Wednesday, November 13, 2024

RS Gerhard L Tobing, Tanjung Morawa.

Hospitaal Te Tandjong Morawa.
Setiap maskapai perkebunan besar di Sumatra Timur saat itu, memiliki fasilitas dan tenaga kesehatan sendiri termasuk Senembah Maatschappij sejak masih dikelola Firma Naeher & Grob.

Pada awalnya tenaga kesehatan adalah juru rawat dan peracik obat dari India yang didatangkan melalui Penang dan secara perlahan digantikan oleh dokter Eropa. Tahun 1889 jumlah dokter Eropa di Deli sudah mencapai dua belas orang, mereka bertugas melayani 700 orang Eropa dan puluhan ribu kuli perkebunan.
Senembah Maatschappij memiliki sarana pelayanan kesehatan berpusat di Tanjung Morawa yang dibangun tahun 1882 bernama Hospitaal Te Tandjong Morawa dikepalai oleh seorang dokter Jerman bernama dr. Hauser. Hospitaal Te Tandjong Morawa adalah pusat fasilitas kesehatan perusahaan yang memiliki fasilitas rumah sakit pembantu di di Soengei Bahasa, Patoembah, Goenoeng Rinteh (khusus pasien Kolera), dan di Boentoe Bedimbar (khusus pasien Beri-Beri). dr. Hauser digantikan dr. Löbell untuk selanjutnya diteruskan oleh dr. Voorthuis ; para dokter ini sangat berdedikasi ke perusahaan.
 
Dokter Wilhelm August Paul Schüffner.
Dalam usaha menekan tingginya tingkat kematian pekerja, pada tahun 1903 perusahaan mendatangkan seorang dokter peneliti mikroskopik longitudinal pada parasit malaria. Dokter asal Jerman lulusan Universitas Leipzig tersebut bernama dr. WAP Schuffner diharapkan untuk melakukan penelitian agar dapat menanggulangi penyakit-penyakit yang mewabah di perkebunan.
Dokter Wilhelm August Paul Schüffner (1867-1949) adalah seorang Jerman yang menyelesaikan pendidikannya sebagai spesialis bedah pada 1892 di Leipzig. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Schuffner bekerja sebagai assisten selama 5 tahun sampai keberangkatannya ke Deli pada tahun 1897 sebagai dokter di Senembah Maatschappij.
dr. Schuffner memulai pekerjaannya dengan meneliti dan mencari tahu apa hubungan kesehatan yang buruk dengan keadaan wilayah setempat. Selanjutnya dengan dibantu 
dr. Maurer, dokter dari Deli Maatschappij  dan dr A. Kuenen dokter dari Senembah Maatschappij, melakukan penelitian di Laboratorium Pathologi yang didirikan perusahaan di Tanjung Morawa pada 1907 dimana dr. Schuffner menjadi direkturnya.
Laboratorium yang dibiayai Deli Maatschappij, Senembah Maatschappij dan Medan Tabak memberikan  kompensasi berupa kesediaan melayani perusahaan donatur dalam hal memberi petunjuk teknis bidang kesehatan.

Hasil penelitian yang dipublikasikan melalui Geneeskundig Tijdschrift voor Nederlandsch Indie (Jurnal Medis Hindia Belanda) ternyata mampu menarik perhatian para akademisi kesehatan tropis.

Dibawah pimpinan dr. Schuffner, Laboratorium Tandjong Morawa  berhasil menemukan  penyebab penyakit anemia, beriberi, dan malaria serta bagaimana cara mengatasinya.  Hasil penelitiannya diterapkan bukan saja dalam lingkungan perkebunan tetapi juga didunia kedokteran.
Seringnya pejabat Dinas Kesehatan Masyarakat dan pengawas dari Dinas Tenaga Kerja berkonsultasi dengan Schüffner berkaitan dengan penanggulangan penyakit tropis ; menyebabkan Schüffner sering bepergian ke pedalaman untuk memastikan apa yang terjadi. Kondisi ini akhirnya membuat pemerintah memberikan jabatan khusus bagi Schuffner dengan tetap membebaskannya bekerja di Tanjung Morawa berstatus sebagai pegawai pemerintah.
Pada tahun 1922 Schüffner mengakhiri pekerjaannya di Hindia Belanda. Sekembalinya ke Belanda, Schüffner diangkat menjadi Profesor di Tropical Hygiene di Universitas Amsterdam dan sebagai Direktur Tropical Hygiene di Koninklijk Koloniaal Instituut. Pada tahun 1928 Schüffner diangkat menjadi Ketua Komisi Malaria Liga Bangsabangsa di Jenewa.

Schüffner menerima penghargaan sebagai anggota Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen, Amsterdam; juga dari Duitse Academie van Wetenschappen di Leopoldina serta Medali Emas dari Hanseatic University of Hamburg serta masih banyak penghargaan yang lain.
 
Untuk mengisi waktu luangnya, Schüffner  menyukai hobby berburu selain hobby berkendara. Schuffner adalah inisiator dan menjadi Ketua Deli Automobiel Club, klub mobil  pertama di Sumatra Timur yang beranggotakan para Sultan, Bangsawan serta para Tuan Kebun.
 
Meskipun mempunyai kontribusi yang besar terhadap layanan kesehatan, warisan Schüffner bukannya tanpa kontroversi. Schüffner dan rekan-rekannya lebih menyukai pemberian sanksi hukuman dan menyatakan bahwa pendapatan dan kesehatan pekerja merupakan indikator penting keberhasilan perusahaan.  Motivasi di balik pendekatan para dokter ini terkait dengan kepentingan ekonomi perusahaan, karena peningkatan kesehatan pekerja berarti peningkatan keuntungan. Pekerja yang lebih sehat dapat bertahan dengan jam kerja yang lebih lama, meskipun bekerja dalam kondisi yang seringkali tidak adil, termasuk karena takut akan hukuman.

Berkat karya dan pidato  Schüffner 
Tropical Hygiene Koninklijk Koloniaal Instituut pada tahun 1934, leptospirosis diakui sebagai penyakit yang umum dan penting pada manusia dan hewan.

Banyak orang mengingat kebaikan dan kemurahan hati Schüffner ; yang sayangnya menjadi berubah ketika Jerman menduduki Belanda saat PD II. Keberpihakan Schüffner kepada rezim Nazi merontokkan segala penghormatan yang dimilikinya.
 
Ketika Jerman menginvasi Belanda pada tahun 1940 ia menjadi pendukung setia Nazi, sehingga ketika Belanda kembali berdaulat maka segala pengormatan kepadanya dicabut. Di Medan,sebelumnya ; sebagai penghormatan atas jasa Schüffner, pemerintah menjadikan namanya sebagai nama jalan dikawasan penduduk Eropa di Polonia. Saat semua penghormatan kepada Schuffner dicabut, nama jalan tersebut juga turut berubah dari  Schüffnerlaan menjadi Kuenenlaan (nama koleganya di Tanjung Morawa) ;  dan saat ini jalan tersebut dikenal sebagai Jalan KH Ahmad Dahlan, Medan.
Dokter Wilhelm August Paul Schüffner meninggal dunia pada tahun 1949, meninggalkan warisan signifikan terhadap pengobatan tropis dan kesehatan masyarakat.

Gerhard Lumban Tobing

Gerhard Lumban Tobing adalah putra dari Raja Aristarchus Lumban Tobing ; anak kedua dari Raja Pontas Lumban Tobing (1835—1900), Raja Huta dan dan Raja Paidua (Wakil Jaihutan) di Pearaja, Tarutung. Raja Pontas Lumban Tobing dengan nama baptis Obaja Lumbantobing adalah pengikut Ludwig Ingwer Nommensen yang dibaptis pada tanggal 27 Agustus 1865. Pemikiran yang maju dan kedekatan dengan para misionaris Eropa membuat anak-cucu Raja Pontas maju dalam pendidikan dan pekerjaan.
 
Tahun 1902 Raja Aristarchus meninggal dunia saat baru dua tahun menggantikan Raja Pontas, dan digantikan abangnya, Raja Herman.  Tahun 1905, Raja Herman menyusul meninggal dunia, sehingga posisinya sebagai Raja Huta dan Raja Paidua digantikan putra pertamanya, Raja Gajus ‘Kesar’ Lumban Tobing.
 
Raja Gajus inilah yang memberikan tanah kepada Pendeta Metzier dan Ydens di Sigompulon untuk mendirikan Hollands Bataksche School yang  pertama ditanah Batak bagian utara. Sesudah Indonesia merdeka, lokasi dan bangunan sekolah itu menjadi sekolah negeri.
 
Salah satu putra dari Raja Aristarchus Lumban Tobing adalah Raja Gerhard Mangidotua Lumban Tobing  yang dilahirkan pada 30 Juni 1902 di Pearaja ; Raja Gerhard Mangidotua Lumban Tobing lebih dikenal sebagai dr. Gerhard Lumban Tobing seperti yang disematkan sebagai nama rumah sakit umum milik PT Perkebunan I Regional 1 di Tanjung Morawa.

dr. Gerhard Lumban Tobing menjalani pendidikannya di Hollands Bataksche School, Sigompulon (1911-1917), Europesche Lagere School, Jakarta  (1917-1918) dan selanjutnya menyelesaikan pendidikan dokter pribumi di STOVIA School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (1918-1928) di Jakarta.

Setelah menyelesaikan pendidikan kedokterannya, dr. Gerhard Lumban Tobing diangkat sebagai sebagai dokter pemerintah dan pertamakali ditempatkan di Semarang (1928-1929). Kemudian mendapatkan promosi menjadi pimpinan di RS Amuntai, Kalimantan Selatan (1929-1933).
 
Tahun 1935-1937 ; dr. Gerhard Lumban Tobing kembali ditempatkan di Semarang dan selanjutnya menjadi pimpinan di RS Mardi Dojo di Magetan (1929-1933) sebelum melengkapi penyetaraan gelar dan mendapatkan brevet spesialis bedah di Leiden (1937-1939).

Sekembalinya dari Leiden, dr. Gerhard Lumban Tobing ditempatkan sebagai pimpinan RS Bengkalis (1939-1945) dan pimpinan RS Siak Sri Indrapura di Riau (1945).

Dimasa revolusi kemerdekaan, dr. Gerhard Lumban Tobing bekerja sebagai pimpinan di RS Katarina, Kisaran. Arus gejolak revolusi membawa  dr. Gerhard Lumban Tobing ikut berjuang sebagai Kapten di TRI Angkatan Laut dan Majoor di  TRI Angkatan Darat.
Dalam suatu kontak senjata antara TRI dan pasukan Belanda di daerah Rambutan dekat Kota Tebing Tinggi pada 29 Juli 1947, dr. Gerhard Lumban Tobing tewas tertembak dan jenazahnya dibawa ke Hospitaal Te Tandjong Morawa. Jenazah dr. Gerhard Lumban Tobing dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Tarutung.
 
Major dr. Gerhard Lumban Tobing meninggal dunia diusia 45 tahun, meninggalkan seorang istri Hermina Simorangkir (L.1911) dan empat orang anak Radja Apoel P. Loemban Tobing (L.1931), Minar Loemban Tobing Rony (L.1932), Demak Loemban Tobing Mark (L.1943) dan Bistok P Loemban Tobing (L.1947).
 
Berdasarkan keputusan Direktur Utama PN Perkebunan II Kolonel MD. Nasution pada tahun 1969, yang dituangkan dalam keputusan No : II.0/KPTS/3/1969, Rumah Sakit PNP-II Tanjung Morawa ditetapkan namanya menjadi Rumah Sakit dr. Gerhard Lumban Tobing PNP II Tanjung Morawa.
------------------------------------------------------

Monday, November 11, 2024

NHM Motor Penggerak Perekonomian Sumatra Timur...

Gedung Bank Mandiri di Jalan Balaikota No. 8-10, Medan, bagi sebagian orang diingat sebagai gedung Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Eksim). Dibangun pada tahun 1928 gedung hasil rancangan arsitek Cornelis van de Linde (1886-1941) dengan konsultan JJJ de Bruyn, resmi digunakan pada tahun 1932 sebagai Kantoor NV Nederlandsche Handel Maatschappij Agentschap Medan.
Nederlandsche Handels Maatschappij diinisiasi (juga sebagai pemegang saham terbesar) Raja Willem I sebagai pengganti Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada tahun 1824. Tujuan lain adalah menghidupkan kembali perekonomian Negeri Belanda yang hancur akibat peperangan dengan Belgia.Di Hindia Belanda, kehadiran NHM sebagai perusahaan pendanaan dan investasi dimulai dengan berdirinya kantor pusat (Factorij) di Batavia pada tahun 1826 dengan kantor agensi di Semarang, Surabaya dan Padang.
 
Penerapan Cultuurstelsel  (sistem tanam paksa) ditahun 1830-1870 yang dipelopori oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch menjadikan NHM sebagai elemen finansial pada program tersebut. NHM berperan ganda ; menyediakan kebutuhan bahan dan barang serta melakukan pembelian produksi Cultuurstelsel dan menjualnya kepasar internasional.
 
Sistem Cultuurstelsel ini mewajibkan petani menyetor seperlima hasil panen yang telah ditentukan sebelumnya. Bagi NHM sebagai mitra finansial utama, kondisi tersebut menyebabkan fokus bisnisnya lebih besar ke perdagangan komoditas ketimbang finansial. NHM aktif berbisnis komoditas seperti teh, kopi, gula, rempah dan lainnya yang memberikan keuntungan yang sangat besar bagi perusahaan.

NHM Medan.

Pada awalnya para nasabah/customer dari Sumatra Timur dilayani melalui kantor NHM Agentschap Singapore, sehingga para planters maupun pebisnis yang membutuhkan pelayanan perbankan terutama pelayanan fasilitas kredit harus ke Singapore untuk mendapatkannya.

Berkembangnya potensi Sumatra Timur dengan meningkatnya eksploitasi perkebunan secara otomatis meningkatkan volume transaksi dan pekerjaan. Eskalasi peningkatan semakin terasa setelah NHM mengikat perjanjian kontrak bagi hasil dengan perusahaan perkebunan serta bertindak sebagai agen penyedia jasa perekrutan tenaga kerja. 

Peningkatan eskalasi tersebut dan pertimbangan efisiensi serta biaya akhirnya membuat NHM Agentschap Singapore membuka kantor pembantu di Medan (Sub Agentschap) dengan menyewa ruangan di Hotel De Boer.

Sejak awal keterlibatannya di Sumatra Timur ; secara alami NHM Medan membentuk karakteristiknya sendiri yaitu perbankan sebagai bisnis utama (banken) dan ; usaha perkebunan (cultuurzaken) sebagai bisnis tersendiri.

Tidak lama beroperasi sebagai Sub Agentschap serta dinamisnya bisnis ditengah bonanza perkebunan  berupa peningkatan volume pekerjaan maupun assets menjadi alasan utama peningkatan status menjadi Agentschap. NHM Agentschap Medan diresmikan pada 1 Maret 1888 dengan berkantor di  Cremer Weg  bersebelahan dengan Kantor Dagang  F.Kehding.

Pendapatan utama (hingga awal abad ke 20) NHM adalah transaksi valuta, dan setelahnya barulah pendapatan dari aktifitas sebagai lembaga pembiayaan bisnis perkebunan dengan memenuhi kebutuhan modal kerja.

Pemenuhan kebutuhan modal kerja secara praktek dilakukan dengan memenuhi kebutuhan modal kerja yang paralel dengan praktek konsinyasi hasil produksi. Praktek bisnis ini merupakan pengembangan aktifitas baru selain kegiatan konvensional yaitu pemberian pinjaman yang telah dilakukan sejak awal.

Pada tahun 1932 NHM Agentschap Medan memasuki kantor milik sendiri setelah berkiprah di Sumatera Timur selama 43 tahun. Dimulai dengan berkantor di Hotel de Boer, menyewa gedung milik F.Kehding dan akhirnya menempati gedung sendiri.

Proses pembangunan gedung NHM Agentschap Medan memakan waktu yang lama dan proses yang berbelit. Hal tersebut dapat dimengerti, mengingat lokasi yang diinginkan manajemen adalah sebidang tanah yang telah digunakan sebagai gereja.

 
Setelah melalui proses yang panjang, pada tahun 1921 tanah seluas 1.364 M2 tersebut akhirnya dapat dimiliki dengan harga 95.500 Gulden dan tambahan 72,40 M2 secara tukar guling dengan fihak gemeente . Gedung kantor bertingkat 4 dengan luas bangunan 3.000 M2 milik NHM Agentschap Medan ini dimulai pembangunannya pada tahun 1929. Bangunannya dirancang Cornelis Van de Linde dan selama proses pembangunan diawasi oleh JJJ de Bruyn ini menelan biaya sebesar 1.000.000 Gulden.

NHM Agentschap Medan dibangun bersamaan dengan pembangunan NHM Factorij di Batavia yang juga dirancang oleh Cornelis Van de Linde, sehingga tidak mengherankan jika kedua bangunan mempunyai kemiripan baik eksterior maupun interiornya ; perbedaan cuma terletak pada skala bangunannya saja.

Fungsi penggunan bangunan NHM Agentschap Medan dibagi menjadi 2 ; Divisi Bank (Bank Zaken) yang dimasuki dari pintu samping di Demmeni Weg ; Jl. Raden Saleh sekarang dan Divisi Perkebunan (Cultuurzaken) dari pintu depan di Cremer Weg ; Jl. Balaikota sekarang.

Saat ini bekas ruangan NHM Agentschap Medan Divisi Perbankan (Bank Zaken) masih berfungsi digunakan sebagai Bank Mandiri Medan Balaikota ; demikian juga dengan Divisi Perkebunan (Cultuurzaken) masih ada dan berfungsi sebagai unit pemasaran hasil komoditas perkebunan BUMN dengan nama INACOM.

Time line transformasi dari gedung NHM Agentschap Medan sesuai dengan usianya tentulah mempunyai sejarah yang panjang. 

Divisi Cultuurzaken.

Saat terjadinya nasionalisasi perusahaan milik Belanda termasuk perkebunan pada tahun 1959 ; NHM Agentschap Medan Divisi Cultuurzaken langsung merasakan dampaknya. NHM Agentschap Medan Divisi Cultuurzaken dinasionalisasi dan berubah nama menjadi PPN (Perusahaan Perkebunan Negara) Baru dengan tugas pokok menjadi pemasar produk PPN di Sumatera Utara.
Hal ini terus berlangsung sampai pada 1968 saat dibentuknya Kantor Pemasaran Bersama Nusantara (KPB) di Surabaya, Jakarta dan Medan. Pada saat yang sama terbentuk juga Kantor Administrasi Hasil (KHA) Gula di Jakarta.
 
Pada tanggal 26 Februari 1990, berdasarkan keputusan Direksi PNP/PTP I-XXIX maka KPB Surabaya, KPB Medan serta kantor Administrasi Hasil Gula dan Asosiasi Pemasaran Bersama Perkebunan (APBN) dilebur menjadi KPB PTP dengan pusat di Jakarta.

Pembentukan KPB ini mengakhiri mekanisme sejak masa NHM ; dengan penetapan managing director sebagai pengelola dan Dewan Badan Musyawarah Direksi (BMD) PNP/PTP I-IX sebagai pengambil keputusan tertinggi antara lain untuk penetapan harga dan alokasi penjualan hasil produksi PNP/PTP. 
 
Sejalan dengan restrukturisasi PTP menjadi PTPN pada 1996 ; maka pada tahun 2009, KPB bertransformasi menjadi perusahaan perseroan dengan nama PT KPB Nusantara sebagai anak usaha dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN I-XIV) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (PT RNI).

Pada tahun 2019, KPBN melakukan rebranding menjadi INACOM dan masih berlangsung sampai saat ini.

Divisi Bank.

Pada tanggal 30 November 1960, NHM dinasionalisasi berdasarkan pada PP no. 44/1960 dan PERPU No. 41 tahun 1960 menjadi Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM).

Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) 3 No. 9 tahun 1965, BKTN diintergrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan.

Tahun 1965 Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit I bidang Rural/ekonomi masyarakat pedesaan, sedangkan eks NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor (Exim).
Berdasarkan Undang Undang No. 14 tahun 1967 dan Undang Undang No. 13 tahun 1968, pemerintah mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Bank Negara Indonesia Unit I Bidang Rural (eks BKTN) berubah menjadi Bank Rakyat Indonesia sedangkan Bank Negara Indonesia Unit II (Eks NHM) Bidang Ekspor Impor menjadi Bank Ekspor Impor Indonesia.

Pada bulan Juli 1999, empat bank milik pemerintah Indonesia, yakni Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia, serta Bank Pembangunan Indonesia digabung menjadi Bank Mandiri  sampai hari ini.

-------------------------------------------------------------------------------------------

Wednesday, November 6, 2024

Bekala Dari Masa ke Masa ...

Sejarah panjang Bekala dimulai dari eksploitasi yang dilakukan dua orang planters Belanda bernama Romer dan Krol.

Pada mulanya ; Romer dan Krol mendapatkan hak konsesi dari Sultan Deli untuk sebidang tanah seluas 4.240 Bahu (2.968 Ha) yang dikenal dengan nama ‘Sipoet’ di Urung Sepuluh Dua Kuta pada 27 Agustus 1875. Nama ‘Sipoet’ sendiri berasal dari nama suatu kampung ditepian Sungai Bekala yang merupakan translasi dari nama lokal Lau Cih (‘Lau’ berarti ‘sungai’ dan ‘Cih’ berarti ‘siput’/Karo), lihat ; peta KITLV Kaart van het Rijk Deli 1876 / terlampir.

Romer dan Krol secara bersama mendirikan kebun ‘Sipoet’ dengan mempekerjakan 536 tenaga kerja tetap untuk membudidayakan tembakau, di areal yang terletak diantara Sungai Bekala dengan Sungai Babura tersebut. Usaha mereka berjalan dengan baik dan pada tahun 1877 mereka berhasil melakukan panen perdana dan mengirimkan hasil produksinya ke Amsterdam.

Tidak didapat informasi apa penyebabnya, tetapi pada tahun 1880 kebun ‘Sipoet’ beralih kepemilikan dari Romer dan Krol saat diakuisisi ‘Deli Maatschappij’ dan berubah namanya menjadi ‘Bekalla’.

Dibawah operasional Deli Maatschappij, konsesi Bekala bertambah luas dengan digabungkannya konsesi ‘Gambir’ seluas 2.387 Bahu (1.618 Ha) pada tahun 1882, konsesi ‘Loening’ seluas 2.387 Bahu (1.671 Ha) pada tahun 1882 dan konsesi konsesi ‘Oedjoeng Deleng’ seluas 1.957 Bahu (1.370 Ha) pada tahun 1890.

Selain itu, masih ditambah dengan konsesi ‘Saint Cyr’ seluas 2.400 Bahu (1.680 Ha), konsesi ‘Boven Bekalla’ seluas 2.864 Bahu (2.005 Ha) dan konsesi ‘Arnhemia’ seluas 2.836 Bahu (1.985 Ha) sehingga secara keseluruhan manajemen ‘Bekalla’ mempunyai luas 16.345 Bahu (11.442 Ha). Sumber : NV Deli Maatschappij Gedenkschrift Bij Gelegenheid Van Het Zestigjarig Bestaan Aansluitende Bij Het Gedenkboek Van 1 November 1919, Amsterdam, p 21. Yang mana apabila dilihat di peta saat ini, konsesi tersebut memanjang mulai dari Kuala Bekala sampai ke Bandar Baru (KM 13 – KM 50 Berastagi).

Setelah akuisisi dan luasannya bertambah, tanaman yang dibudidayakan pun menjadi bervariasi. Selain Tembakau sebagai budidaya utama ; ‘Bekalla’ juga membudidayakan Sisal (Agave Sisalana), Kopi, dan Padi yang berasnya mampu mencukupi 30 persen kebutuhan perusahaan. ‘Bekalla’ pernah mencoba budidaya Kina (Cinchona) namun gagal dan dihentikan pada tahun 1883.

Kebun Bekala dianugerahi tanah dasitik gembur yang mudah ditanami. Jenis tanah ini menghasilkan tembakau Sumatera berkualifikasi ‘bull eye speckled’, yang sangat digemari Amerika Serikat terutama pengguna tembakau pipa. Profil tanahnya juga memberikan produktifitas dan harga lelang tinggi, sehingga secara bisnis sangat menguntungkan.

Georg Meissner.

Georg Meissner ; adalah seorang planters yang mengisi waktu senggangnya dengan tekun mengamati kehidupan alam lingkungan sekitarnya, dimulai dengan mengkoleksi herbarium flora dan fauna yang berkaitan dengan profesinya sebagai planters. Antusiasmenya membesar ketika menyadari banyak area sekitar kebunnya yang belum terpetakan, ditambah adanya mitos mistis tentang danau besar yang menimbulkan tantangan tersendiri baginya. Dengan perkataan lain Meissner selain sebagai planters juga menjalani kehidupan sebagai seorang Biologycal sekaligus Geographical Enthusiast.

Georg Meissner
NMVW Coll  1880 Pasangan Brouwer Ancher (Administrateur) dan Pasangan Georg Meissner di rumah dinas Administrateur
NMVW Coll  1880 Pasangan Brouwer Ancher (Administrateur) dan Pasangan Georg Meissner di rumah dinas Administrateur
Meissner seorang Saxon Belanda bisa sampai ke Deli diperkirakan karena tergiur berbagai cerita tentang keberhasilan finansiil perantau Belanda sebagai planters di Deli.

Karirnya sebagai Deli planters dimulai bersamaan dengan akuisisi Deli Maaschappij terhadap kebun ‘Sipoet’ ditahun 1880, dengan menapaki karier sebagai assisten dan kemudian sebagai Administrateur (1884-1898).

KITLV 1910 Administrateur Bekalla beserta staf didepan rumah dinas Administrateur.
KITLV 1905 Budidaya Tembakau di Areal Bekala dengan para pekerja.
GR Lambert 1885 Budidaya Kopi di Areal Bekala dengan para pekerja.
GR Lambert 1883 Assisten dan mandor Bekala dengan latar belakang Budidaya Sisal.
CJ Kleingrothe, 1905 Fasilitas perumahan para pekerja.
Antusiasme yang bermula dari mengumpulkan kumbang tropis berkembang saat seorang pekerja rumah tangganya yang berasal dari penduduk asli mengenalkan bahasa dan adat istiadat Karo kepadanya. Pengetahuan tentang bahasa dan adat istiadat inilah yang menjadi modal awal Meissner mengeksplorasi dataran tinggi Karo.

Kegiatan waktu luang tersebut ternyata menghasilkan karya besar, yaitu peta Noord Sumatra termasuk Tanah Karo yang disebut dengan Batak Landen lengkap dengan catatan, sketsa, dan koleksi arkeologis yang sangat berharga.

Peta Noord Sumatra ini dilengkapi keterangan terperinci termasuk jalur menuju Kampong Sibraja (Siberaya), desa utama Oeroeng Soekapiring sebagai tujuan akhir perjalanan. Siberaya saat itu merupakan tempat terbaik untuk melihat Danau Toba yang keberadaannya masih dianggap misterius dan diselimuti mitos berbau mistis.

Pada perjalanan pertamanya (Desember 1883), Meissner mengelilingi semenanjung Sipalangit di sisi utara Danau Toba. Hasil perjalanannya itu kemudian digambarkan dalam bentuk peta manuskrip diberi judul Deli und Battakländer dalam skala 1:200.000.

Sebagai peta pertama dataran tinggi Karo dan Danau Toba ; manuskrip ini juga menjadi bahan untuk Stemfoort dan Ten Siethoff dalam membuat Atlas Dataran Tinggi Karo (1883-1885), demikian juga dengan Biro Topografi di Batavia dalam menyusun Peta Sketsa Danau Toba pada tahun 1898 ; tentu saja ini merupakan prestasi yang luar biasa bagi seorang Deli planters.

Masa Pendudukan Jepang.

Berdasar data yang ada ; Bekalla berjalan normal sampai dengan menjelang pendudukan Jepang di Hindia Belanda. Meletusnya Perang Dunia II di Eropa berimbas ke Belanda yang akhirnya mempengaruhi suasana ekonomi bisnis di Hindia Belanda.

Jepang menyerbu Sumatera Utara pada tanggal 12 Maret 1942, dan pada tanggal 29 Maret 1942 panglima pasukan Belanda di Sumatra Utara menyerah di Kutacane. Orang-orang sipil Belanda dan Sekutu ditahan, kecuali Administrateur perkebunan yang dipertahankan sampai akhir tahun 1943.

Semasa pendudukan Jepang perkebunan milik Belanda dan Sekutu dikelola oleh Noyen Renggo Kai, yang didirikan tahun 1942 oleh kelompok perusahaan Jepang. Noyen Renggo Kai berkantor pusat di Medan dilengkapi staf Jepang yang dibantu oleh penasihat Belanda. Menjelang akhir tahun 1942, Noyen Renggo Kai digantikan Shoman Gomu Kumiai berkantor pusat di Singapura, dan para penasihat Belanda digantikan para manajer Jepang.

Selama masa pendudukan produksi menurun drastis sementara ekspor berhenti karena berkurangnya pasar serta peningkatan kegiatan kapal selam yang mengganggu pelayaran. Perang juga berdampak kelangkaan pangan bagi masyarakat maupun untuk kebutuhan militer.

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan akhirnya penguasa militer Jepang membuat kebijaksanaan melepaskan 160.000 Hektar tanah perkebunan untuk diganti dengan tanaman pangan.

Usaha intensif dipusatkan pada perkebunan tembakau di Langkat, Deli, dan Serdang, termasuk Bekalla ; karena daerah-daerah ini memiliki tanah terbaik di Sumatra Timur. Selain itu faktor kepadatan penduduk yang tinggi di ketiga kesultanan ini serta dampak kelangkaan pangannya lebih terasa dibanding daerah lain di Sumatra Timur.

Sejumlah besar perkebunan tembakau paling produktif terutama yang berada disekitar jalan utama dan disekitar kota dikuasai buruh dan masyarakat dengan persetujuan Jepang. Para penggarap menjadikan tanah itu persawahan dengan merusak drainage serta kanalisasi luas yang mahal milik perkebunan. Penguasa militer Jepang memberikan hak seluas 0,6 Hektar kepada setiap penggarap terdaftar dengan perjanjian pinjam tanah yang berlaku selama dua tahun.

Untuk perkebunan dengan komoditi tanaman keras, kondisinya berbeda dikarenakan proses land clearing membutuhkan biaya besar serta populasi penduduknya juga sangat terbatas karena mobilisasi kebutuhan militer Jepang.

Kondisi tahun 1946 dan paruh pertama tahun 1947 saat Belanda berusaha kembali memegang kembali kendali, para Administrateur dan perangkatnya telah bebas dari tahanan Jepang. Tetapi walaupun sudah bebas, para planters tersebut belum bisa kembali ke kebun karena Kota Medan dalam kepungan laskar Republik.

Situasi stagnan tersebut menggerakkan Belanda melakukan offensive pada tanggal 21 Juli 1947. Belanda melakukan gerakan militer terhadap Republik, dimana pasukan lapis baja bersenjata lengkap maju ke garis terdepan untuk mengembalikan daerah perkebunan Sumatra Timur kembali kekuasaan mereka. Setelah berhasil diduduki, pejabat militer mengizinkan pengusaha perkebunan kembali ke perkebunan mereka. Akan tetapi selama untuk waktu yang lama para Administrateur terpaksa memelihara ‘pasukan pengawal’ untuk mencegah aksi ‘hit and run’ dari laskar republik.

NMVW Coll 1880 Administrateur Bekalla Brouwer Ancher beserta istri, Sais Amat dan Kuda Risco

NMVW Coll  1910 Bekalla No 27, moda transportasi Kereta Lembu dengan saisnya

Para pengusaha onderneming segera menyadari bahwa Sumatra Timur telah mengalami perubahan yang penting selama lima tahun penguasaan Jepang dan republik. Tata sosial yang lama telah hancur dan kekuatan para pengusaha onderneming telah sangat melemah, pekerja perkebunan serta juga penduduk di luar perkebunan-perkebunan telah diorganisasikan ke dalam serikat buruh, organisasi tani, dan partai politik, semua siap untuk menantang hak para pengusaha onderneming itu.

Masa Nasionalisasi.

Pada saat perkebunan tembakau dinasionalisasi sesuai UU No.86 Tahun 1958, ‘Bekalla’ berubah kepemilikan dari ‘Deli Maatschappij’ ke PPN Baru. Hal ini tidak berjalan lama, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 144 tahun 1961, PPN Baru Tandjong Morawa berubah menjadi PPN Kesatuan Sumut II.

Peraturan ini selain merubah kepemilikan juga merubah assets dari perusahaan, dimana sebelumnya PPN Baru Tandjong Morawa hanya terdiri dari 5 Kebun (Batang Kwis, Kwala Namoe, Pagar Marbau, Patoembah, Tanjong Morawa) berubah menjadi PPN Kesatuan Sumut II yang terdiri dari 13 Kebun ( Bekalla, Batang Serangan, Tandjong Keliling, Sawit Seberang, Bukit Melintang, Basilam, Bukit Lambasa, Bukit Lawang, Gohor Lama, Glugur Langkat, Marijke, Pabrik Peti Teh ‘Langkat’).

Pada tahun 1968 terjadi perubahan organisasi melalui PP No.13 tanggal 27 Maret 1968 ; PPN Karet II menjadi Perusahaan Negara Perkebunan II dan pada 1 April 1974 berubah lagi menjadi PT. Perkebunan II (Persero).

Pada tanggal 11 Maret 1996 PT Perkebunan II (Persero) dan PT Perkebunan IX (Persero) dilebur dan digabungkan menjadi PT Perkebunan Nusantara II dengan kantor pusat di Tanjung Morawa.

Yang menarik dari bagian ini adalah jika dilihat secara kronologis, kedua perusahaan yang terafiliasi (Deli Maatschappij dan Senembah Maatschappij) akhirnya menjadi satu. Jika dulunya Deli Maatschappiij bersifat sebagai induk maka sejak penggabungan beralih kepada ex Senembah Maatschappij dengan kantor pusat di Tanjung Morawa.

Pada 28 November 2023, para pemegang saham berdasarkan Akta Notaris menyatakan bahwa per tanggal 1 Desember 2023, PTPN II, PTPN VII, PTPN VIII,PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PTPN XII dan PTPN XIV menggabungkan diri kepada PT Perkebunan Nusantara I ; dan untuk selanjutnya PT Perkebunan Nusantara II disebut dengan PT Perkebunan Nusantara I Region 1.

Khusus untuk ‘Bekalla’ ; dengan tujuan transformasi bisnis serta Sinergi BUMN pada 20 Desember 2012 didirikan PT Nusa Dua Bekala (PT NDB).

PT Nusa Dua Bekala (PT NDB) didirikan untuk penguasaaan asset lahan PT Perkebunan Nusantara II, dengan struktur kepemilikan saham PTPN II sebesar 99 % dan Perum Perumnas 1 %. Kemudian sebagai alat kelengkapannya dibentuk PT Propernas Nusa Dua (PT PND) yang bertugas sebagai perusahaan Properti pengelola asset lahan dari PT. NDB, dengan komposisi kepemilikan saham Perum Perumnas 51 % dan PTPN II 49 %.

Kerjasama tersebut dibentuk untuk mengelola asset seluas sebesar 854,26 Hektar berlokasi di Desa Simalingkar A, kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang.

Properti bagi Bekala bukanlah hal yang baru ; tahun 1983 untuk Proyek Perumnas yang saat ini dikenal dengan nama Perumnas Simalingkar, sebelumnya adalah bagian dari Konsesi Kebun Bekala. Saat itu ; PTP II Tanjung Morawa membebaskan asset tanah dan tanaman karet seluas 147 Ha untuk menjadi 7.350 unit rumah tipe 15,21,36,45,54,70 serta berbagai fasilitas penunjangnya.

G.R. Lambert 1885 Fermenteerschuur Bekalla.
Demikianlah, Bekala mempertahankan eksistensinya dari masa ke masa dan zaman ke zaman dengan bertransformasi tiada henti.

--------------------------------------------------