Wednesday, December 25, 2019

VAN KNILM TOT GARUDA INDONESIA AIRWAYS


*dari KNILM menjadi Garuda
 
Prolog.
Terjadi kegaduhan berkaitan dengan ditemukannya barang bawaan (cargo) tanpa dilindungi dokumen sah bersamaan dengan kedatangan pesawat Garuda Indonesia Airbus A330-900 (Neo) dari Toulouse Perancis, pesawat yang baru memasuki jajaran armada perusahaan secara resmi
Kejadian tersebut menjadi ramai karena terekspose secara masif di media nasional baik elektronik maupun cetak termasuk juga di jagat social media.
Suatu kegaduhan yang normal, karena posisi Garuda sebagai perusahaan penerbangan nasional memang berada ditataran elit dirgantara Indonesia ; selain dari nilai assetnya, Garuda juga merupakan ‘flag carrier’ yang secara resmi menjadi cermin Indonesia.
Ditarik ke asal mulanya ; mungkin tidak banyak yang mengetahui bahwasanya industri perkebunan adalah menjadi bagian titik tolak dari perusahaan penerbangan nasional tersebut.

Sejarah resmi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (IDX: GIAA) yang dirilis pada halaman resmi situsnya (https://www.garuda-indonesia.com/id/id/corporatepartners/companyprofile/about/index.page?), menyebutkan bahwa Garuda adalah institusi penerbangan sipil Indonesia yang terbentuk pertama kali atas inisatif Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) ; dimulai saat menyewakan pesawat yang dinamai ‘Indonesian Airways’ kepada pemerintah Burma pada 26 Januari 1949.

Peran ‘Indonesian Airways’ ini berakhir saat disepakatinya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949, untuk selanjutnya seluruh awak dan pesawat kembali ke Indonesia pada 1950, dimana setibanya di Indonesia ; dimana semua pesawat dan fungsi ‘Indonesian Airways’ dikembalikan kepada AURI dalam formasi Dinas Angkutan Udara Militer. 

Pada saat ditandatanganinya perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949 dinyatakan Belanda wajib menyerahkan seluruh kekayaan pemerintah Hindia - Belanda kepada pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS), yang mana termasuk didalamnya maskapai KLM-IIB (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij – Inter Insulair Bedrijf)
KLM-IIB adalah anak perusahaan KLM yang dimiliki melalui akuisisi terhadap KNILM  (Koninklijke Nederlandshindische Luchtvaart Maatschappij), suatu perusahaan penerbangan kpmersial yang sudah eksis sejak tahun 1928 di era Hindia-Belanda.

Saat terjadinya pendudukan Jepang ke Hindia-Belanda pada tahun 1943 KNILM sempat diungsikan (pilot, personil serta pesawat dan peralatan pendukungnya) ke Sydney.
Di Australia KNILM dimiliterisasi oleh RAAF (Angkatan Udara Australia) menjadi 19e Transport Squadron atau Skuadron Transport dan Komunikasi Ke 19, selain daripada itu sebagian penerbangnya dijadikan pilot pesawat pembom B 25 di Squadron 18 sebagai bagian dari angkatan udara RAAF (Royal Australia Air Force) berpangkalan di Brisbane dan Melbourne.
Pimpinan KNILM di Hindia-Belanda W.C.J. Versteegh diangkat menjadi Komandan Skuadron ini sampai perang usai, untuk selanjutnya setelah didemiliterisasi oleh RAAF; pesawat, pilot dan segala perlengkapan yang tersisa kembali ke Batavia pada awal 1946.

Kembalinya KNILM dari Australia tidak dalam kondisi sumberdaya yang siap secara operasional; tetapi hanya tinggal armada yang tersisa. Dengan kata lain sumberdaya KNILM sudah habis, serta membutuhkan upaya restrukturisasi disegala bidang untuk dapat beroperasi kembali.

Pada tahun 1946 terjadi pembahasan antara KLM dan KNILM tentang apakah KNILM akan diteruskan atau tidak ; dan dapat segera diketahui bahwa KNILM sebagai maskapai penerbangan independen sudah tidak layak secara ekonomis, ditambah lagi kondisi penerbangan sipil belum menjadi prioritas dan menarik antusiasme pemerintah yang masih berkutat dengan kondisi Hindia-Belanda yang sudah berubah menjadi negara merdeka Republik Indonesia. Permasalahan lainnya, kondisi keuangan  pemerintahan Hindia-Belanda yang buruk termasuk para persero pasca perang Dunia II tidak diragukan lagi telah menjadi penyebab dan alasan utama terjadinya hal tersebut.

Nasib KNILM berujung kepada kesepakatan rapat tanggal 24 Juni 1947, yaitu saat pengambilan keputusan bahwasanya KLM mengambil alih seluruh saham serta hak dan kewajiban KNILM, (Perjanjian tanggal 24 Juni yang menjadi dasar pengambilalihan tersebut disetujui oleh Menteri Transportasi, Pekerjaan Umum dan Manajemen Air dengan keputusan 7 Agustus 1947 no. 741 Rijksluchtvaartdienst; salinan dalam Inv.no 149.).
Garuda Indonesian Airways NV.
Pada perundingan lanjutan dari hasil KMB pada 21 Desember 1949 antara pemerintah Indonesia dengan maskapai KLM dibahas pembentukan sebuah maskapai nasional.
Selanjutnya tanggal 25 Desember 1949, Dr. Konijnenburg, mewakili KLM menghadap dan melapor kepada Presiden Soekarno di Djogjakarta bahwa KLM Interinsulair Bedrijf akan diserahkan kepada pemerintah sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB), dimana pada kunjungannya ini juga Dr. Konijnenburg meminta Presiden memberi nama bagi perusahaan yang akan dibentuk tersebut.

Penetapan nama adalah sangat penting, karena selain untuk kebutuhan administratif; nama juga dibutuhkan untuk menjadi bagian dari livery pesawat DC 3 Dakota PK-DPD yang akan membawa Presiden RIS beserta rombongan dari Djogjakarta ke Djakarta.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Soekarno menjawab dengan mengutip satu baris dari sebuah sajak bahasa Belanda gubahan pujangga terkenal, Raden Mas Noto Soeroto di zaman kolonial, Ik benGaruda, Vishnoe's vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden(‘Aku adalah Garuda, burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya menjulang tinggi diatas kepulauanmu’).

Pada tanggal 28 Desember 1949, terjadilah penerbangan bersejarah membawa Presiden Soekarno beserta rombongan dari
Djogjakarta ke Kemajoran,Djakarta untuk acara pelantikannya sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) ; dimana pesawat KLM-IIB DC 3 Dakota PK-DPD telah berubah menggunakan logo dan nama baru yaitu Garuda Indonesian Airways, nama pemberian Presiden Soekarno kepada perusahaan penerbangan nasional pertama serta berpredikat sebagai ‘flag carriers’.
Sebagai bagian dari perjanjian, untuk mempersiapkan kemampuan staf udara Indonesia maka KLM wajib dan bersedia menempatkan sementara stafnya tetap bertugas dan sekaligus melatih para GIA. Dan untuk maksud itulah pada masa peralihan, Direktur Utama pertama GIA merupakan orang Belanda yakni Dr. E. Konijneburg.   
Armada pertama GIA merupakan peninggalan KLM-IIB dan bukan armada ‘Indonesian Airways’ milik AURI. 

Penerbangan komersil perdana GIA.
Sehari setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia (RI)
tanggal 27 Desember 1949 saat soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani
oleh Belanda di Istana Dam di Amsterdam maka pada tanggal 28 Desember 1949, dua buah pesawat Dakota (DC-3) berangkat dari bandar udara Kemajoran Jakarta menuju Djogjakarta untuk menjemput Presiden Soekarno dibawa kembali ke Djakarta; sekaligus menandai perpindahan kembali Ibukota RI dari Djogjakarta ke Jakarta. 

Sejak saat itulah GIA terus berkembang hingga dikenal sekarang sebagai Garuda Indonesia dan setahun kemudiannya, di tahun 1950, GIA menjadi perusahaan negara (Akta Nomor 137 tanggal 31 Maret 1950 dari Notaris Raden Kadiman, yang kemudian disahkan dalam Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. J.A.5/12/10 tanggal 31 Maret 1950 dan diumumkan pada Berita Negara Republik Indonesia Serikat  Nomor 30 tanggal 12 Mei 1950, tambahan No.136)

Pada periode tersebut, Garuda Indonesia telah mengoperasikan armada dengan jumlah pesawat sebanyak 38 buah yang terdiri dari 22 DC-3, 8 Catalina kapal terbang, dan 8 Convair 240. Armada Garuda Indonesia terus bertambah dan akhirnya berhasil melaksanakan penerbangan pertama kali ke Mekah membawa jemaah haji dari Indonesia pada tahun 1956. Tahun 1965, penerbangan pertama kali ke negara-negara di Eropa dilakukan dengan Amsterdam sebagai tujuan terakhir.

KNILM, The Story Behind. 
Tapi sebenarnya ; perjalanan bisnis penerbangan komersil di Nusantara sudah jauh dimulai sebelum tahun 1950 … 

Dokumentasi paling awal mencatat bahwasanya Soerabaija sebagai tempat pertama kehadiran pesawat terbang dibumi Nusantara, tempat berlabuhnya kapal yang mengangkat pesawat terbang tipe Antoinette VII Monoplane rancangan desainer pesawat Léon Levavasseur yang dibuat di Puteaux (French pronunciation: ​[pyto]), Paris, Perancis

 Gijsbertus ‘Gijs’ Petrus Küller dan pesawat terbang Antoinette VII Monoplane.
Pesawat tersebut pada 18 Maret 1911 oleh Gijsbertus ‘Gijs’ Petrus Küller, (Lahir di Loenen aan de Vecht, Utrecht pada tanggal 28 Juni 1881 ; Dutch) didemonstrasikan terbang di Pasar Toeri Soerabaija, yang menjadikannya sebagai tonggak sejarah penerbangan pesawat bermotor pertama di Indonesia.
Demonstrasinya dilanjutkan ke Semarang, Yogya dan Medan,Batavia dan Solo. ‘Joy Flight’ ini dilanjutkan oleh Jan Hilgers (Orang Belanda keturunan Indonesia) mendemonstrasikan pesawat Fokker Skin terbang di Surabaya. P.A Koezminski (orang Rusia) juga mendemonstrasikan pesawat Bleriot XIa terbang di Batavia.
Gijsbertus ‘Gijs’ Petrus Küller (X), persiapan ‘joy flight’. 
Melihat adanya prospek yang baik bagi penerbangan sipil maupun militer di Indonesia, maka pada tanggal 1 Oktober 1924 sebuah pesawat jenis Fokker F-VII dengan registrasi H-NACC milik KLM (NV Koninklijk Luchtvaart Maatschappij) melakukan penerbangan dari Bandara Schiphol Amsterdam ke Batavia (sekarang Jakarta) yang mendarat di Bandara Cililitan yang sekarang dikenal dengan Bandara Halim Perdanakusuma.  

Prospek bisnis dirgantara bukan cuma dilihat oleh KLM tetapi juga para pengusaha perkebunan (yang sedang booming) pada saat itu. Menurut dokumentasi yang ada, sebenarnya dari mulai tahun 1920 KLM sudah bernegosiasi dengan pemerintah daerah jajahan untuk mengeksploitasi layanan lalu lintas udara domestik di Hindia-Belanda dan pada tahun 1924 KLM mengajukan konsesi kepada pemerintah, tetapi ditolak.

Sementara itu pada tahun yang sama, sebuah "Comité van Voorbereiding" (Komite Persiapan) dibentuk atas prakarsa Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM) dan Deli Maatschappij bertujuan mendirikan maskapai penerbangan Hindia-Belanda.  
Bagi NHM dan Deli Mij, pada dasarnya pemikiran pembentukan maskapai adalah bukan semata mata untuk berbisnis tetapi didasarkan pada tujuan sebagai bagian dari alat pertahanan, seperti yang dikatakan oleh Menteri Koloni, "secara umum akan sangat bermanfaat dan pada saat yang sama posisi Hindia-Belanda di dunia internasional menjadi lebih terpandang".

Pada akhirnya pada 16 Juli 1928, Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij didirikan di Amsterdam dengan jumlah modal saham disetor sebesar  5.000.000 Gulden, sementara sebutan "Koninklijke"  diberikan pada 15 Oktober 1928 oleh Ratu Belanda Catt : Koninklijke adalah suatu kehormatan sebagai bagian dari wangsa kerajaan yang diberikan Raja atau Ratu Belanda untuk perusahaan yang terpilih.
Pernyataan kepemilikan saham KNILM yang tertulis pada Buku Peringatan 60 Tahun Deli Maatschappij 1869-1929, Hal 18-19.
Sedangkan pesero saat pembentukan pertama kali adalah sebagai berikut
Dari daftar persero yang disahkan pada saat pertama kali KNILM berdiri dapat dilihat bahwasanya perusahaan yang bergerak dalam agribisnis/perkebunan (latar warna biru muda) adalah pemegang saham mayoritas, sehingga tidak salah apabila bisnis perkebunan disimpulkan menjadi motor dari perusahaan.

Perusahaan ini berkantor pusat di Amsterdam dan memiliki Komisaris, Dewan Komisaris, Direksi dan Dewan Direksi sebagai manajemen operasional termasuk seorang Komisaris yang mewakili pemerintah.

Komisaris yang mewakili pemerintah, untuk pertama kali diangkat mantan Gubernur Pantai Timur Sumatra serta mantan anggota Dewan Hindia-Belanda, L.C. Westenenk, pada Februari 1929.  
Pada awalnya; timbul keberatan negara koloni (Hindia – Belanda) atas pengangkatan seorang komisaris, yang notabene wakil pemerintah pusat, dan barulah Peraturan negara Hindia-Belanda yang tahun 1930 memberikan posisi yang lebih otonom dari pemerintah Hindia-Belanda.
Tetapi dalam perjalanannya Menteri Koloni yang mewakili pemerintah pusat Kerajaan Belanda bersikeras bahwasanya harus ada Direktur yang menjalankan fungsinya di Amsterdam, dimana kondisi ini berlangsung sampai saat Westenenk meninggal pada bulan Mei 1930 dan digantikan oleh Ir. J. J. Blackstone. 
Ir. J.J. Blackstone sebagai komisaris yang mewakili pemerintah kerajaan, juga berprofesi aktif sebagai anggota Dewan Direksi KLM (berdasarkan perjanjian para pesero) dan Ketua Yayasan Laboratorium Penerbangan Nasional, perwakilan pemerintah Hindia - Belanda di Komisi Internationale de Navigasi Aérienne di Paris. Selain daripada itu, Ir. J.J. Blackstone juga dikenal sebagai pensiunan Direktur Pekerjaan Umum Sipil di Hindia-Belanda, dan menjabat menjabat sebagai komisioner pemerintah hingga tahun 1947 yaitu saat KNILM diakuisisi KLM.

Atas perintah Menteri Koloni 19 Maret 1929 No. 1, diterbitkanlah sebuah instruksi yang mencakup tugas dan wewenang Komisaris Pemerintah:
  1. Mengawasi kepatuhan terhadap kewajiban KNILM berdasarkan ketentuan-ketentuan perjanjian yang disimpulkan dengan pemerintah Hindia - Belanda;
  2. Melayani Menteri Koloni untuk informasi dan saran;
  3. Memeriksa administrasi keuangan KNILM, dibantu oleh seorang akuntan jika perlu;
  4. Menghadiri rapat Dewan Eksekutif, Dewan Pengawas dan rapat pemegang saham dan membuat proposal atas kebijakan mereka sendiri atau atas instruksi menteri;
  5. Membuat Laporan Tahunan kepada menteri tentang kegiatan yang dilakukan;
  6. Menyimpan daftar dokumen yang masuk dan keluar dan bertanggung jawab untuk organisasi arsip yang jelas.
Pada tanggal 24 Oktober 1928, sebuah perjanjian ditandatangani dengan pemerintah Hindia – Belanda untuk masa 5 tahun. Sebagai kontribusi terhadap biaya operasinya, KNILM menerima subsidi sebesar 1 juta gulden per tahun selama periode 1928-1933 dari Kerajaan. Perjanjian tersebut kemudian dimasukkan lagi untuk tahun 1934-1936 dan 1937-1939, meskipun dengan diskon pada jumlah subsidi sehubungan dengan kelesuan ekonomi.

Pemerintah Hindia-Belanda hanya memiliki kontrol terbatas dalam KNILM. Pada tahun 1939, ketika perjanjian itu diperbarui, pemerintah menginginkan akses pemerintah berada di Hindia - Belanda. 
Negosiasi mengenai hal ini menghasilkan amandemen terhadap anggaran dasar (mulai berlaku pada 14 Mei 1940), perjanjian konsesi (pada 17 Agustus 1940) dan skema subsidi baru yang berlaku mulai 1 Januari 1940. (Keputusan pemerintah 17 Agustus 1940, no. 19; lihat inv. No. 143.) Menurut peraturan baru itu, dua dari tujuh anggota Dewan Direksi yang tinggal di Hindia - Belanda akan ditunjuk oleh Gubernur Jenderal. Namun, karena pendudukan Belanda, statuta lama dan struktur administrasi tetap berlaku di Amsterdam.

Hubungan antara KLM dan KNILM diatur pada tahun 1927 dengan kesepakatan dalam bentuk perjanjian para pesero yang dibuat antara KLM dan "Komite Persiapan", yang akan membentuk dasar untuk kerja sama di masa depan antara kedua perusahaan.

Perjanjian tersebut meliputi:
  • Persetujuan kerja sama antara kedua perusahaan dalam bentuk pertukaran anggota Komisaris dan Direktur, penunjukan direktur bersama dan pertukaran saham bersama.
  • Pengakuan hak KLM untuk menjalankan hubungan udara Amsterdam-Batavia;
  • Pengakuan hak KLM dan KNILM untuk melakukan lalu lintas udara di negara-negara tetangga.
Tetapi dalam perjalanannya kerja sama itu tidak selalu berjalan sesuai rencana, risalah rapat Dewan Direksi ke 150 (Februari 1938) menyatakan: "Kurang baiknya kerjasama antara dua direktur, Plesman dan Rendorp, berdampak juga kepada kurang baiknya kerjasama antara kedua perusahaan".

Karena pendudukan Belanda oleh Jerman, Kantor dan Direktur KNILM dipindahkan ke Hindia - Belanda pada tahun 1940 dan selanjutnya setelah pendudukan Hindia-Belanda oleh Jepang pada tahun 1942 dipindahkan lagi ke Curaçao. 
Sejumlah anggota Dewan Eksekutif, yang berhasil menghindari pendudukan Jerman, mengambil alih pengelolaan dan menetapkan New York sebagai pusat administrasinya.
Di sini dilakukan pembahasan awal tentang rencana rekonstruksi pasca perang; dimana direncanakan setelah pembelian pesawat baru, akan diterbangkan ke Hindia-Belanda dan digunakan pada jalur Batavia-San Francisco yang akan dibuka.  
Selanjutnya pasca berakhirnya Perqang Dunia, dan dengan keputusan Nederlandsche Beheersinstituut tanggal 13 November 1946, kantor pusat dikembalikan ke Amsterdam dengan Dewan Eksekutif baru dan berbasis di Amsterdam dan Batavia.

Pada saat terjadinya pendudukan Jepang di Hindia-Belanda pada tahun 1942, sebagian pesawat KNILM sempat dipindahkan ke Australia. Personil KNILM dimiliterisasi di Australia menjadi Transport Squadron Ke 19 sedangkan sebagian penerbangnya ada yang menjadi pilot pembom B 25 di Squadron 18 sebagai bagian dari angkatan udara RAAF (Royal Australia Air Force). 
Direktur KNILM di Hindia-Belanda, W.C.J. Versteegh menjadi komandan skuadron 19 sampai dengan demiliteriasasi dan kembali ke Batavia pada awal 1946. (Gambar : Netherlands East Indies Squadron 18 RAAF Badge 1943–1946).

Tidak ada yang tersisa dari KNILM dalam arti sesungguhnya, kembalinya ke Batavia adalah bertujuan untuk berusaha membangun kembali perusahaan.

Netherlands East Indies Squadron 18 RAAF
Pada tahun 1946 diskusi dimulai antara KLM dan KNILM tentang apakah KNILM terus ada atau tidak. Segera menjadi jelas bahwa KNILM sebagai maskapai penerbangan independen tidak layak. Terlebih lagi, pemerintah Belanda-Hindia nyaris tidak memiliki antusiasme terhadap penerbangan sipil Hindia - Belanda.
Buruknya kondisi dana Hindia - Belanda tidak diragukan lagi memainkan peran penting dalam hal ini. KNILM bergabung dengan KLM pada 24 Juni 1947, yang juga mengambil alih sahamnya dengan hak dan kewajiban. (Perjanjian tanggal 24 Juni yang menjadi dasar pengambilalihan tersebut disetujui oleh Menteri Transportasi, Pekerjaan Umum dan Manajemen Air dengan keputusan 7 Agustus 1947 no. 741 Rijksluchtvaartdienst; salinan dalam inv.no 149.)

Penutup
Demikianlah pada akhirnya perjalanan KNILM, perusahaan penerbangan komersial pertama di Hindia-Belanda berakhir pada 24 Juni 1947 saat KLM mengakuisinya dan merubah namanya menjadi KLM-IIB.

KLM-IIB sendiri menjadi bagian dari perjanjian KMB 1949 untuk diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat yang selanjutnya bermetamorfisis menjadi ‘flag carrier’ Republik Indonesia dengan nama ‘Garuda Indonesia Airways’.

Setahun kemudian, tahun 1950 GIA menjadi Perusahaan Negara yang mengoperasikan armada dengan jumlah pesawat sebanyak 38 buah yang terdiri dari 22 unit DC-3, 8 unit Catalina, dan 8 unit Convair 240. 

Armada GIA terus bertambah dan akhirnya berhasil melaksanakan penerbangan pertama kali ke Mekah membawa jemaah haji dari Indonesia pada tahun 1956. Tahun 1965, penerbangan pertama kali ke negara-negara di Eropa dilakukan dengan Amsterdam sebagai tujuan terakhir.


---------------------------------------------------------------------------------------------

Catatan Sejarah Kedirgantaraan di Medan.
  • Relasi Kota Medan dan dunia penerbangan dimulai pada 1924, bermula dari rencana kedatangan seorang penjelajah penerbangan berasal dari Belanda bernama Abraham Nicolaas Jan Thomassen alias Thuessink van der Hoop (Arnhem, 9 maart 1893 – Den Haag, 2 februari 1969), atau lebih dikenal dengan nama Jan van der Hoop, yang sedang berusaha memecahkan rekor penerbangan dari Amsterdam ke Batavia.  
  • Rute udara Amsterdam ke Batavia dibuka dengan menggunakan pesawat Fokker F VII registrasi H-NACC yang berhenti di 21 kota termasuk Medan dengan total waktu terbang 127 jam (pada saat itu perjalanan kapal laut dari Batavia ke Amsterdam memakan waktu 30 hari perjalanan laut).
 
  • Untuk hal tersebut, pihak NV Deli Maatschappij yang turut mensponsori perjalanan tersebut ; berusaha mempersiapkan sebuah landasan diareal kebun Polonia, tetapi mengingat waktunya sudah sangat mendesak, akhirnya pesawat Fokker F VII yang diawaki Van der Hoop bersama VN. Poelman dan Van der Broeke mendarat di lapangan pacuan kuda milik Deli Paardenrenbaan (saat ini menjadi lokasi Pasar Sentral, Jl. Sutomo, Medan); disambut antara lain oleh Sultan Deli.
  • Untuk mengenang peristiwa tersebut, Residen Sumatera Timur membangun sebuah tugu peringatan ; sayangnya tugu itu saat ini sudah tidak ada lagi, digantikan dengan Tugu Perjuangan Medan Area di Jalan Sutomo, Medan.
  • Pendaratan pertama tersebut memicu semangat para pionir penerbangan di pantai timur Sumatera untuk berinvestasi di dunia penerbangan. JT Cremer sebagai Komisaris Utama Deli Maatschappij melihat penerbangan sebagai peluang bisnis baru. Planters fenomenal ini, selain menjadi komisaris utama Deli Maatschappij juga menjabat menteri Negara jajahan di Kabinet Kerajaan Belanda, sehingga memberikan keleluasan untuk melakukan lobby yang menguntungkan perusahaan.
  • Ketika KNILM resmi beroperasi ; Asisten Residen Sumatera Timur CS Van Kempen mendesak pemerintah Hindia Belanda di Batavia, agar mempercepat realisasi pencairan anggaran untuk menyelesaikan pembangunan lapangan terbang Polonia dan memang akhirnya pada tahun itu juga Polonia siap dioperasikan.
    Asisten Residen Sumatera Timur CS Van Kempen
  • Pembukaan secara resmi ditandai ditandai dengan mendaratnya enam pesawat udara milik KNILM pada landasan yang masih darurat, berupa tanah yang dikeraskan. 
    Sultan Deli dan keluarga selepas Joy Flight

     Sultan Langkat selepas Joy Flight
  • Mulai tahun 1930, KNILM membuka jaringan penerbangan ke Medan secara berkala dan. Pada tahun 1936 lapangan terbang Polonia untuk pertama kalinya melakukan perbaikan yaitu pembuatan landasan pacu (runway) sepanjang 600 meter.
--------------------------------------------------------------------------------------

Referensi ;
-  NV. Deli Maatschappij 1869-1929, Gedenkschrift Bij Gelegenheid Van Het Zestigjarig Bestaan Aansluitende Bij Het, Gedenkboek Van 1 November 1919, Amsterdam, 1 November 1929, NV. Deli Maatschappij
-  Touring The Tropic at The Top Speed, KNILM Royal Netherlands Indies Airways, 1940, Printed In The Netherlands Indies BV Kolff.
ht       -  https//www.dutch-aviation.nl/index5/Civil/index5-2%20F7.html
-     https://www.garuda-indonesia.com/id/id/corporatepartners/companyprofile/about/index.page?

Foto ;
-     KITLV.
-     Internet.