama dari palang kayu telah lapuk dan tidak bisa di baca. Karena itu dua kuburan telah "Unbekannt" (tidak diketahui). Juga untuk Letnan Satu Dr.Ir. H. Haake telah meminta dikuburkan oleh keluargannya, walaupun kapal selamnya tenggelam di Selat Sunda oleh ranjau pada tanggal 30 November 1944.

Pengasingan, Kemerdekaan Dari Sisi Indonesia dan Kembalinya Yang Masih Hidup Ke Jerman. 

Sementara itu banyak orang Belanda di tempat penampungan yang mengeluh, karena mereka "dijaga" oleh orang Jerman. Orang Inggris mengamankan  260 Jerman untuk selanjutnya  pada pertengahan Januari 1946 dipenjarakan di Pulau Onrust yang terkenal karena nama yang buruk. Barang pribadi mereka diambil dan mendapatkan nasib yang buruk yang ironis.

Perlakuan yang buruk agak lebih baik ketika Palang Merah dari Swiss datang pada bulan Juli 1946. Pada saat itu tempat penampungan terjangkiti penyakit seperti amoebiasis, malaria, demam berdarah dan hepatitis karena kurang higienis dan kurang nutrisi. Pada saat ini juga ada warga sipil bernama Freitag tertembak karena mendekati pagar.
Dua orang pemberani lolos dalam pelarian. Mereka berenang menyebrang ke pulau yang lain, salah satunya adalah pilot dari pesawat angkatam laut namanya Werner dan sahabatnya Losche dari U-219. Dalam pelarianya mereka bergabung dengan pejuang kemerdekaan Indonesia di Jawa untuk bekerjasama melawan Belanda yang ingin mendirikan kembali pemerintahan kolonial. Sahabat Werner akhirnya meninggal dunia dalam percobaan merakit pelontar api. Penghormatan dari pemerintahan Indonesia untuk  kedua orang Jerman tersebut sampai saat ini belum pernah ada.
Pemulangan orang Jerman dimulai pada tanggal 28 Oktober 1946. Dengan menggunakan transportasi kapal laut pengangkut pasukan melalui Bombay dan Rotterdam. Pada awal Desember 1946 di Hamburg, Albert Vehring akhirnya bisa merangkul istrinya. Tetapi tentara Angkatan Laut yang menjadi tawanan perang dibawa kembali ke tempat penampungan tawanan Munsterlager. Mereka menderita kedinginan karena hanya memakai pakaian tropis. Tetapi akhirnya mereks dibebaskan.

Organisasi Perawatan Taman Makam Pahlawan Jerman tidak bisa membeli pemakaman Arca Domas karena peraturan perundangan. Kedutaan Besar Jerman hanya mendapat hak guna untuk pemakaman Arca Domas. Setiap tahun Hari Pahlawan ada perkumpulan kecil dari orang - orang Jerman yang datang. Suatu upacara kebaktian oikumene dirayakan untuk memperingati perdamaian dan memperingati korban - korban perang. Duta Besar Jerman bersama Atase Militer meletakan karangan bunga dekat monumen dan dengan pitanya tertulis "Der Botschafter der Bundesrepublik Deutschland" (Duta Besar dari Republik Federal Jerman). 

Bunyi  trompet yang dimainkan oleh Herwig Zahorka dengan lagu yang berbunyi "Ich hatt' einen Kameraden...." ( Saya mempunyai Sahabat....). Bunyi terompet bergema dari puncak pohon besar suci Beringin. Dengan perlahan melodi sedih itu membuat suasana menjadi terharu bersama dengan atmosfir alam tropis.