Friday, September 20, 2013

MENGENAI PABRIK GULA COT GIREK


Gula adalah bagian dari peradaban ; sejarah gula sebagai bagian budaya sudah melewati masa yang panjang. Menurut sejarah yang terdokumentasi, gula yang berasal dari tebu pertama kali dikenal oleh orang-orang Polinesia, kemudian menyebar ke India.

Ketika Raja Darius dari Kerajaan Persia pada tahun 510 sebelum Masehi, menguasai India, dia menemukan ”batang rerumputan yang menghasilkan madu tanpa lebah”.  Penemuan tebu itu menjadi sesuatu sangat dirahasiakan dan dijaga ketat, sedangkan produk olahannya diekspor dan menghasilkan keuntungan yang sangat besar.

Rahasia tanaman tebu akhirnya terbongkar setelah terjadi ekspansi besar-besaran oleh orang orang Arab pada abad ketujuh sesudah masehi. Ketika mereka menguasai Persia pada tahun 642 mereka menemukan tanaman tebu dan kemudian mempelajari cara pembuatan gula. Masa masa selama masa ekspansi, dimanfaatkan mereka untuk mendirikan pabrik pabrik pengolahan gula di berbagai daerah  yang mereka kuasai, termasuk di Afrika Utara dan Spanyol.

Eropa sebagai akar peradaban pada masa itu, mengenal gula berbarengan dengan terjadinya Perang Salib pada abad ke 11. Para prajurit yang pulang dari jazirah Arab menceritakan keberadaan "rempah baru" yang enak ini.

Gula pertama diketahui tercatat keberadannya di Inggris pada tahun 1099, dan pada abad berikutnya merupakan periode ekspansi besar besaran perdagangan Eropa bagian barat dengan dunia timur, termasuk impor gula.  Sebagai contoh, dalam sebuah catatan pada tahun 1319 harga gula di London sebesar "dua shilling tiap pon". Nilai ini setara dengan beberapa bulan upah buruh rata-rata, sehingga dapat dikatakan gula sangatlah mewah pada waktu itu.
Selain menjadi bahan makanan dan minuman, pada saat itu gula juga dikenal sebagai obat, dimana banyak petunjuk kesehatan dari abad ke 13 hingga 15 yang merekomendasikan pemberian gula kepada orang sebagai obat penambah kekuatan.

Sebagai komoditi perdagangan, industri gula didominasi dan dimonopoli oleh Venesia sampai abad 15, untuk selanjutnya tergantikan berbarengan terbukanya jalur langsung dari Eropa menuju India yang dipelopori oleh Vasco Da Gama pada 1498.
Dominasi yang berpindah ini juga tidak berlangsung lama karena ketika Columbus menemukan Amerika ; salah satu prioritas dalam ekspansinya tersebut adalah membudidayakan tanaman tebu untuk menghasilkan gula secara terorganisir dengan mebuka lahan pertanian tebu secara besar besaran dan mendatangkan tenaga kerja dari Afrika ke Negara kawasan Karibia.

Peran gula yang sudah menjadi komoditi strategis di Eropa, menimbulkan efek ikutan bagi masyarakat Eropa untuk mengelola budidaya tebu secara terorganisir dikawasan Karibia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat di Eropa.  Untuk selanjutnya sesuai dengan pergerakan ekspansi bangsa bangsa Eropa, maka ekspansi ini sampai kekawasan Asia Tenggara yang secara struktur dan iklim cocok untuk ditanami tebu sebagai penghasil gula.
Di Indonesia, industri gula dimulai dengan ekspansi bangsa Eropa di Indonesia pada abad 17 dimulai didaerah sekitar Jakarta dan berkembang kearah timur Pulau Jawa.
Puncak kegemilangan industri gula di Indonesia terjadi pada tahun 1930an, dengan 179 pabrik pengolahan dan produksi 3.000.000. Ton gula per tahun. Terjadinya krisis ekonomi malaise dan dua kali perang dunia memukul industry gula di Indonesia ; sehingga pada awal 1950an hanya tersisa 30 pabrik dengan produksi 500.000. Ton Gula pertahun. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia berubah peran dari eksportir gula terbesar didunia menjadi importer netto mulai tahun 1950an.
Pengakuan Kedaulatan Indonesia Oleh Belanda pada 27 Desember 1949, melengkapi status kemerdekaan RI secara de facto dengan de jure. Segera setelah pengakuan kedaulatan, seluruh elemen bangsa bersatu padu dalam rangka mengisi kemerdekaan dengan tujuan untuk memakmurkan setiap insan rakyat Indonesia.

Sumitro Djojohadikusumo sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada kabinet Natsir  merancang suatu cetak biru dari perekonomian yang tidak bersandar kepada  ekspor produk primer ke pasar dunia, suatu kerentanan yang menjadi pelajaran pahit yang diterima saat depresi melanda seluruh dunia pada 1930an

Selain dari merestrukur dan mereformasi sistem perdagangan ; Sumitro juga merancang penguatan ekonomi Negara dengan cara menasionalisasi perusahaan bermodal asing untuk dapat dimiliki oleh Indonesia.

Dalam rangka hal tersebutlah maka pemerintah berencana membuka pabrik gula di Aceh dalam rangka usaha untuk memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia umumnya dan provinsi Aceh dan Sumatera Utara khususnya.

Pabrik Gula tersebut yang diberi nama "Pabrik Gula Tjot Girek"  berlokasi (saat ini) di kampung Cot Girek, Kecamatan Cot Girek, Kabupaten Aceh Utara ;  sekitar 15 Kilometer dari arah Lhoksukon , 35 Kilometer dari Kota Lhokseumawe dan 200 Km dari Medan.

PG Tjot Girek berawal dari  konsesi Schamhuyzer dengan alas hak  keputusan Gouverneur van Atjeh en Onderhorigheden  tanggal 30 Desember 1919, untuk selanjutnya berpindah kepada  NV. Cultuur "Lhoksukon" 22 Februari 1930 dan 14 Desember 1932 untuk tanah seluas 7890.7 Ha yang terdiri dari 2.000 Ha Hutan sekunder dan 5.890 Ha tanah berbukit.

Pengakuan kedaulatan 27 Desember 1949, menjadi alasan pengalihan kepemilikan NV. Cultuur "Lhoksukon" kepada PPN Lama yaitu perusahaan Negara bentukan pemerintah yang mengelola perkebunan pemerintah Belanda. Pada era PPN Lama ini areal eks "Lhoksukon" direncanakan untuk dieksploitasi seluas 1.200 Ha dengan penggunaan seluas 750 Ha sebagai sawah irigasi dan  450 Ha sebagai sawah tadah hujan.

Usaha eksploitasi padi dan karet akhirnya terhenti akibat kendala gangguan situasi keamanan di Propinsi Aceh berupa munculnya gerakan separatis. Pada saat berakhirnya usaha eksploitasi era PPN Lama ini telah dapat direalisasikan 750 Ha sawah irigasi, 450 Ha sawah tadah hujan. Mulai tahun 1960 ditambah dengan tanaman percobaan berupa karet seluas 460 Ha dan tebu.
Bibit tebu pertama yang ditanam di Cot Girek adalah tebu jenis POJ 2878, POJ 3016 dan POJ 3067 berasal dari Pasuruan. Tebu tersebut dibawa langsung ke Cot Girek oleh  Ir T Soekarno, Ir.Soedarsono dan Subandi pada bulan Agustus 1959.
Berdasarkan penelitian terhadap hasil tanaman percobaan awal, dapat disimpulkan bahwa manajemen budidaya tebu di Cot Girek harus mengadakan seleksi bibit secara luas dan perlu ditambah dengan bibit import dari jenis yang mempunyai produksi  kristal yang tinggi.

Pada tataran pemerintah sendiri, semangat Rencana Pembangunan yang digagas Soemitro tetap berjalan. Rencana yang bernafaskan kepada kemandirian ekonomi daerah tersebut adalah berkaitan dengan alasan ekonomis untuk menambah konsumsi gula perkapita sesuai dengan amanat MPRS serta dikarenakan rendahnya produktifitas pabrik di Jawa.
Selain daripada pertimbangan stabilisasi politis dan keamanan, kebijakan tersebut juga mengambil peran sebagai agent of development. Hal tersebut menjadi dasar pengambil keputusan untuk mendirikan pabrik gula diluar Pulau Jawa yaitu di Sulawesi dan Sumatera.
Pembangunan pabrik gula di Aceh menjadi bagian daripada perjanjian bilateral ekonomi antara Indonesia dan Polandia, yang ditandatangani di Jakarta pada 11 Agustus 1961 antara Waperdam Chairul Saleh sebagai wakil Republik Indonesia dan Menteri Negara Republik Rakyat Polandia Prof Dr Witold Trampezynski tersebut.

Sebagai tindak lanjut perjanjian bilateral, maka pada tanggal 30 Nopember 1962 diterbitkan sebuat kontrak pengadaan pabrik gula antara Pemerintah RI

yang diwakili oleh Menteri Agraria Mr  Koslan A Tohir dan Menteri Pertanian Ir Soesilo H. Prakoso serta Jan Giedwids dan Edward Cichechi dari pihak CEK0P suatu BUMN milik Republik Rakyat Polandia.
Pengadaan pabrik gula dengan nama "Projek Gula Tjot Girek" yang terdiri dari pabrik gula berkapasitas giling maksimal 2.500 Ton tebu/Hari, dan luas tanaman tebu giling sebesar 4.000 Ha tersebut terdaftar sebagai Projek Industrie A.I.163.

Keputusan pendirian pabrik gula di Cot Girek adalah suatu keputusan yang didasarkan kepada hasil penelitian yang komprehensif dengan bantuan Lembaga Penelitian RISPA Medan dan  BP3G Pasuruan.

Penelitian dan riset untuk budidaya telah dilakukan pada 1959 - I963 oleh Ir T Soekarno dari BPU PPN  dan Ir Sarjadi dari BP3G Pasuruan, tahun 1963 - 1965 oleh Ir Simatupang, Kepala Research dan Ir Sarjadi dari BP3G Pasuruan, tahun 1965 - 1967 oleh Ir Soedjono dibawah pengawasan B.P.3.G. Pasuruan, tahun 1968 - 1970 oleh Ir TM Joesoef, Kepala Research dibawah pengawasan B.P.3.G. Pasuruan.
CEKOP sendiri pada tahun 1963 mendatangkan Gelsinki dan Symzioh untuk ikut mengadakan penelitian dan riset tanah terhadap kecocokan tanah di Cot Girek.

Penelitian dan riset kelayakan untuk pembangunan pabrik serta sarana dan prasarana pendukung dilakukan pada 1963 oleh Prof. Willun dari Polandia dengan didampingi Ir Sumara dari Lembaga Tanah Institut Teknologi Bandung ; dimana hasil survey menetapkan posisi main building adalah berada tepat ditengah luas hamparan yang sebesar 7.800 Ha.

Hasil riset terhadap tanah ditindak lanjuti dengan tahapan perencanaan mesin dan peralatan yang akan digunakan. Tim perencana terdiri dari tim CEKOP yang diketuai Gelsinki dan tim Indonesia yang diketuai  Ir Soedarsono (Ahli Mesin), dengan anggotanya Ir Liem Tjiang Hwat / lr Halim (Ahli  Tekhnologi Gula), Ir Njoo Hwat Boen (Ahli Mesin), Liau Koh Tjie (Ahli Tekhnologi Gula), Ir Tan Gwan An (Ahli Listrik), Liem In Tjioe (Ahli Mesin) dan Lessoemardjo (Ahli Mesin).

Sementara itu, perencanaan pembangunan sipil dilaksanakan oleh Biro Insinjur dan Arsitek Artistica Bandung dengan pengawasan / direktie voering oleh pihak PG Tjot Girek.

Pada permulaan tahun 1970 dilakukan feasibility study oleh American Factors Associate dengan tujuan untuk mengadakan penelitian secara mendalam dalam menjawab pertanyaan apakah Projek Gula Tjot Girek dimasa depan mempunyai potensi ekonomis dan potensi bisnis yang layak.
Hasil daripada studi yang dilakukan didapat kesimpulan bahwa "Tjot Girek Project can be made economically feasible under the assumptions and the work program recommended" ; dalam laporannya penekanan diutamakan kepada manajemen yang sehat.

Akhir tahun 1964 paket mesin dan peralatan tahap pertama dari Polandia mulai datang ke Indonesia lewat pelabuhan Belawan dan Lhokseumawe, dimana khusus untuk hal tersebut di pelabuhan Lhokseumawe dibangun sebuah dermaga dari kayu sepanjang 95 M, dibantu dengan sebuah crane dari Pertamina untuk keperluan handling mesin dan peralatan yang beratnya bisa mencapai 25 Ton. Kegiatan handling di dermaga pelabuhan Belawan maupun Lhokseumawe berlangsung terus dan dinyatakan lengkap pada 1967, dengan total handling sebesar 17.000 Ton.

Pada pertengahan April 1965 dimulai seremonial pembangunan Pabrik Gula Tjot Girek yaitu upacara menanam kepala kerbau ditempat dimana main building akan didirikan. Kepala kerbau tersebut ditanam oleh Letnan Kolonel Harsono, Perwira Pengawas dari BPU Perusahaan Negara Bangunan.
Pembangunan fisik selesai pada pertengahan bulan Agustus 1970 dan secara resmi dinyatakan siap secara operasional pada hari Senin tanggal 31 Agustus 1970 jam 14.15 WIB yaitu saat dimulainya first trial run / giling percobaan pertama.  Lambatnya waktu pembangunan yang mencapai enam tahun tersebut disebabkan oleh rumitnya sumber pendanaan yang berkisar antara pembiayaan oleh Pemerintah RI atau BPU PPN Gula yang mana permasalahan sumber pendanaan ini baru terselesaikan pada pertengahan tahun 1968.

Produksi gula Kristal sebagai hasil pengolahan “PG Tjot Girek” dihasilkan pada tanggal 6 September 1970 jarm 10.00 WIB dan masih belum sempurna karena  bahan pokoknja ialah tebu yang sudah berumur diatas 14 - 15 bulan, sedangkan rendement pada hari hari pertama adalah  5,5 %  dengan RQ = 66.
"PG Tjot Girek" pernah dikunjungi Presiden Soeharto pada Mei 1970. Saat itu masyarakat Aceh sangat bangga dengan hadirnya pabrik tersebut. Banyak mimpi-mimpi indah yang terhembus di Aceh jika pabrik ini nantinya mampu mandiri dan akan dapat menopang perekonomian Aceh khususnya Aceh Utara.

Oleh karenanya tidak heran, saat presiden akan berkunjung ada dua sisi yang paling sibuk menghadapi kunjungan Presiden. Yang pertama adalah anak-anak sekolah, khususnya anak murid SD se Kecamatan Syamtalira Arun (saat itu sekecamatan dengan Cot Girek) seminggu sebelum  Presiden Suharto tiba anak-anak sudah dilatih baris berbaris, bernyanyi dan rumah-rumah penduduk yang akan dilewati telah disulap dengan cat putih dan merah.

Di sisi lain yang tak kalah sibuk selain pemerintah daerah tingkat dua, adalah pasukan pengawal Presiden Suharto. Ketika rombongan tiba dengan beberapa buah bis besar melewati jalan yang berpasir yang belum diaspal tentu akan membuat debu mengebul kesana kemari di sepanjang lintasan 15 Km dari Lhok Sukun ke Cot Girek. Beberapa upaya penyiraman dilakukan sebelum rombongan lewat, tapi tidak kuat menahan sengatan terik matahari sehingga jalan yang baru disiram air berkali-kali itu mengering lagi seketika.

Anak-anak SD dengan menggunakan bendera yang terbuat dari bahan kertas manila   menggerak-gerakkan tangannya seolah menyampaikan pesan selamat datang di daerah tersebut. Anak murid SD ditemani oleh gurunya menunggu berjam-jam.

Presiden sendiri tidak ada dalam rombongan itu, karena Presiden Suharto menggunakan Helikopter dari kota Lhokseumawe atau dari bandara Malikulsaleh menuju Cot Girek ditempuh dalam  waktu perjalanan selama 15 menit saja.  Presiden mendarat di dekat PG Cot Girek. Setelah acara singkat selesai, lalu  Presiden Suharto pulang mengikuti jalur dan prosedur saat  kedatangannya.
Suasana Peresmian PG Tjot Girek Pada 19 September 1970
"PG Tjot Girek" diresmikan penggunaannya oleh Menko Ekuin Sri Sultan Hamengkobowono IX pada tanggal 19 September 1970.

Struktur pimpinan PG Tjot Girek pada saat diresmikan adalah Ir Soedarsono (Pimpinan), TR Husein, (Asisten Pimpinan),  AJ Wurangian (Kepala Instalasi), Marsandi (Kepala Bagian Instalasi), Sukirman BSc (Kepala Bagian Tekhnologi), JB Sidabutar (Kepala Bagian Umum), R Prajitno (Kepala Bagian Keuangan), Soemardjono (Sekretaris), R Bambang Oetoro (Kepala Bagian Tanaman), Karyono (Kasubag Tanaman), Ir Siswojo, (Kasubag Mekanisasi), Ir TM Joesoef (Kasubag Research), Kapten Memet R (Kasubag Drainage/Irigasi), Marsudi (Kasubag Angkutan), Moehtar Sjamaan (Kasie Kemotoran), lr Sumarat (Kepala Bagian Teknik Sipil) sampai Juli 1970 - diganti dengan Dede Suwardi, Djamil Said BSc (Kasub Internal Control), M. Nur Machmud (Kepala Penyediaan/Pembelian Bahan Umum), R Siswandi (Kepala Penyediaan/Pembelian Bahan Instalasi/Pabrik), Dr. THD Pandjaitan (Kepala Rumah Sakit), Ustadz Abdullah Hasan (Kasie  Pendidikan Agama),  M Nurdin (Kasie Personalia), Mayor S. Soedjono (Perwira Keamanan), Peltu Zakaria Amin ( Wa Pa Keamanan), Zainuddin (Ka Perwakilan Kantor Medan),  dan J  Tanuwidjaja (Ka Perwakilan Kantor Jakarta).

Sedangkan ahli gula yang bekerja di PG Tjot Girek pada saat diresmikan adalah Aminuddin BSc, Nurdin Saiman B.Sc, Rusdi BSc. Ny. Sutji  Hartati Rusdi BSc, Djamhari BSc, Soeparno BSc, Imam Dairubi BSc, Wachjono BSc dan Farid Fuadi BSc.

Sedangkan Tim Polandia mulai pabrik mulai dibangun sampai saat peresmian “Pabrik Gula Tjot Girek” adalah  Korzekwa MSc (Chief Engineer), Dzielak BSc.Eng (Head Engineer for PowerAssembly), Makowski (Foreman for Turbine House), Polanowski MSc.Eng, (Head Engineer for Technologie), Pacewiez MSc.Eng (Head Engineer for Electrics), Duda MSc.Eng, (Automatic Engineer), M Pesek (Foreman for Mill Stations), Boryk (Expert of Centrifuges), Narzia Kiewirz (Foreman for Turbine House), Stanislaw Hubay (Foreman for Turbine House), Kisielewski (Foreman for Turbine House), Korzekoska (Technologist Engineer), Olkowez (Foreman).

Pada saat diresmikan tersebut luas konsesi “Pabrik Gula Tjot Girek” adalah 7.890 Ha, dengan penggunaan : Kebun Karet : 427 Ha, Kompleks Perumahan : 200 Ha, Perumahan di afdelimg : 100 Ha, Kompleks pabrik : 40 Ha, Dam Untuk Penampungan Air : 258 HA, Jalan, Rail Ban, Saluran Air : 125 Ha,  Areal Berbukit tidak dapat dipergunakan untuk tanaman tebu : 4.240 Ha, dan Luas Areal Yang Dapat Dipakai Untuk Tanaman Tebu : 2.500 Ha.

Tenaga kerja pada diresmikan adalah 1.145 Orang dengan rincian penggunan (orang) : Pimpinan 2,  Bagian TUK  26, Bagian Instalasi 378, Bagian Tanaman 122, Sub Bagian Teknik Sipil 131, Sub. Bagian Angkutan 123, Sub. Bagian Irigasi  14, Sub. Bagian Research, Sub. Bagian Mekanisasi 66, Bagian. Tekhnologi 65, Bagian Umum 129, Keamanan 40, Usaha Sampingan 147,  Guru Negeri  9.
Selama giling ditambah dengan tenaga musiman Tanaman : 600 orang dan Pabrik : 400 orang.

Akhir dari "Pabrik Gula Tjot Girek"

Tidak ada yang menyangka, usaha besar dengan latar belakang yang  ideal dari satu sisi, serta kehati hatian dalan pengambilan keputusan ternyata tidak dapat berjalan sebagaimana diharapkan. Feasibility Study yang dikerjakan oleh Tim CEKOP dari Polandia pada 1963 dan oleh American Factors Associate dari Amerika Serikat pada 1970 ternyata meleset.

Tidak ada data yang pasti untuk dapat mengetahui alasan kenapa “Pabrik Gula Tjot Girek” ditutup. Ada beberapa keterangan, tetapi sangat diragukan keabsahannya. Yang paling banyak disebutkan adalah tingginya beban pokok penjualan gula. Tingginya BPP ini disebutkan karena kurangnya subsidi yang diberikan pemerintah terlalu kecil, sehingga mengakibatkan unit cost gula yang diproduksi tidak ekonomis.
Alasan ini rasanya terlalu lemah ; karena terutama setelah tahun 1982 pupuk urea yang sangat dibutuhkan tersedia dengan mudah dan murah. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 1982 telah berdiri PT Pupuk Iskandar Muda di Lhok Seumawe yang hanya berjarak 35 Km dari Cot Girek. 
Alasan lain adalah kondisi kemanan, hal ini juga dirasakan lemah karena posisi Kabupaten Aceh Utara dengan adanya PT PIM dan PT Arun LNG merupakan obyek vital dari pandangan keamanan, berdasarkan keterangan yang didapat area tersebut dijaga dengan ketat ; sebagai gambaran sepanjang jalan mulai dari kilometer I lintas Lhok Sukon menuju Cot Girek hingga Seureuke dijaga lebih dari 25 unit pos tentara. Sebagian pos berada di jalan line pipa, sebagai pasukan Pengamanan Proyek Vital Exxon Mobil (http://www.andreasharsono.net/2006/02/transmigran-jawa-dua-masa.html)

Alasan selanjutnya yang sering dikemukakan adalah kekurangan tenaga kerja terutama untuk buruh tanam dan tebang.  Hal ini juga terasa kurang tepat ; karena untuk kebutuhan tenaga kerja, dibantu pemerintah dengan pelaksanaan pola transmigrasi yang diarahkan berdekatan dengan lokasi perkebunan sebagai sumber tenaga kerja.
Kalau melihat capaian produksi rasanya perlu dicermati rendahnya produktifitas baik dari bahan baku tebunya maupun capaian rendement akhir. Hasil penelitian berdasarkan capaian tanaman percobaan disimpulkan bahwa perusahaan wajib menjaga mutu bibit dengan menambah varietas dengan bibit yang diimpor. Sedangkan berdasarkan kajian American Factors Associate disimpulkan bahwa "Proyek Cot Girek merupakan proyek yang sehat dan can be made economically feasible under the assumptions and the work program recommended" . Artinya ancaman terhadap keberadaan perusahaan telah dideteksi secara dini melalui kajian yang dibuat oleh pakar dari Polandia dan pakar dari Amerika Serikat.

"Pabrik Gula Tjot Girek" akhirnya berhenti beroperasi pada 1985, setelah beberapa tahun terakhirnya dalam kondisi yang tidak sehat. Tanaman tebu dikonversi ke tanaman sawit dan sebagai unit pengolahannya didirikan sebuah Pabrik Kelapa Sawit.

Konversi tanaman kelapa sawit di Kebun Cot Girek dibiayai secara bersama oleh PTP II, PTP III dan PTP VII dengan membentuk PT. Cot Girek Baru (Persero) sedangkan untuk pembangunan PKS dibiayai oleh PTP IX sehingga namanya menjadi PKS Cot Girek  PT. Perkebunan IX (Persero).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor : 6 tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996 yang dikukuhkan dengan akta pendirian Nomor 34 tanggal 11 Maret 1996 oleh Notaris Harun Kamil, SH di Jakarta, dengan modal dasar perseroan sebesar Rp. 400 milyar dan yang sudah ditempatkan dan disetor pemerintah sebesar Rp. 120 mllyar, yang kemudian telah dilakukan perubahan dengan akta Nomor : 6 tanggal 8 Oktober 2002 oleh Notaris Sri Rahayu A. Prasetyo, SH, maka sebagai tindak lanjut dari PP tersebut ; PT. Cot Girek Baru (Persero) dan PKS Cot Girek  PT. Perkebunan IX (Persero) tergabung menjadi bagian dari PT Perkebunan Nusantara I (Persero). 


Pustaka :

PENDJELASAN RINGKAS PABRIK GULA TJOT GIREK, Diresmikan pada tgl. 19 September 1970, BADAN CHUSUS URUSAN P.N.  PERKEBUNAN 1970.


DAERAH  ISTIMEWA  ACEH MEMBANGUN, DEPARTEMEN PENERANGAN R.I.,  19 SEPTEMBER 1978.


http://www.andreasharsono.net/2006/02/transmigran-jawa-dua-masa.html

http://www.ptpn1.co.id/
 ___________________________________________________

___________________________________________________