Gula adalah bagian dari peradaban ; sejarah
gula sebagai bagian budaya sudah melewati masa yang panjang. Menurut sejarah yang
terdokumentasi, gula yang berasal dari tebu pertama kali dikenal oleh orang-orang
Polinesia, kemudian menyebar ke India.
Ketika Raja Darius dari Kerajaan Persia pada tahun 510 sebelum Masehi, menguasai India, dia menemukan ”batang rerumputan yang menghasilkan madu tanpa lebah”. Penemuan tebu itu menjadi sesuatu sangat dirahasiakan dan dijaga ketat, sedangkan produk olahannya diekspor dan menghasilkan keuntungan yang sangat besar.
Rahasia tanaman tebu akhirnya terbongkar setelah terjadi ekspansi besar-besaran oleh orang orang Arab pada abad ketujuh sesudah masehi. Ketika mereka menguasai Persia pada tahun 642 mereka menemukan tanaman tebu dan kemudian mempelajari cara pembuatan gula. Masa masa selama masa ekspansi, dimanfaatkan mereka untuk mendirikan pabrik pabrik pengolahan gula di berbagai daerah yang mereka kuasai, termasuk di Afrika Utara dan Spanyol.
Eropa sebagai akar peradaban pada masa itu, mengenal
gula berbarengan dengan terjadinya Perang Salib pada abad ke 11. Para prajurit
yang pulang dari jazirah Arab menceritakan keberadaan "rempah baru" yang enak
ini.
Gula pertama diketahui tercatat keberadannya di
Inggris pada tahun 1099, dan pada abad berikutnya merupakan periode ekspansi
besar besaran perdagangan Eropa bagian barat dengan dunia timur, termasuk impor
gula. Sebagai contoh, dalam sebuah
catatan pada tahun 1319 harga gula di London sebesar "dua shilling tiap pon".
Nilai ini setara dengan beberapa bulan upah buruh rata-rata, sehingga dapat
dikatakan gula sangatlah mewah pada waktu itu.
Selain menjadi bahan makanan dan minuman,
pada saat itu gula juga dikenal sebagai obat, dimana banyak petunjuk kesehatan dari
abad ke 13 hingga 15 yang merekomendasikan pemberian gula kepada orang sebagai
obat penambah kekuatan.
Sebagai komoditi perdagangan, industri gula didominasi
dan dimonopoli oleh Venesia sampai abad 15, untuk selanjutnya tergantikan berbarengan
terbukanya jalur langsung dari Eropa menuju India yang dipelopori oleh Vasco Da
Gama pada 1498.
Dominasi yang berpindah ini juga tidak
berlangsung lama karena ketika Columbus menemukan Amerika ; salah satu
prioritas dalam ekspansinya tersebut adalah membudidayakan tanaman tebu untuk
menghasilkan gula secara terorganisir dengan mebuka lahan pertanian tebu secara
besar besaran dan mendatangkan tenaga kerja dari Afrika ke Negara kawasan
Karibia.
Peran gula yang sudah menjadi komoditi
strategis di Eropa, menimbulkan efek ikutan bagi masyarakat Eropa untuk
mengelola budidaya tebu secara terorganisir dikawasan Karibia untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi masyarakat di Eropa.
Untuk selanjutnya sesuai dengan pergerakan ekspansi bangsa bangsa Eropa,
maka ekspansi ini sampai kekawasan Asia Tenggara yang secara struktur dan iklim
cocok untuk ditanami tebu sebagai penghasil gula.
Di Indonesia, industri gula dimulai dengan ekspansi
bangsa Eropa di Indonesia pada abad 17 dimulai didaerah sekitar Jakarta dan
berkembang kearah timur Pulau Jawa.
Puncak kegemilangan industri gula di
Indonesia terjadi pada tahun 1930an, dengan 179 pabrik pengolahan dan produksi
3.000.000. Ton gula per tahun. Terjadinya krisis ekonomi malaise dan dua kali
perang dunia memukul industry gula di Indonesia ; sehingga pada awal 1950an
hanya tersisa 30 pabrik dengan produksi 500.000. Ton Gula pertahun. Kondisi
tersebut menyebabkan Indonesia berubah peran dari eksportir gula terbesar
didunia menjadi importer netto mulai tahun 1950an.
Pengakuan Kedaulatan Indonesia Oleh
Belanda pada 27 Desember 1949, melengkapi status kemerdekaan RI secara de facto
dengan de jure. Segera setelah pengakuan kedaulatan, seluruh elemen bangsa bersatu
padu dalam rangka mengisi kemerdekaan dengan tujuan untuk memakmurkan setiap insan
rakyat Indonesia.
Sumitro
Djojohadikusumo sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada kabinet
Natsir merancang suatu cetak biru dari
perekonomian yang tidak bersandar kepada
ekspor produk primer ke pasar dunia, suatu kerentanan yang menjadi pelajaran pahit yang diterima saat depresi melanda seluruh dunia pada 1930an
Selain dari
merestrukur dan mereformasi sistem perdagangan ; Sumitro juga merancang
penguatan ekonomi Negara dengan cara menasionalisasi perusahaan bermodal asing
untuk dapat dimiliki oleh Indonesia.
Dalam rangka hal
tersebutlah maka pemerintah berencana membuka pabrik gula di Aceh dalam rangka
usaha untuk memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia umumnya dan provinsi Aceh dan
Sumatera Utara khususnya.
Pabrik Gula tersebut
yang diberi nama "Pabrik Gula Tjot Girek" berlokasi (saat ini) di kampung Cot Girek,
Kecamatan Cot Girek, Kabupaten Aceh Utara ;
sekitar 15 Kilometer dari arah Lhoksukon , 35 Kilometer dari Kota
Lhokseumawe dan 200 Km dari Medan.
PG Tjot Girek berawal dari konsesi Schamhuyzer dengan alas hak keputusan Gouverneur van Atjeh en
Onderhorigheden tanggal 30 Desember
1919, untuk selanjutnya berpindah kepada
NV. Cultuur "Lhoksukon" 22 Februari 1930 dan 14 Desember
1932 untuk tanah seluas 7890.7 Ha yang terdiri dari 2.000 Ha Hutan sekunder dan
5.890 Ha tanah berbukit.
Pengakuan kedaulatan 27 Desember
1949, menjadi alasan pengalihan kepemilikan NV. Cultuur "Lhoksukon"
kepada PPN Lama yaitu perusahaan Negara bentukan pemerintah yang mengelola
perkebunan pemerintah Belanda. Pada era PPN Lama ini areal eks "Lhoksukon"
direncanakan untuk dieksploitasi seluas 1.200 Ha dengan penggunaan seluas 750
Ha sebagai sawah irigasi dan 450 Ha
sebagai sawah tadah hujan.
Usaha eksploitasi padi dan karet akhirnya
terhenti akibat kendala gangguan situasi keamanan di Propinsi Aceh berupa
munculnya gerakan separatis. Pada saat berakhirnya usaha eksploitasi
era PPN Lama ini telah dapat direalisasikan 750 Ha sawah irigasi, 450 Ha sawah
tadah hujan. Mulai tahun 1960 ditambah
dengan tanaman percobaan berupa karet seluas 460 Ha dan tebu.
Bibit tebu pertama yang ditanam di Cot Girek
adalah tebu jenis POJ 2878, POJ 3016 dan POJ 3067 berasal dari Pasuruan. Tebu
tersebut dibawa langsung ke Cot Girek oleh
Ir T Soekarno, Ir.Soedarsono dan Subandi pada bulan Agustus 1959.
Berdasarkan penelitian terhadap hasil tanaman
percobaan awal, dapat disimpulkan bahwa manajemen budidaya tebu di Cot Girek
harus mengadakan seleksi bibit secara luas dan perlu ditambah dengan bibit import
dari jenis yang mempunyai produksi
kristal yang tinggi.
Pada tataran pemerintah sendiri,
semangat Rencana Pembangunan yang digagas Soemitro tetap berjalan. Rencana yang
bernafaskan kepada kemandirian ekonomi daerah tersebut adalah berkaitan dengan
alasan ekonomis untuk menambah konsumsi gula perkapita
sesuai dengan amanat MPRS serta dikarenakan rendahnya produktifitas pabrik di Jawa.
Selain daripada pertimbangan stabilisasi
politis dan keamanan, kebijakan tersebut juga mengambil peran sebagai agent of development. Hal tersebut menjadi dasar pengambil keputusan untuk mendirikan pabrik gula
diluar Pulau Jawa yaitu di Sulawesi dan Sumatera.
Pembangunan pabrik gula di Aceh menjadi bagian daripada perjanjian bilateral ekonomi antara Indonesia dan Polandia, yang
ditandatangani di Jakarta pada 11 Agustus 1961 antara Waperdam Chairul Saleh
sebagai wakil Republik Indonesia dan Menteri Negara Republik Rakyat Polandia
Prof Dr Witold Trampezynski tersebut.
Sebagai tindak lanjut perjanjian bilateral,
maka pada tanggal 30 Nopember 1962 diterbitkan sebuat kontrak pengadaan pabrik
gula antara Pemerintah RI
yang diwakili oleh Menteri Agraria Mr Koslan A Tohir dan Menteri Pertanian Ir Soesilo H. Prakoso serta Jan Giedwids dan Edward Cichechi dari pihak CEK0P suatu BUMN milik Republik Rakyat Polandia.
yang diwakili oleh Menteri Agraria Mr Koslan A Tohir dan Menteri Pertanian Ir Soesilo H. Prakoso serta Jan Giedwids dan Edward Cichechi dari pihak CEK0P suatu BUMN milik Republik Rakyat Polandia.
Pengadaan pabrik gula dengan nama "Projek Gula
Tjot Girek" yang terdiri dari pabrik
gula berkapasitas giling maksimal 2.500 Ton tebu/Hari, dan luas tanaman tebu
giling sebesar 4.000 Ha tersebut terdaftar sebagai Projek Industrie A.I.163.
Keputusan pendirian pabrik gula di Cot Girek
adalah suatu keputusan yang didasarkan kepada hasil penelitian yang
komprehensif dengan bantuan Lembaga Penelitian RISPA Medan dan BP3G Pasuruan.
Penelitian dan riset untuk budidaya telah dilakukan
pada 1959 - I963 oleh Ir T Soekarno dari BPU PPN dan Ir Sarjadi dari BP3G Pasuruan, tahun 1963
- 1965 oleh Ir Simatupang, Kepala Research dan Ir Sarjadi dari BP3G Pasuruan, tahun
1965 - 1967 oleh Ir Soedjono dibawah pengawasan B.P.3.G. Pasuruan, tahun 1968 -
1970 oleh Ir TM Joesoef, Kepala Research dibawah pengawasan B.P.3.G. Pasuruan.
CEKOP sendiri pada tahun 1963 mendatangkan Gelsinki
dan Symzioh untuk ikut mengadakan penelitian dan riset tanah terhadap kecocokan
tanah di Cot Girek.
Penelitian dan riset kelayakan untuk
pembangunan pabrik serta sarana dan prasarana pendukung dilakukan pada 1963
oleh Prof. Willun dari Polandia dengan didampingi Ir Sumara dari Lembaga Tanah
Institut Teknologi Bandung ; dimana hasil survey menetapkan posisi main
building adalah berada tepat ditengah luas hamparan yang sebesar 7.800 Ha.
Hasil riset terhadap tanah ditindak lanjuti
dengan tahapan perencanaan mesin dan peralatan yang akan digunakan. Tim
perencana terdiri dari tim CEKOP yang diketuai Gelsinki dan tim Indonesia yang
diketuai Ir Soedarsono (Ahli Mesin), dengan
anggotanya Ir Liem Tjiang Hwat / lr Halim (Ahli
Tekhnologi Gula), Ir Njoo Hwat Boen (Ahli Mesin), Liau Koh Tjie (Ahli
Tekhnologi Gula), Ir Tan Gwan An (Ahli Listrik), Liem In Tjioe (Ahli Mesin) dan
Lessoemardjo (Ahli Mesin).
Sementara itu, perencanaan pembangunan sipil
dilaksanakan oleh Biro Insinjur dan Arsitek Artistica Bandung dengan pengawasan
/ direktie voering oleh pihak PG Tjot Girek.
Pada permulaan tahun 1970 dilakukan
feasibility study oleh American Factors Associate dengan tujuan untuk
mengadakan penelitian secara mendalam dalam menjawab pertanyaan apakah Projek
Gula Tjot Girek dimasa depan mempunyai potensi ekonomis dan potensi bisnis yang
layak.
Hasil daripada studi yang dilakukan didapat kesimpulan
bahwa "Tjot Girek Project can be made economically feasible under the assumptions and the work program recommended" ; dalam
laporannya penekanan diutamakan kepada manajemen yang sehat.
Akhir tahun 1964 paket mesin dan peralatan
tahap pertama dari Polandia mulai datang ke Indonesia lewat pelabuhan Belawan
dan Lhokseumawe, dimana khusus untuk hal tersebut di pelabuhan Lhokseumawe
dibangun sebuah dermaga dari kayu sepanjang 95 M, dibantu dengan sebuah crane
dari Pertamina untuk keperluan handling mesin dan peralatan yang beratnya bisa mencapai
25 Ton. Kegiatan handling di dermaga pelabuhan Belawan maupun Lhokseumawe berlangsung
terus dan dinyatakan lengkap pada 1967, dengan total handling sebesar
17.000 Ton.
Pada pertengahan April 1965 dimulai seremonial
pembangunan Pabrik Gula Tjot Girek yaitu upacara menanam kepala kerbau ditempat
dimana main building akan didirikan. Kepala kerbau tersebut ditanam oleh Letnan
Kolonel Harsono, Perwira Pengawas dari BPU Perusahaan Negara Bangunan.
Pembangunan fisik selesai pada pertengahan
bulan Agustus 1970 dan secara resmi dinyatakan siap secara operasional pada
hari Senin tanggal 31 Agustus 1970 jam 14.15 WIB yaitu saat dimulainya first
trial run / giling percobaan pertama. Lambatnya waktu pembangunan yang mencapai enam
tahun tersebut disebabkan oleh rumitnya sumber pendanaan yang berkisar antara
pembiayaan oleh Pemerintah RI atau BPU PPN Gula yang mana permasalahan sumber
pendanaan ini baru terselesaikan pada pertengahan tahun 1968.
Produksi gula Kristal sebagai hasil pengolahan
“PG Tjot Girek” dihasilkan pada tanggal 6 September 1970 jarm 10.00 WIB dan
masih belum sempurna karena bahan
pokoknja ialah tebu yang sudah berumur diatas 14 - 15 bulan, sedangkan
rendement pada hari hari pertama adalah 5,5 % dengan RQ = 66.
"PG Tjot Girek" pernah dikunjungi Presiden
Soeharto pada Mei 1970. Saat itu masyarakat Aceh sangat bangga dengan hadirnya
pabrik tersebut. Banyak mimpi-mimpi indah yang terhembus di Aceh jika pabrik
ini nantinya mampu mandiri dan akan dapat menopang perekonomian Aceh khususnya
Aceh Utara.
Oleh karenanya tidak heran, saat presiden akan berkunjung ada dua sisi yang paling sibuk menghadapi kunjungan Presiden. Yang pertama adalah anak-anak sekolah, khususnya anak murid SD se Kecamatan Syamtalira Arun (saat itu sekecamatan dengan Cot Girek) seminggu sebelum Presiden Suharto tiba anak-anak sudah dilatih baris berbaris, bernyanyi dan rumah-rumah penduduk yang akan dilewati telah disulap dengan cat putih dan merah.
Di sisi lain yang tak kalah sibuk selain pemerintah daerah tingkat dua, adalah pasukan pengawal Presiden Suharto. Ketika rombongan tiba dengan beberapa buah bis besar melewati jalan yang berpasir yang belum diaspal tentu akan membuat debu mengebul kesana kemari di sepanjang lintasan 15 Km dari Lhok Sukun ke Cot Girek. Beberapa upaya penyiraman dilakukan sebelum rombongan lewat, tapi tidak kuat menahan sengatan terik matahari sehingga jalan yang baru disiram air berkali-kali itu mengering lagi seketika.
Anak-anak SD dengan menggunakan bendera yang terbuat dari bahan kertas manila menggerak-gerakkan tangannya seolah menyampaikan pesan selamat datang di daerah tersebut. Anak murid SD ditemani oleh gurunya menunggu berjam-jam.
Presiden sendiri tidak ada dalam rombongan itu, karena Presiden Suharto menggunakan Helikopter dari kota Lhokseumawe atau dari bandara Malikulsaleh menuju Cot Girek ditempuh dalam waktu perjalanan selama 15 menit saja. Presiden mendarat di dekat PG Cot Girek. Setelah acara singkat selesai, lalu Presiden Suharto pulang mengikuti jalur dan prosedur saat kedatangannya.
Suasana Peresmian PG Tjot Girek Pada 19 September 1970 |
Struktur pimpinan PG Tjot Girek pada saat diresmikan adalah Ir Soedarsono (Pimpinan), TR Husein, (Asisten Pimpinan), AJ Wurangian (Kepala Instalasi), Marsandi (Kepala Bagian Instalasi), Sukirman BSc (Kepala Bagian Tekhnologi), JB Sidabutar (Kepala Bagian Umum), R Prajitno (Kepala Bagian Keuangan), Soemardjono (Sekretaris), R Bambang Oetoro (Kepala Bagian Tanaman), Karyono (Kasubag Tanaman), Ir Siswojo, (Kasubag Mekanisasi), Ir TM Joesoef (Kasubag Research), Kapten Memet R (Kasubag Drainage/Irigasi), Marsudi (Kasubag Angkutan), Moehtar Sjamaan (Kasie Kemotoran), lr Sumarat (Kepala Bagian Teknik Sipil) sampai Juli 1970 - diganti dengan Dede Suwardi, Djamil Said BSc (Kasub Internal Control), M. Nur Machmud (Kepala Penyediaan/Pembelian Bahan Umum), R Siswandi (Kepala Penyediaan/Pembelian Bahan Instalasi/Pabrik), Dr. THD Pandjaitan (Kepala Rumah Sakit), Ustadz Abdullah Hasan (Kasie Pendidikan Agama), M Nurdin (Kasie Personalia), Mayor S. Soedjono (Perwira Keamanan), Peltu Zakaria Amin ( Wa Pa Keamanan), Zainuddin (Ka Perwakilan Kantor Medan), dan J Tanuwidjaja (Ka Perwakilan Kantor Jakarta).
Sedangkan ahli gula yang bekerja di PG Tjot
Girek pada saat diresmikan adalah Aminuddin BSc, Nurdin Saiman B.Sc, Rusdi BSc.
Ny. Sutji Hartati Rusdi BSc, Djamhari
BSc, Soeparno BSc, Imam Dairubi BSc, Wachjono BSc dan Farid Fuadi BSc.
Sedangkan Tim Polandia mulai pabrik
mulai dibangun sampai saat peresmian “Pabrik Gula Tjot Girek” adalah Korzekwa
MSc (Chief
Engineer), Dzielak
BSc.Eng (Head Engineer for PowerAssembly), Makowski (Foreman
for Turbine
House), Polanowski
MSc.Eng, (Head Engineer for Technologie), Pacewiez MSc.Eng (Head Engineer for Electrics), Duda
MSc.Eng,
(Automatic
Engineer), M Pesek
(Foreman for Mill
Stations), Boryk (Expert of Centrifuges), Narzia
Kiewirz (Foreman
for Turbine House), Stanislaw Hubay (Foreman for Turbine House), Kisielewski (Foreman for Turbine House), Korzekoska (Technologist Engineer), Olkowez (Foreman).
Pada saat diresmikan tersebut luas konsesi
“Pabrik Gula Tjot Girek” adalah 7.890 Ha, dengan penggunaan : Kebun Karet : 427
Ha, Kompleks Perumahan : 200 Ha, Perumahan di afdelimg : 100 Ha, Kompleks
pabrik : 40 Ha, Dam Untuk Penampungan Air : 258 HA, Jalan,
Rail Ban, Saluran Air : 125 Ha, Areal
Berbukit tidak dapat dipergunakan
untuk tanaman tebu : 4.240 Ha, dan Luas
Areal Yang Dapat Dipakai Untuk Tanaman Tebu :
2.500 Ha.
Tenaga kerja pada diresmikan adalah
1.145 Orang dengan rincian penggunan (orang) : Pimpinan 2, Bagian TUK 26, Bagian Instalasi 378, Bagian Tanaman 122,
Sub Bagian Teknik Sipil 131, Sub. Bagian Angkutan 123, Sub. Bagian Irigasi 14, Sub. Bagian Research, Sub. Bagian Mekanisasi
66, Bagian. Tekhnologi 65, Bagian Umum 129, Keamanan 40,
Usaha Sampingan 147, Guru Negeri 9.
Selama giling ditambah dengan tenaga
musiman Tanaman : 600 orang dan Pabrik : 400 orang.
Akhir dari "Pabrik Gula Tjot Girek"
Tidak ada yang menyangka, usaha besar
dengan latar belakang yang ideal dari satu sisi, serta kehati
hatian dalan pengambilan keputusan ternyata tidak dapat berjalan sebagaimana
diharapkan. Feasibility Study yang dikerjakan oleh Tim CEKOP dari Polandia pada 1963 dan oleh American
Factors Associate dari Amerika Serikat pada 1970 ternyata meleset.
Tidak ada data yang pasti untuk dapat
mengetahui alasan kenapa “Pabrik
Gula Tjot Girek” ditutup. Ada beberapa keterangan, tetapi sangat diragukan
keabsahannya. Yang paling banyak disebutkan adalah tingginya beban pokok penjualan
gula. Tingginya BPP ini disebutkan karena kurangnya subsidi yang diberikan
pemerintah terlalu kecil, sehingga mengakibatkan unit cost gula yang diproduksi
tidak ekonomis.
Alasan ini rasanya terlalu lemah ;
karena terutama setelah tahun 1982 pupuk urea yang sangat dibutuhkan tersedia dengan
mudah dan murah. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 1982 telah berdiri PT
Pupuk Iskandar Muda di Lhok Seumawe yang hanya berjarak 35 Km dari Cot Girek.
Alasan lain adalah kondisi kemanan, hal
ini juga dirasakan lemah karena posisi Kabupaten Aceh Utara dengan adanya PT
PIM dan PT Arun LNG merupakan obyek vital dari pandangan keamanan, berdasarkan keterangan
yang didapat area tersebut dijaga dengan ketat ; sebagai gambaran sepanjang
jalan mulai dari kilometer I lintas Lhok Sukon
menuju Cot
Girek hingga Seureuke dijaga lebih dari 25 unit pos tentara. Sebagian pos
berada di jalan line pipa, sebagai pasukan Pengamanan Proyek Vital Exxon Mobil (http://www.andreasharsono.net/2006/02/transmigran-jawa-dua-masa.html).
Alasan selanjutnya yang sering dikemukakan adalah kekurangan
tenaga kerja terutama untuk buruh tanam dan tebang. Hal ini juga terasa kurang tepat ; karena
untuk kebutuhan tenaga kerja, dibantu pemerintah dengan pelaksanaan pola
transmigrasi yang diarahkan berdekatan dengan lokasi perkebunan sebagai sumber
tenaga kerja.
Kalau melihat capaian produksi rasanya perlu
dicermati rendahnya produktifitas baik dari bahan baku tebunya maupun capaian
rendement akhir. Hasil penelitian berdasarkan capaian tanaman percobaan
disimpulkan bahwa perusahaan wajib menjaga mutu bibit dengan menambah varietas
dengan bibit yang diimpor. Sedangkan berdasarkan kajian American Factors
Associate disimpulkan bahwa "Proyek Cot Girek merupakan proyek yang sehat dan can be made economically feasible under the assumptions and the work program recommended" . Artinya ancaman terhadap keberadaan perusahaan telah dideteksi
secara dini melalui kajian yang dibuat oleh pakar dari Polandia dan pakar dari
Amerika Serikat.
"Pabrik Gula Tjot Girek" akhirnya berhenti beroperasi pada 1985, setelah
beberapa tahun terakhirnya dalam kondisi yang tidak sehat. Tanaman tebu
dikonversi ke tanaman sawit dan sebagai unit pengolahannya didirikan sebuah
Pabrik Kelapa Sawit.
Konversi tanaman kelapa sawit di Kebun Cot Girek dibiayai secara bersama
oleh PTP II, PTP III dan PTP VII dengan membentuk PT. Cot Girek Baru
(Persero) sedangkan untuk pembangunan PKS dibiayai oleh PTP IX sehingga namanya menjadi PKS Cot Girek
PT. Perkebunan IX (Persero).
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor : 6 tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996 yang
dikukuhkan dengan akta pendirian Nomor 34 tanggal 11 Maret 1996 oleh Notaris
Harun Kamil, SH di Jakarta, dengan modal dasar perseroan sebesar Rp. 400 milyar
dan yang sudah ditempatkan dan disetor pemerintah sebesar Rp. 120 mllyar, yang
kemudian telah dilakukan perubahan dengan akta Nomor : 6 tanggal 8 Oktober 2002
oleh Notaris Sri Rahayu A. Prasetyo, SH, maka sebagai tindak
lanjut dari PP tersebut ; PT. Cot Girek Baru (Persero) dan PKS Cot Girek
PT. Perkebunan IX (Persero) tergabung menjadi bagian dari PT Perkebunan
Nusantara I (Persero).
Pustaka :
PENDJELASAN RINGKAS PABRIK GULA TJOT GIREK, Diresmikan pada tgl. 19 September 1970, BADAN CHUSUS URUSAN P.N. PERKEBUNAN 1970.
http://www.ptpn1.co.id/
Pustaka :
PENDJELASAN RINGKAS PABRIK GULA TJOT GIREK, Diresmikan pada tgl. 19 September 1970, BADAN CHUSUS URUSAN P.N. PERKEBUNAN 1970.
DAERAH ISTIMEWA
ACEH MEMBANGUN, DEPARTEMEN PENERANGAN R.I., 19 SEPTEMBER
1978.
http://www.andreasharsono.net/2006/02/transmigran-jawa-dua-masa.html
http://www.ptpn1.co.id/
___________________________________________________
___________________________________________________