Monday, December 5, 2022

Sei Karang, R.C.M.A dari masa ke masa …

 
Sei Karang, R.C.M.A dari masa ke masa …
 
Rubber Cultuur Maatschappij “Amsterdam” (RCMA) yang beralamat Heerengracht 364 didirikan oleh Pieter van Leeuwen Boomkamp (1871-1953) pada 9 Januari 1908 dengan modal dasar sebesar Fl. 10.000.000. dan modal disetor Fl. 6.700.000. dengan tujuan mengeksploitasi komoditi perkebunan di Netherlands Indies (Indonesia) terutama komoditi Karet.
 
Pieter menyelesaikan pendidikan di Openbare Handelsschool Amsterdam, pada 1889 dan menjadi pegawai magang di firma ayahnya hingga diangkat sebagai pegawai tetap pada 1892. Tahun 1897, saat masih berstatus pegawai diperusahaan ayahnya ; dorongan kuat jiwa bisnis Pieter mendorong keberaniannya untuk mengakuisisi Besoeki Tabak Mij, hal yang menjadi pengalaman pertamanya mengakuisisi. Pengalaman pertama tersebut selanjutnya menjadi pola dari RCMA, perusahaan yang didirikan kemudian.
 

Kesuksesan akuisisi dan kekuatan naluri bisnis, akhirnya membuat sang ayah Jan Jacob van Leeuwen Boomkamp mengangkatnya menjadi partner perusahaan ditahun 1898. RCMA memulai operasinya dengan mengakuisi tanah partikulir milik Albert Cornelius Siewertsz Van Reesema seluas 1017 Bows (1 Bows/Bahu = 0, 709 Ha) yang kemudian menjadi Ond. Soengei Poetih pada 17 April 1909 .
 
Palmolie Fabriek Nijkerk.
  
Kalau dilihat dari Jaar Verslag (Annual Report/Laporan Keuangan) RCMA mengawali operasionalnya pada tahun 1911. Dimulai dengan mengeksploitasi komoditi Kopi dan Karet di 9 kebun (7 kebun di Sumatera, 2 kebun di Jawa) dengan luas 8.472 Ha, komoditi Karet (6.801 Ha) dan Kopi (1.671 Ha). Dalam perjalanannya, RCMA sangat agresif dalam mengembangkan usahanya, sehingga saat sebelum pendudukan Jepang di Hindia Belanda pada Perang Dunia II (Jaar Verslag 1940) ; perusahaan berkembang menjadi 19 kebun ( 15 kebun di Sumatera, 4 kebun di Jawa) seluas 81.524 Ha yang mengeksploitasi komoditi Karet (47.446 Ha), Kopi (872 Ha) dan komoditi baru yakni Teh (992 Ha) serta Kelapa Sawit (32.214 Ha). 
 
Palmolie Fabriek Poeloe Radja
Khusus untuk Kelapa Sawit yang belum merupakan komoditi primadona saat itu ; keseluruhan kebun, pabrik pengolahan serta infrastrukturnya dibangun dan dilengkapi hanya dalam waktu satu dasawarsa . RCMA mengelola Kelapa Sawit di Ond. Nijkerk (saat ini PTPN IV Gunung Bayu), Ond. Poeloe Radja (saat ini PTPN IV Pulu Raja) dan Ond. Hangelo (saat ini PTPN IV Air Batu). Pieter van Leeuwen Boomkamp memang memiliki visi kuat terhadap Kelapa Sawit sebagai komoditas masa depan.
 
Otto Stork
Persahabatannya dengan Otto Stork, keponakan dari Charles Theodorus Stork pendiri dan pemilik Stork BV ; (produsen utama peralatan proses pabrik kelapa sawit dizaman itu sampai era 1990an), menyempurnakan visinya tersebut. Kedekatannya dengan Otto Stork memudahkan supply bahan dan peralatan PKS RCMA yang merupakan produk terbaik
buatan Stork BV untuk pembangunan PKS di Ond. Nijkerk sebagai PKS pertama milik RCMA maupun yang lain.
 
Selain penggunaan teknologi terbaik, lokasi yang strategis adalah hal yang sangat diperhitungkan sebagai dasar akuisisi onderneming yang diincar. Hal tersebut dapat ditelusuri dari peta concessie RCMA, dimana keseluruhan ondernemingnya berhampiran dengan jalur kereta api (transport utama produksi saat itu) dan jalan raya.

 
Liberta dan Nijkerk
Keandalan lokasi yang sangat strategis jugalah yang menjadi salah satu kajian komprehensif dalam proses pengambilan keputusan untuk memilih PT Kawasan Industri Nusantara oleh PT Unilever Oleochemical Indonesia, PT Industri Nabati Lestari dan tenant lain sebagai lokasi pabriknya.
 
KEK Sei Mangkei yang dikelola oleh PT Kawasan Industri Nusantara (anak perusahaan PTPN III) diresmikan Presiden Joko Widodo tahun 2015 adalahpusat pengembangan industri Kelapa Sawit dan Karet hilir berskala besar dan berstandar internasional adalah bukti kesiapan BUMN perkebunan untuk masuk ke hilir produksi sebagai produsen consumer goods tidak lagi bergantung kepada produk bulk dipasar bahan mentah atau setengah jadi.
 
Sebagai produsen komoditas utama komoditas Karet dan Kelapa Sawit, dimasanya RCMA bersaing dengan Holland America Plantage Maatschappij (selanjutnya Uniroyal dan saat ini Bakrie Sumatera Plantations) untuk menjadi Big One dalam produksi karet dan bersaing dengan Socfin / Societe Financiere des Caoutchoucs (saat ini Socfindo) untuk menjadi Big One dalam produksi Kelapa Sawit.
 
Di era pendudukan Jepang (1942-1945) sampai masa pengakuan kedaulatan 1950, situasi politik dan keamanan yang tidak normal menyebabkan RCMA berada dalam kondisi sulit. Walaupun para pengelola yang diinternir sudah bisa bekerja kembali tetapi situasi tidak mendukung.
Situasi umum yang terjadi adalah minimnya perawatan tanaman dan terkendalanya kegiatan produksi karena gangguan keamanan. Tetapi walaupun situasi tidak mendukung, RCMA tetap konsisten untuk mengembangkan perusahaan. Pada tahun 1949 bekerjasama dengan perusahaan pelayaran Stoomvaart Maatschappij "Nederland", RCMA meresmikan penggunaan fasilitas tangki timbun lateks “Deli Tank Instalation” di Belawan (saat ini menjadi anak usaha PTPN III dengan nama PT. Sarana Agro Nusantara / PT. SAN) dengan mengapalkan 290 Ton lateks tujuan pelabuhan Amsterdam.
 
Setelah pengakuan kedaulatan, RCMA kembali mengoperasikan secara penuh segala asetnya. Permasalahan umum yang terjadi masih sama yaitu gangguan keamanan dan kondisi kebun yang rusak karena kurangnya perawatan.
Kondisi mulai pendudukan Jepang ini terus berulang sampai nasionalisasi perusahaan Belanda sesuai UU No. 86, LN 1958 ; yang mana hal ini sekaligus penanda berakhirnya kiprah RCMA di Indonesia selama 50 tahun (1908–1958).
 
Setelah nasionalisasi, dalam skema baru, eks RCMA berada dibawah BPU Karet pada organisasi regional PPN Sumut IV (PP Nomor 146 Tahun 1961) dengan nama PPN Karet V dengan kantor Pusat di Sei Karang.
 
Sementara itu ; situasi politik sampai pertengahan 1960an menjadi masa sulit karena berdampak langsung. Bahkan, saat kampanye Dwikora pada 1964 ; Sei Karang menjadi salah satu daerah Kopur (Komando Pertempuran) dengan ditempatkannya pasukan dan relawan berasal dari Kodam Diponegoro yang disiapkan untuk menyusup ke Malaysia sebagai bagian dari Kolaga (Komando Mandala Siaga) yang dipimpin Laksamana Madya Omar Dhani.  

Ir. Hasjrul Harahap dan Ir. Soewadji mendampingi Consultant RCMA.

Suasana field trip di PTP V.
 
Perubahan politik pertengahan 60an, mulai membawa arah positif dengan adanya program pemerintah untuk rehabilitasi perkebunan BUMN difasilitasi World Bank ; dan PTP V termasuk yang awal mendapat fasilitas ini. Program tersebut tidak hanya dibidang tanaman, tetapi secara menyeluruh termasuk administrasi keuangan. Pada waktu inilah dilahirkan accounting treatment perkebunan untuk selanjutnya dikenal dengan nama Sistem SGV.
 
Saat melaksanakan program ini PTP V mendapat pendampingan dari RCMA. Penetapan RCMA sebagai konsultan ini bukan cuma karena latar belakang historis, tetapi karena RCMA sangat kapabel dibidangnya. Program pendampingan ini berjalan mulai tahun 1968 dan berakhir di tahun 1974.

Prasasti peresmian PKS Beringin Jaya di Kebun Sei Rokan.
 
Diakhir era 1970an, PTP V sebagai penerus RCMA mulai melakukan ekspansi dan menjadi pionir perkebunan Kelapa Sawit di Propinsi Riau. Keberhasilan tersebut dibuktikan saat diresmikannya PKS Beringin Jaya di Kebun Sei Rokan pada 24 Mei 1984 oleh Presiden Soeharto sebagai PKS pertama di Riau .
 
Sampai dengan dileburnya PTP V ke PTPN III ; maka pada posisi per 11 Maret 1996, PTP V telah berhasil melakukan ekspansi tanaman Kelapa Sawit di Propinsi Riau sebanyak 7 kebun ( 6 Kebun Kelapa Sawit, 1 Kebun Karet) seluas 63.377 Ha yang mengeksploitasi komoditi Karet (5.387 Ha), Kelapa Sawit (57.990 Ha) dan 6 PKS berkasitas 270 Ton/Jam. Sesuai dengan program pemerintah, sebagian areal ini dibagikan kepada rakyat melalui Program PIR.
 
Prestasi ini menunjukkan semangat “going frontier” RCMA masih bersemayam di PTP V, mengingat selama RCMA beroperasi 50 tahun di Sumatra Oost Kust mengeksploitasi 81.524 Ha sedangkan PTP V dalam waktu 17 tahun (1979-1996) 
berhasil mengeksploitasi 63.377 Ha atau 77,74%.
 
Klein Soengei Karang.
 
Klein Soengei Karang Kaart Plannen
 
Klein Soengei Karang adalah sebutan yang lazim digunakan untuk kompleks perkantoran dan pemukiman RCMA. Kompleks tersebut pada awalnya adalah bagian dari Concessie Soengei Poetih yang diakuisisi RCMA pada tahun 1909 dari Albert Cornelius Siewertsz Van Reesema seorang pekebun partikulir pemegang konsesi 75 tahun dari Sultan Serdang ditahun 1897.
 
Pembangunan fasilitas ini dimulai setelah perusahaan berhasil mengakuisisi Landconcessie Soengei Karang sehingga hamparan areal milik RCMA yang dikenal selanjutnya dengan nama Klein Soengei Karang menjadi sangat ideal. 
Centraal Hospitaal Petoemboekan (1913).
Selain itu, berjarak 5 Km dari Soengei Karang terdapat fasilitas kesehatan Centraal Hospitaal Petoemboekan, dengan tenaga dokter dan perawat yang berasal dari Eropa beserta segala kelengkapannya. Centraal Hospitaal Petoemboekan milik yayasan Serdang Doctor Fonds mulai beroperasi tahun 1913 sebagai fasilitas kesehatan 31 kebun dan unit dari perusahaan RCMA, Harrison & Crossfield, SIPEF dan Deli Spoorweg Maatschappij di daerah Serdang.

Hoofd Kantoor RCMA Sumatra (1913).
Mengacu kepada Jaar Verslag RCMA tahun 1913, fasilitas kantor pusat (Hoofd Kantoor), rumah dinas Hoofd Administrateur serta bangunan pendukung lainnya telah lengkap dan mulai digunakan diawal tahun 1913. Selanjutnya sesuai dengan perkembangan kebutuhan, berbagai bangunan terus dilengkapi seperti Gedung Serbaguna tahun 1935 (saat ini Kantor Distrik Sedang II) , fasilitas pendidikan SMP YPAK tahun 1963 dan lainnya .

Kantor Direksi PTP V (saat ini Kantor Distrik Serdang II).
Resultante dari perencanaan pemukiman yang matang itu adalah tingginya produktifitas karyawan karena terbentuknya suasana yang nyaman bagi para penghuninya.
Untuk mendapatkan kesan berkehidupan di Sei Karang diera 60-90an, bisa disimak pandangan Ir. Hasjrul Harahap ; Kepala Bagian Tanaman PNP V (1966–1968), Direktur Produksi PTP V (1968-1978), Menteri Muda UPP Tanaman Keras Kabinet Pembangunan IV (1983–1988), Menteri Kehutanan Kabinet Pembangunan V (1988–1993) sebagai berikut ; "Sikap kekeluargaan dan kontrol yang dikembangkan oleh Pak Djamhur selaku Dirut, terlebih Ibu Djamhur yang benar-benar membaur dengan seluruh karyawan dan karyawati, termasuk dengan para istri dan suami karyawan sampai ketingkat yang paling bawah" puji Hasjrul. "Menimbulkan suasana kerja yang kondusif disebabkan oleh suasana pergaulan sehari-hari yang sangat akrab bagaikan keluarga besar". "Hasjrul Harahap dari Mandor Jadi Menteri", oleh Aristides Katoppo - Nina Pane, Penerbit Aksara Karunia pada 2008.
 
Suasana nyaman yang terbentuk dan produktifitas insan perusahaan yang tinggi, tentunya berdampak positif bagi setiap personil keluarga. Sampai dengan likuidasi PTP V menjadi bagian dari PTPN III, dapat dipastikan dari setiap termijn promosi Direksi akan memuat personil yang berasal dari PTP V. Bahkan di era PTPN pun, masih banyak alumni PTP V yang menduduki posisi Direksi untuk selanjutnya mengakhiri tugas secara alami menjelang dasawarsa kedua tahun 2000.
Prasasti Peletakan Batu Pertama SMP "YPAK".
Dari unsur generasi penerus PTP V, banyak “Anak Sei Karang” yang tersebar diberbagai bidang dan profesi. Sebagai contoh sebagai “Anak Sei Karang” yang menonjol, dapat disebut antara lain. M.S. Kaban, Menteri Kehutanan Kabinet Indonesia Bersatu I (2004-2009) dan tokoh muda politikus PDIP Eriko Sotarduga Sitorus , Anggota DPR RI Komisi V Fraksi PDI Perjuangan dari tahun 2012 sampai saat ini, Anggota Badan Anggaran DPR-RI, dari tahun 2009 sampai saat ini sekaligus Wakil Sekjen DPP PDI Perjuangan dari tahun 2010 sampai saat ini.
Acara Reuni Dwitahunan Alumni Sei Karang.
 Dengan latar belakang keluarga perkebunan, adalah jamak bila keturunan mengambil bidang yang sama dengan orang tuanya. Sangat banyak “Anak Sei Karang” yang berprofesi sebagai planters, pada beragam bidang dan berbagai strata. Dari jumlah yang banyak tersebut, satu diantaranya adalah Ahmad Gusmar Harahap ; kelahiran Sei Karang, menyelesaikan pendidikan dasar di Sei Karang dan saat ini menjabat sebagai Direktur PTPN I Langsa.
---------------------------------------------------
 


Tuesday, May 31, 2022

Medansche Centrale Pasar

Didasari rapat Dewan Kota (Gementeeraad) Medan pada 29 April 1929 maka diputuskan untuk melanjutkan pembangunan pusat pasar di areal bekas Medansche Pardenraan Baan (Pacuan Kuda) biaya anggaran sebesar 1.567.208 Gulden. Perencanaan dan pelaksanaan dipimpin oleh Arsitek J.H. Valk yang mengambil idea dasar gabungan bentukan toko dan katedral yang panjang dan sempit di Belanda, bergaya De Stijl dengan adaptasi iklim tropis. Lokasi pembangunan meliputi kawasan antara Wihelmina Straat (Jl Sutomo) dengan Sport Laan (Jl Bulan) dan Hakka Straat (Jl MT Haryono) dengan Bali Straat (Jl. Veteran).

Awalnya ada kekhawatiran bahwasanya bangunan pasar akan merusak keindahan lingkungan bangunan Eropa yang sudah ada, kekhawatiran ini disikapi secara cerdik dengan membangun lods yang dikelilingi  pertokoan dan perumahan dengan fascade menghadap bangunan Eropa yang ada ; hal ini juga memberi kesan tampilan kawasan hunian bagi complex yang dibangun.  

Medansche Centrale Pasar tahun 30an

Medansche Centrale Pasar tahun 40an
Medansche Centrale Pasar tahun 50an
Complex didesain dalam gaya arsitektur modern disebut Nieuwe Bouwen.  Area desain terdiri dari empat lods masing masing berukuran 115 X 36 m2 dikelilingi 183 ruko yang terdiri dari 60 bangunan untuk pribumi, 60 bangunan untuk pedagang Cina, 60 bangunan untuk pedagang keturunan Asia Timur dan 3 (tiga) bangunan lainnya untuk perkantoran dilengkapi dengan bioskop sebagai sarana hiburan. 

Ciri khas dari desain yang dibuat dapat dilihat dari setiap pengakhiran deretan ruko terdapat bangunan tiga lantai yang memiliki menara. Dari pangkal koridor hingga ke ujungnya terdapat sebelas bangunan yang mempunyai menara pada sudutnya. 

Vischpasar/Pasar Ikan (sejatinya bukan cuma ikan tetapi hewan secara umum) dibeli pada 1 Juni 1922 dari Tjong Ah Fie dengan luas 62.050 m2 yang fungsinya digantikan Medan Centrale Pasar.
Vischpasar/Pasar Ikan sekarang dikenal sebagai Pajak Ikan Lama
Sebagai ganti area Pacuan Kuda yang digunakan menjadi Centrale Pasar, maka Gementee memberikan pengganti  saat ini dikenal sebagai Kebun Bunga

Selain keanggunan desain bangunannya, Medansche Centrale Pasar pada masanya adalah sarana pasar modern terintegrasi yang dilengkapi pasokan listrik mandiri serta cold storage menjadikannya yang terbaik bukan saja di hindia belanda dan semenanjung tetapi juga di asia timur.

Bali Straat (Jl. Veteran) menjadi poros utama ; menghubungkan pusat pasar dengan stasiun kereta api (disempurnakan dengan pembangunan titi gantung yang berfungsi seperti jalan layang untuk memudahkan arus lalu lintas) dan pembangunan terminal bis di Hoospital Weg (Jl.Sambu) yang tepat berhadapan dengan pintu utama pasar.

 

Medansche Centrale Pasar (Pusat Pasar Medan) resmi digunakan pada tanggal 1 Maret 1933 dimasa Burgemeesters (Walikota) Daniël Baron Mackay dengan pimpinan pertamanya  J. Brinkhuis.

Pada tahun september 1971 dua dari empat lods habis terbakar dan tahun 1978 dua bangunan yang tersisa juga terbakar. Tahun 1974 bangunan baru pusat pasar dari dua lods yang terbakar pada 1971 diresmikan penggunannya dengan nama Pusat Pasar  Mercu Buana ; selanjutnya pada 23 September 1994, bangunan baru pusat pasar dari dua lods yang terbakar pada 1978 diresmikan penggunannya dan dengan nama Medan Mall. Kedua bangunan tersebut (Pusat Pasar dan Medan Mall) dihubungkan sehingga pengunjung dapat berpindah bangunan dengan mudah.
10 November 1969, Tugu Medan Area sebagai simbol perjuangan para Pahlawan Medan Area diresmikan oleh Brigadir Jenderal Leo Lopulisa, Panglima Kodam II/ BB saat itu .
Tugu Medan Area 2022.
            ---------------------------------------------------------------------------------------