Intro.
Sawit Seberang adalah nama onderneming (kebun) yang merupakan bagian dari Concessie Batang Serangan, Beneden Langkat. Deli Maatschapij mendapatkan kontrak seluas 59.330 Bouw (41.531 Ha) dari Sultan Langkat Tuanku Sultan Haji Musa Al Khalid Al Mahadiah Muazzam Shah (Tengku Ngah) bin Raja Ahmad (bertahta 1840-1893) pada tahun 1888 yang dieksploitasi menjadi Onderneming (Kebun) Tandjong Slamat (Karet), Ond. Batang Serangan (Karet), Ond. Soengei Litoer (Karet) dan Ond. Sawit Seberang (Kelapa Sawit).
Onderneming en Oliepalmen Fabriek Sawit Sebrang yang didirikan pada tahun 1926 oleh Deli Maatschappij, ditahun 1958 dinasionalisasi ; yang mengubah kepemilikan dan pengelolaan Sawit Seberang ke Republik Indonesia melalui PPN Baru ; tahun 1961 melalui PPN Kesatuan Sumatera Utara II, tahun 1963 melalui PPN Aneka Tanaman II, tahun 1968 melalui PNP II, tahun 1969 otonom sebagai PNP SWS sister company PNP II, 1976 kembali berwadah disatu manajemen dalam PTP II, 1996 melalui PTPN II ,2014 melalui PTPN III Holding dan 2023 melalui PTPN IV PalmCo Regional II.
Hal menarik untuk dijadikan catatan khusus adalah ; Sawit Seberang secara tidak langsung menjadi laboratorium percobaan bagi program pemerintah melalui Departemen Pertanian saat terjadinya pergantian kekuasaan ditahun 1968. Kesan tersebut dapat dirasakan dengan mengamati visi Kabinet Pembangunan I (1968-1973) dimana terlihat program utama kabinet adalah peningkatkan taraf hidup rakyat melalui pembangunan terutama di bidang pertanian, sebagai dasar pembangunan tahap selanjutnya ; sebagai bentuk penjabaran program jangka panjang berkelanjutan produk hukum MPRS dalam bentuk GBHN.
Departemen Pertanian sebagai departemen teknis menjabarkan hal tersebut menjadi konsep pembangunan perkebunan dengan tujuan penyertaan rakyat untuk memperoleh kemakmuran dalam tiga tahapan program Tahap Pertama (1969 - 1972) yaitu, memberikan bantuan kredit bank dunia kepada 7 PNP/PTP ; Tahap Kedua (1973 - 1977) yaitu, merintis prototype proyek Pola UPP dan Pola PIR ; dan Tahap Ketiga (mulai 1977) yaitu, mengembangkan perkebunan dengan pola PIR.
PNP II sebagai induk dari Kebun dan PKS Sawit Seberang menjadi objek langsung implementasi program Departemen Pertanian sebagai berikut ; Program Tahap Pertama melalui Sawit Sebarang Oil Palm Estate Project: Loan No. 15-INO(SF) lebih dikenal dengan Proyek Rehabilitasi Kebun dan PKS Sawit Seberang, Tahap Kedua melalui North Sumatra Rubber and Oil Palm Project: Loan No. 63-INO(SF) lebih dikenal dengan “Proyek Tritura” dan Tahap Ketiga melalui Palm Oil Processing and Smallholder Development Project: Loan No. 499-INO lebih dikenal dengan “Proyek PIR NES ADB Besitang”.
Zaman Pra Kemerdekaan.
Concessie Batang Serangan mulai dieksploitasi pada tahun 1888 diawali dengan budidaya (Karet) Ficus Elastica pada tahun 1901 dan Hevea Brasiliensis ditahun 1907 ; proses yang berlanjut termasuk saat Ond. Tandjong Slamat , Ond. Soengei Litoer dan Ond. Soengei Tassik menjadi bagian Ond. Batang Serangan.
Pada tanggal 7 Desember 1891, Deli Maatschappij mengakuisisi perusahaan Ond. Tandjong Slamat, Ond. Serapo dan Ond. Glen Bervie dari Langkat Maatschappij karena kesulitan likuiditas dan dilikuidasi melalui pelelangan umum. Setelah dilikwidir Ond. Tandjong Slamat tetap mengeksplotasi budidaya tembakau sedangkan dua lainnya ditutup dan kontrak mereka dikembalikan ke Sultan Langkat.
Ond. Sawit Sebrang mulai dieksploitasi tahun 1926, sekaligus menandai dimulainya eksplotasi budidaya kelapa sawit dilingkup perusahaan Deli Maatschappij. Pada dasarnya kelapa sawit bukanlah barang baru bagi Deli Maatschappij, sejak tahun 1918 atas inisiatif GH Andreae, Hoofd Administrateur saat itu (1916 – 1924), kelapa sawit sudah ditanam di lahan seluas 150 Ha di Ond. Batang Serangan. Hasil uji coba yang memuaskan, memberi keyakinan bagi manajemen dan membuat keputusan untuk membuka perkebunan kelapa sawit di Sawit Sebrang pada tahun 1926. Sampai dengan tahun 1930 Ond. Sawit Sebrang telah memiliki luas tanaman 3.500 Ha, dimana kelapa sawit yang ditanam pertama kali ditahun 1927 telah berproduksi.
Pekerjaan konstruksi berbagai bangunan menghabiskan 400 ton besi struktural, 2,2 juta batu bata, dan sekitar 6.000 barel semen Portland yang setara dengan 1.035 Ton, sedangkan untuk prasarana transportasi produksi dibangun jaringan kereta api dengan mengoperasikan lokomotif jaringan jalur sempit sepanjang hampir 100 km (62 mil).
Penyediaan tenaga listrik diperoleh dari pembangkit berupa ketel pipa air, mesin uap horizontal, dan dua dinamo yang memasok energi listrik ke berbagai stasiun kilang. Air yang dibutuhkan untuk kilang dipompa dari Sungai Batang Serangan dan disaring dua kali sebelum digunakan.
Laboratorium dan kantor terintegrasi dengan bangunan pabrik. Di dekat pabrik, terdapat bengkel dengan depo lokomotif, gudang barang, gudang bahan bakar, dan rumah-rumah para pekerja pabrik; semua ini dilindungi oleh saluran pemadam kebakaran dan dilengkapi dengan penerangan listrik, begitu pula rumah para pimpinan.
Pada tahun 1932 Sawit Sebrang Oliepalmen Fabriek selesai dibangun dan setelah menjalani berbagai test untuk peralatan direncanakan memasuki tahapan komisioning pada tahun 1932. Namun terjadinya dinamika perekonomian internasional (malaise) yang diawali dengan jatuhnya pasar saham Amerika pada Oktober 1929 dan menyebabkan anjloknya aktivitas ekonomi secara drastis menyebabkan manajemen Deli Maatschaapij mengambil keputusan untuk menunda tahapan komisioning.
Akhirnya, Sawit Sebrang Oliepalmen Fabriek resmi dioperasikan pada 10 Januari 1933 ditandai dengan pengguntingan pita oleh Ny. Van Houten istri Sekretaris Perusahaan A. J. van Houten yang sekaligus membuka akses ke pintu rebusan (stasiun sterilisasi). Setelah pengguntingan pita ; H.C.A. Gransberg pelaksana Hoofd Adminstrateur Deli Maatschappij bahwasanya pabrik telah resmi beroperasi diiringi sorak sorai dari para hadirin dan sirene pabrik yang meraung-raung.
Masa Kemerdekaan.
Semasa revolusi sosial pasca proklamasi ; Sawit Seberang tercatat dan menjadi bagian kronologi kejadian malam kelam 3 Maret 1946 di Istana Kesultanan Langkat. Geografis Sawit Seberang yang berjarak 25 Km dari Tanjung Pura menjadi pilihan gerombolan komunis sebagai tempat penahanan Sultan Langkat dan keluarganya.
Gerombolan komunis menyerang istana tengah malam dan menjelang subuh seluruh penghuni istana termasuk Sultan beserta keluarga dan para pejabat dibariskan dan dengan sehelai kain sepinggang dipaksa berjalan kaki menuju perkebunan Sawit Seberang. Rombongan ini selanjutnya dipecah menjadi beberapa kelompok, kelompok pertama dibawa ke dekat sungai di sekitar Sawit Seberang dan langsung dipenggal kepalanya satu persatu. Sementara kelompok Sultan dengan anak dan istrinya melanjutkan perjalanan dan ditawan di perkebunan Sawit Seberang.
Dari Sawit Seberang sebagian tawanan Kesultanan Langkat dipindahkan ke Kamp Umum Kampung Merdeka Berastagi dan lainnya termasuk Putri Sultan diselamatkan pasukan TKR dan dibawa ke Medan. Belakangan setelah ditangkap laskar Hizbullah yang bersimpati terhadap Kesultanan Langkat, 2 pimpinan Laskar yaitu Marwan dan Usman parinduri yang juga merupakan pemerkosa Putri Sultan itu mengakui membunuh 13 orang di Sawit Seberang. Marwan dan Usman parinduri yang bersalah ditangkap dan dihukum mati oleh organisasi pemuda Islam.
Masa Orde Baru.
Pergantian rezim tahun 1966 membawa arah baru dalam pengelolaan perkebunan. Program Kabinet Pembangunan I (1968-1973) dengan program Proyek Peremajaan Rehabilitasi Perluasan Tanaman Ekspor (PRPTE) untuk mendapatkan devisa menjadi pembuka jalan bagi PNP II termasuk kebun Sawit Seberang untuk merehabilitasi tanaman maupun sarana dan prasarananya. Program yang diselenggarakan secara nasional tersebut, bersifat interdep dengan Departemen Pertanian sebagai koordinator didampingi departemen teknis terkait, sedangkan sumber pendanaannya berasal dari World Bank.
PNP II yang sudah diappraise pada tahun 1967 mulai menjalani program proyek rehabilitasi ditahun 1969. Didalam pelaksanaannya, kontrak kredit dari Asian Development Bank untuk PNP II mempunyai keistimewaan tersendiri ; karena dalam persyaratannya PNP II dan Kebun Sawit Seberang dipisah secara administratif menjadi PNP II dan PNP SWS. Pemisahan tersebut bertujuan agar PNP II (standalone) secara financial bisa memenuhi persyaratan kredit perbankan (bankable). Selain itu bagi Kebun Sawit Seberang (standalone) sebagai proyek membutuhkan rentang kendali yang lebih pendek dan agar bisa berkoordinasi dengan Direksi secara langsung tanpa melalui birokrasi bagian teknis.
PNP II mendapat kredit rehabilitasi perkebunan sebesar US$ 7.410.000 (North Sumatra Rubber and Oil Palm Project : Loan No. 63-INO(SF)) dan PNP SWS sebesar US$ 2.400.000 (Sawit Seberang Oil Palm Estate Project : Loan No. 15-INO(SF)) yang disepakati kontraknya pada Oktober 1969.
“Proyek Rehabilitasi Kebun dan PKS Sawit Seberang“ atau Sawit Sebarang Oil Palm Estate Project: Loan No. 15-INO(SF).
Sawit Sebarang Oil Palm Estate Project adalah proyek pertama World Bank di sektor perkebunan. Proyek ini bertujuan merehabilitasi 9.061 Ha existing plants dan menanam 2.441 Ha extended area kelapa sawit di Sawit Seberang, sedangkan untuk fasilitas pengolahan proyek berkonsentrasi pada rehabilitasi dan revitalisasi pabrik kelapa sawit dengan target mencapai kapasitas 30 ton tandan buah segar (TBS/Jam).
Biaya keseluruhan proyek direncanakan US$ 5.100.000 sedangkan yang didanai bank sebagai paket pinjaman adalah sebesar US$ 2.400.000. Konsentrasi utama pada proyek ini adalah perlengkapan produksi tanaman, peralatan perkebunan dan pabrik, kendaraan, perumahan dan infrastruktur pendukung lainnya ; dengan unsur pendukung jasa konsultan agronomi, manajemen perkebunan, manajemen operasional pabrik serta pelatihan staf. Proyek mulai diimplementasi pada tahun 1970 dan direncanakan selesai pada tahun 1975.
Pada saat pelaksanaan terjadi deviasi terhadap pada target program penanaman kelapa sawit dan rehabilitasi pabrik ; seperti kekurangan bibit karena kurang detailnya kebutuhan jumlah tegakan. Deviasi tersebut menyebabkan bertambah lamanya waktu penyelesaian proyek dari yang direncanakan.
Pada saat dilakukan penilaian, kinerja kebun menunjukkan hasil yang baik. Kondisi tanah dan agroklimat mendukung tumbuhnya kelapa sawit, disertai aktifitas pemeliharaan tanaman yang memuaskan. Hasil panen puncak telah melampaui 25 ton/Ha TBS yang untuk sebagian besar perkebunan baru dan lahan rehabilitasi muda dinilai memuaskan dibandingkan dengan lahan kelapa sawit lainnya di Indonesia maupun mancanegara. Hasil panen yang tinggi ini terus berlanjut seiring bertambahnya usia kelapa sawit, dan hasil panen kelapa sawit berusia 22 dan 23 tahun tetap di atas 15 ton/ha. Hasil panen rata-rata dengan perbaikan Proyek lebih dari dua kali lipat hasil panen pra Proyek sebesar 9 ton/ha. Tingkat ekstraksi pabrik kelapa sawit cukup memuaskan, yaitu sekitar 20,15 persen untuk minyak sawit dan 4,30 persen untuk inti sawit.
“Proyek Tritura” atau North Sumatra Rubber and Oil Palm Project: Loan No. 63-INO(SF).
Ketika Proyek Rehabilitasi Sawit Seberang memasuki tahap akhir ; PNP II mendapat penugasan untuk membangun satu kebun yang originally baru. Proyek ini merupakan ujian kemampuan terhadap manajemen PNP, mengingat sampai saat itu belum ada kebun yang didesain, dibuka, dibangun dan berproduksi oleh komponen Republik Indonesia.
Secara konsep, proyek ini bertujuan untuk meningkatkan pasokan minyak nabati dalam negeri dan ekspor minyak sawit dan inti sawit. Sedangkan dari sudut implementasi proyek ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan ekspor bagi pemerintah.
Analisa kredit yang disetujui pada Maret 1971 memperhitungkan kebutuhan biaya mencapai US$ 20.800.000 dengan pendanaan bank sebesar US$ 7.500.000 sedangkan sisanya ditanggung pemerintah. Dalam proyek ini, PNP II diproyeksikan membangun perkebunan kelapa sawit baru seluas 7.500 Ha (Realisasi 9.671 Ha, mulai Tahun Tanam 1972).
Proyek diresmikan pada hari Senin tanggal 2 September 1974 dengan nama “Kebun Sawit Hulu” oleh Dirjen Perkebunan A. Muluk Lubis. Selama Kebun Sawit Hulu belum mempunyai pabrik, produksinya diolah di PKS Sawit Seberang.
Epilog.Bagi kebanyakan orang, Sawit Seberang mungkin cuma dipandang sebagai entitas agribisnis. Tetapi ; kalau kita mendalami panjangnya rentang waktu yang telah dilaluinya, membuat kita merenung sejenak akan eksistensinya.
Difase akhir 1960an sampai 1980an ; tanpa deklarasi maupun upaya untuk menarik perhatian khalayak (yang sekarang akrab disebut pencitraan), Sawit Seberang dan PT Perkebunan II sebagai government enterprise entity menyelesaikan tantangan dari Asian Development Bank Cq World Bank.
Tantangan berupa program didasarkan kepada penjabaran program jangka panjang berkelanjutan sebagai produk hukum MPRS dalam bentuk GBHN yang menjadi konsentrasi Kabinet Pembangunan I (1968-1973) ; sebagai interpretasi program peningkatkan taraf hidup rakyat melalui pembangunan terutama di bidang pertanian, yang menjadi dasar pembangunan tahap selanjutnya.
Departemen Pertanian sebagai departemen teknis, merumuskan hal tersebut dalam tiga tahapan sebagai berikut ; Tahap I (1969 - 1972) yaitu, memberikan bantuan kredit bank dunia kepada 7 PNP/PTP ; Tahap II (1973 - 1977) yaitu, merintis prototype proyek Pola UPP dan Pola PIR ; dan Tahap III (mulai 1977) yaitu, mengembangkan perkebunan dengan pola PIR.
PN Perkebunan II sebagai korporasi menjadi implementer dari perumusan ini dalam obyek ; Proyek Revitalisasi Kebun dan PKS Sawit Seberang pada Tahapan I, Proyek Tritura pada Tahapan II dan Proyek PIR Besitang pada tahapan III.
Sehingga tidaklah berlebihan bila disimpulkan bahwasanya Sawit Seberang menjadi ruang pembuktian kemampuan BUMN Planters menghadapi tantangan melalui eksperimen dan uji coba rencana besar program jangka panjang berkelanjutan.
---------------------------------------------------