Sunday, October 29, 2023

        “Luhut Binsar Pandjaitan Menurut Kita-kita”

Ketertarikan terhadap buku ini berawal saat melihat diskusi Bambang Harymurti dan Uni Lubis disuatu tajaan podcast politik, yang menyinggung isi buku mengenai Luhut Binsar Panjaitan. Kredibilitas Bambang Harymurti dan Uni Lubis yang berkualifikasi wartawan istana mulai zaman orde baru sampai sekarang akhirnya menggerakkan keinginan untuk mendapatkan buku ini

Buku berjudul “Luhut Binsar Pandjaitan ; Menurut Kita-kita”, terbitan Gramedia Pustaka Utama karya Peter F Gontha dan Mahpudi berisi testimoni dari 79 figur tentang Luhut. Buku ini berusaha memberi gambaran LBP sebagai insan secara utuh sebagai manusia yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Peter menjelaskan bahwa buku itu diinisiasi empat bulan sebelum ulang tahun Luhut. Peter mewawancarai banyak tokoh untuk dimintai komentar dalam buku tersebut. Mulai dari kerabat terdekat sampai para pengkritik terhebat.
 
Gambaran dan latar belakang keluarga dapat dilihat dari testimoni Ruth Tina Pandjaitan, (Adik Bungsu Luhut Binsar Pandjaitan; Arsitek Alumni ITB), yang memberi gambaran yang lebih luas mengenai kondisi awal pekerjaan Bonar Pandjaitan sang kepala keluarga. Suatu insight yang lebih dari sekedar informasi sebagai anak kenek Bus, seperti yang sudah terekspose selama ini.

… Sebagai sopir bus trayek Tarutung-Bukit Tinggi, dalam suatu perjalanannya Bonar Pandjaitan mendapat informasi bahwa perusahaan minyak Caltex di Rumbai membutuhkan tenaga mekanik kenderaan, Bapak berangkat melamar. Ia diterima. Maka diputuskannya tinggal terlebih dahulu di Rumbai dan baru setelah itu istrinya Siti Frida Naiborhu dan anak-anak menyusul (p 340).

Setelah menjadi pekerja, Bonar Pandjaitan bekerja keras dan selalu mengupgrade dirinya hingga terpilih dikirim untuk peningkatan kemampuan ; dua kali ke Cornell University dan dua kali ke University Of Oklahoma di Amerika  termasuk saat mama mengandung Ito Timbo (p 340). 

Kondisi ekonomi sebagai pegawai menengah di PT.Caltex tentunya juga membawa dampak kesejahteraan keluarga, seperti memiliki mobil pribadi yang merupakan benda mewah saat itu ; … Dan ketika Ito Luhut jatuh hati kepada seorang gadis batak yang kelak menjadi istrinya, Devi Simatupang, saya menjadi juru antarnya. Sayalah yang menjadi sopir yang mengantar Ito Luhut apel kerumahnya (p 343).

Pendidikan

Luhut Binsar Pandjaitan, dibesarkan dilingkungan orangtua yang mempunyai visi pendidikan besar. Kartini Panjaitan, (adik ke 2 ; dosen, peneliti arkeologi UI ; Duta Besar RI untuk Argentina dan Paraguay 2010-2014), memberikan gambaran bagaimana pendidikan direncanakan sangat matang oleh sang Ayah. Yang tergambar sebagai berikut …

… Saat berusia 9 tahun, Ayah mendatangkan guru renang private untuk menjamin pertumbuhan fisik lebih baik dan sehat. Bukan saja tumbuh lebih baik, bahkan Luhut dan Kartini terpilih mewakili Provinsi Riau sebagai atlet renang yang bertanding di PON V Bandung pada tahun 1961 (p 211,212).

Semula anak keluarga Bonar Pandjaitan bersekolah di Perguruan Cendana, Rumbai. Selanjutnya Luhut dikirim ke Bandung untuk menyelesaikan SMA di BPK Penabur dengan harapan bisa masuk ITB. Sementara Kartini  dikirim ke Jakarta, bersekolah di SMA Santa Ursula untuk kemudian menempuh pendidikan di Universitas Indonesia ; bahkan sang Ayah sudah mempersiapkan biaya sekolah lanjutan di Cornell University, Amerika Serikat (p 212).

Peristiwa G30S/PKI tahun 1965 mengubah jalannya rencana ; setamat SMA Luhut masuk AKABRI tahun 1967 setelah sempat bergabung dan menjadi Ketua KAPI Jawa Barat. Keputusan Luhut menjadi taruna sangat mengecewakan sang Ayah, sedangkan sang ibu beserta adik-adiknya merasa bangga. Ketika Luhut lulus dari AKABRI tahun 1970 berpredikat Adhi Makayasa sebagai lulusan terbaik, sang ayah tetap tak bergeming. Demikian pula ketika Luhut masuk pendidikan Kopassus dan meraih baret merah. Sang Ibu sendirian datang ke Pangandaran, Jawa Barat, menyaksikan pembaretan yang langsung dilakukan oleh Panglima tertinggi ABRI Presiden Suharto (p 213).

Selain pendidikan formal ; Luhut juga menjalani pendidikan yang bersifat kedinasan. Seperti disampaikan Sandiaga Uno …

… Ini terjadi tahun 1991, ketika saya sedang mengambil MBA di George Washington University. Saya melihat ada orang Indonesia berseragam militer tengah mengikuti perkuliahan dikelas sebelah. Baru ketika digelar perayaan Tujuh Belas Agustusan dirumah kediaman Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, saya diperkenalkan Dubes AR Ramly dengan pria berseragam militer itu. Orangnya tegas, rapi tapi jarang tersnyum. Ya, dialah Kolonel Luhut Binsar Panjaitan. Ia tengah mengambil Master Public Administration di George Washington University, setelah sebelumnya menyelesaikan pendidikan di National Defense University, Fort Mc Nair, Washington DC pada 1990 (p 348 ). Di National Defense University, Luhut mempelajari Urban Warfare, yaitu bagaimana melumpuhkan suatu kota dan bagaimana membunuh sebanyak banyaknya musuh dengan cepat atau quick killing method” (p 347).

Build a Networking.

Sebagai perwira pasukan khusus, LBP sudah terbiasa memiliki jaringan, suatu hal  yang sudah terlihat semenjak SMA dan makin terasah setelah menjadi perwira. Kemampuan LBP dalam membangun dan membina jaringan terlihat dari testimony Baringin Panggabean, putra Jenderal (Pur) M. Panggabean ; Menhankam/Pangab (1973–1978), sebagai berikut …

… Tiba-tiba ada seorang pria muda berlari dengan sigap membukakan pintu mobil buat Papi. Saya agak kaget, sikapnya sangat hormat kepada Papi. Dari penampilannya, saya yakin dia berlatar belakang militer, badannya tinggi, kurus, tapi tegap, dengan rambut agak panjang dan berkumis. Kepada saya ia memperkenalkan diri sebagai Luhut Binsar Panjaitan (p 67).

… Luhut datang menemui saya dan meminta agar Papi bisa membantunya untuk dicalonkan sebagai Gubernur Sumatera Utara. Sayapun mempertemukan Luhut dengan Papi. Luhut memang pandai meyakinkan, sehingga Papi akhirnya bersedia membantu. Papi menelepon Panglima ABRI saat itu. “Sayang sekali Pak, ketetapan siapa Gubernur Sumatera Utara berikutnya sudah ditetapkan Panglima sebelum saya” jawab Pak Wiranto.

… Luhut tidak menyerah, ia yakinkan Papi agar membujuk Presiden Habibie. Papi mengontak Presiden Habibie yang sedang ke Tokyo.  Presiden Habibie memang menyambut baik dan secara diplomatis akan memperhatikan permintaan Papi. Tapi dilapangan sudah terjadi konsolidasi yang kuat, yang akhirnya menetapkan Mayjen TNI (Purn) Tengku Rizal Nurdin sebagai gubernur berikutnya (p 69).

Makna dan arti dari nama DEL   Devi Pandjaitan Br Simatupang …

 Cukup panjang juga liku-liku perjalanan bersama ini. Penugasan demi penugasan sudah ia jalani, bahkan sering hampir mati. Semakin tua ia juga menyadari penyertaan Tuhan didalam hidupnya. Ia juga merasakan kehidupan kami saat ini karena anugerah dari Tuhan yang Mahakuasa … Akhirnya kami sepakat. Maka diputuskanlah untuk mendirikan sebuah politeknik informasi yang kami beri nama Politeknik IT DEL dibawah Yayasan Simargala (kelak berubah menjadi Yayasan DEL) yang kami bentuk pada 2001. Nama Politeknik itu bermakna pemimpin yang selalu berada selangkah lebih maju dan kebetulan juga singkatan nama kani berdua (p 111-112).

Perkenalan dengan Jokowi. … Kerri Na Basaria Pandjaitan ; putri bungsu LBP.

“Dad, kamu jangan sampai merusak lingkungan begitu, motong-motong kayu itu nanti tidak bagus buat lingkungan. Di Inggris itu kita banyak dicela kayak gitu-gitu”.  Saya mendengar kemudian Papa meminta stafnya untuk mencari mitra bisnis yang tepat untuk mengerjakan bisnis penebangan pohon dari konsesi hutan yang diperolehnya. Rupanya pesan yang saya sampaikan diperhatikan betul oleh Papa. Believe it or not, pesan itulah yang menjadi cerita awal perkenalan Papa dengan Presiden Jokowi, yang saat itu masih menjadi pengusaha mebel dari Kota Solo (p 220).

Tidak Sakti-Sakti Amat … Edwin Soeryadjaya … Edwin adalah penerus bisnis Wiliam Soeryadjaya (pendiri Astra International)

… Melalui Saratoga membeli sebuah perusahaan kilang minyak sebagai bagian dari proyek hilirisasi sumber daya alam yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi. Sayangnya pemerintah berubah-ubah dalam menetapkan formula crude price. (p 133).

Ketika Pak Luhut menjadi Kepala KSP (Kantor Staf Presiden), saya menghadap beliau, berharap dapat dibantu. Beliau memang menyanggupi. Namun tunggu punya tunggu, tak ada  pergerakan berarti. Kolega saya mengarahkan untuk menemui Pak Presiden sekalian. Itupun saya penuhi. Sayang seribu kali sayang, harapan tak kunjung mewujud (p 133).  

Kontroversi … Mohammad Suleman Hidayat ; SE, Alumni Unpad ; Pengusaha, Ketua KADIN 2003-2013.

Kita tak selalu dalam satu persetujuan. Namun perbedaan itu tak membuat kita putus berkomunikasi. Saya pernah ditelepon dia tentang tiga priode masa jabatan kepresidenan. Saya memang termasuk yang menolak wacana itu. Saya berkata, “Kita ketemu didarat saja”. Beberapa hari kemudian saya diundang makan siang dikantornya.

 “Saya dapatkan komitmen investasi dibidang bidang strategis, tetapi pemerintahan ini harus berjalan dengan stabil dan kontinu.” Ia lalu menguraikan bahwa ekonomi adalah masalah utama. Dan pada intinya, pemerintahan ini harus diperpanjang paling tidak satu priode lagi (p 268).

Menteri Segala Urusan … Ito Sumardi ; Komjen Pol (Purn), Drs : Kabareskrim 2009-2011, Dubes RI di Myanmar 2013-2018.

Tentang julukan Pak luhut sebagai Menteri segala urusan, saya pernah mengkonfirmasi kepada Pak Sunardi Rinakit, salah satu orang terdekat Pak Jokowi yang selalu mengikuti rapat terbatas di Istana. “Ya bagaimana Kang Mas? Dalam rapat Pak Presiden kalau ada masalah dan ada pertanyaan ‘Bagaimana nih, siapa yang bisa menangani?’ semua diam, tak ada yang menjawab”, jawab Pak Sukardi. “Kalau sudah begitu, Pak Luhut angkat bicara,’Pak, serahkan kepada saya. Saya bantu atasi”. Jadi tidak heran bila banyak penugasan  jatuh ke tangan Pak Luhut, dan diselesaikan secara sempurna (p 189).

Wakil Presiden … Peter F. Gontha …

Tentang hal ini ada sebuah cerita menarik tentang Luhut. Dalam sebuah pertemuan sambil makan siang dikantornya, Luhut berbicara bahwa dia bersedia menjadi calon wakil presiden mendampingi Presiden Joko Widodo. Apakah omongannya serius atau tidak, saya tidak tahu. Namun saya kurang sependapat. Mendengar sanggahan saya, Luhut tampak kurang senang (p 295).

Over Promised … Rizal Ramli …

Hanya saja Bang Luhut ini terkadang over promised. Ia banyak menjanjikan ini dan itu kepada atasannya. Saya mencatat ada 22 proyek yang dia janjikan. Tapi yang terealisasi dibawah itu. Ya, kalau disana ada real interest dia, jadi itu barang. Pada sisi lain, sebagai prajurit eksekutor ia akan selalu mematuhi perintah pimpinannya. Jadi ketika Presiden perintahkan sesuatu harus diterobos, ia akan terobos juga, meski diapun tahu ada batasnya. Itu yang terjadi ketika dia harus menegosiasi permasalahan Kereta Cepat Bandung-Jakarta pada saat ini (p 317).

------------------------------------------------------------