Wednesday, October 2, 2013

BAGIAN II "BUKTI KEPADA GENERASI PENERUS" OTOBIOGRAFI Drs HS PULUNGAN


MASA KERJA DI 
INSPEKTORAT ANEKA TANAMAN SUMUT-ATJEH DAN 
KANTOR PEMASARAN BERSAMA
(1966 – 1968) 


Tahun 1966 selalu dikatakan sebagai tahun peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru.

Kalau dalam peralihan dari Orde Baru ke Orde Reformasi yang populer adalah istilah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), pada waktu peralihan Orde Lama ke Orde Baru yang terkenal adalah istilah mismanagement, produktivitas dan effisiensi, sehingga "obat"nya adalah perbaikan manajemen.

PPN Karet segera mengadakan Kursus Pimpinan Perusahaan (KPP) diadakan di Karet II Tanjung Morawa dengan penyelenggara Pusat Penelitian Karet Tanjung Morawa. Sebagai pengajar mata kuliah Manajemen, saya diperbantukan fakultas mengajar disana. Beberapa bulan kemudian saya juga ikut mengajar di kursus yang sama yang diadakan PPN Aneka Tanaman (Antan) di Pabatu, yaitu di PPN - Antan II.

Sebagai dosen di USU saya juga ditugaskan membantu perusahaan perkebunan negara sebagai dosen tamu di Kursus Pimpinan Perkebunan yang diadakan kelompok BPU Karet di Tanjung Morawa. Sama saja dengan di tempat lain, disinipun saya memberi kuliah mangement dengan satu cabangnya Office Management. Hal yang sama juga saya laksanakan di KPP Aneka Tanaman di Pabatu.

Memang nasib manusia atau nasib saya bukan saya yang atur, ada kekuatan di luar atau di atas kita yang merupakan Sang Maha Pengatur Mengajar di dua KPP itu membawa saya berkenalan dengan perkebunan, sehingga pindah kerja ke perkebunan didahului dengan pengenalan manusia-manusia perkebunan itu. 

Namun, belakangan bertugas mengajar di KPP inipun banyak halangannya, ada yang melaporkan bahwa cara saya mengajar tidak simpatik, dan tanpa konsultasi dengan saya mata kuliah saya diisi orang lain dengan nama yang hampir mirip. Saya sesalkan mengapa keluhan itu tidak disampaikan langsung kepada saya, namun saya tahu diri dan mengundurkan diri.

Setelah meninggalkan perusahaan Pardede, saya berupaya terus bergerak, keep moving, dengan berjalan kaki berusaha mencari informasi dari teman-teman mengenai adanya lowongan. Saya sendiri punya feeling bahwa dalam waktu enam bulan saya dapat pekerjaan baru.

Apa yang dialami pada tahun 1963, sekarang terulang kembali. Saya tidak ingat dan mana informasi itu diperoleh, kalau tidak salah dari (sekarang) Prof Drs. T.L.Tobing, yang jadi pegawai honorer di salah satu perusahaan perkebunan negara, bahwa salah satu perusahaan, PPN Antan V memerlukan seorang sarjana ekonomi.

Memang waktu itu ada mode menerima sarjana ekonomi di unit-unit perusahaan perkebunan, sesuai dengan iklim ingin memperbaiki manajemen perusahaan. 

Perkebunan negara mekar dalam tahun 1958 dengan dinasionalisasinya perusahaan Belanda digabungkan dengan Perusahan-Perkebunan Negara yang juga merupakan gabungan dari perusahaan negara asli ditambah dengan perusahaan yang sebelumnya merupakan milik perusahaan Jepang dan Jerman yang kalah dalam Penang Dunia II.

Pada waktu itu perkebunan negara berbagi dalam beberapa Badan Pimpinan Umum (BPU), semacam holding company, berdasarkan jenis budidaya, BPU PPN Karet, BPU PPN Tembakau, BPU PPN Serat dan satu diantaranya BPU Aneka Tanaman.

BPU AnekaTanaman adalah perkebunan perkebunan yang tidak masuk dalam BPU lain, dan kebetulan di Sumatera Utara yang menonjol adalah Kelapa Sawit dan yang kedua teh. Masing-masing BPU mempunyai beberapa unit produksi, BPU Aneka Tanaman di Sumatera Utara-Aceh ada 6 unit, PPN Aneka Tanaman I sampai dengan VI.

PPN AnekaTanaman mempunyai seorang Inspektur yang bertugas sebagai koordinator wilayah, dan karena PPN Aneka Tanaman I terletak di Aceh. Inspektorat ini dinamakan Inspektorat Sumut — Aceh. 

Yang meminta tenaga adalah PPN Aneka Tanaman V, Direkturnya bernama Aliudin Lubis dan Direktur Mudanya Albert Nainggolan. (Ternyata dengan Aliudin ini ada jalur famili, sebagaimana kemudian diketahui hal yang sama dengan Muluk Lubis dan Nuddin Lubis.)

Yang merekrut adalah Inspektur, dan Inspektur waktu itu adalah Manggaletar Harahap. Sebelumnya saya sering mendengar nama ini dari mertua sebagai keluarga, dan info tentang lowongan ini saya sampaikan kepada isteri dan tentunya juga sampai pada mertua.

Mertua beserta isteri segera berangkat menemui Pak Harahap. Sambil menunggu yang bersangkutan keluar dari kamar, isteri saya melihat-lihat album yang terletak di meja tamu. Album itu ternyata memuat photo-photo kunjungan Menteri TD Pardede ke salah satu perkebunan PPN Antan. Dalam album itu ternyata ada gambar saya sewaktu mendampingi Pardede.

Secara tidak langsung photo bersama itu merupakan referensi. Pak Mangaletar berjanji akan membantu. Namun, terasa lama juga tidak ada kabar, belakangan ia tahu bahwa penerimaannya diputuskan dalan rapat gabungan Direksi PPN Aneka Tanaman Sumut Aceh, yang diadakan sekali dalam sebulan. Hal itu saya ketahui karena Setelah diterima, saya tidak langsung ditempatkan di PPN Antan V, sementara saya diperbantukan di Inspektorat.

BERTUGAS DI INSPEKTORAT ANEKA TANAMAN.

Di Inspektorat Aneka Tanaman antara lain saya bertugas sebagai sebagai notulis rapat Direksi Aneka Tanaman, dan saya bisa membaca putusan rapat yang lalu yang menyetujui penerimaannya.

Suatu hal yang tidak dapat dilupakan adalah pengalaman menerima gaji pertama yang jauh berlipat ganda dari apa yang pernah saya terima dari USU dan TD. Pardede digabung. Saya masih ingat bagaimana isteri merasa "kenyang" tanpa makan sesudah menerima gaji tersebut.

Beberapa bulan sesudah diterima, saya diikut sertakan dalam perjalanan dinas Direktur Utama BPU PPN Antan bapak almarhum Radjamin Lubis dalam perjalanan dinasnya keperkebunan Kayu Aro. (Lihat uraian dalam tulisan Dibawah bayangan plan Mokoginta perkebunan Kayu Aro terletak dikaki Gunung Kerinci).

Perkebunan Kayu Aro termasuk dalam PPN Antan VI yang terletak di Sumatera Utara, terletak di Propinsi Jambi, sedangkan ekspornya dilakukan dari Padang, Sumatera Barat. Perwira pengawasnya berada dibawah Kodam Sriwijaya yang pusat di Palembang.

Saya merasa perjalanan bersama pak Dirut ini merupakan "briefing" tidak langsung mengenai perkebunan. Selain dari pada mengenal Kebun Kayu Aro, saya juga "menikmati" jalan yang rusak, namun juga untuk pertama kali saya mengunjungi Sumatera Barat, dengan kota-kotanya Padang, Bukit Tinggi, mengunjungi danau Singkarak dan danau Maninjau.

Dua tahun sesudah berdirinya Orde Baru, timbul pemikiran-pemikiran baru tentang perusahaan negara. Timbul pemikiran agar Pemerintah jangan terlampau banyak ikut campur. Timbulah ide, menjadikan perusahaan negara jadi perusahaan swasta, dalam anti hanya modalnya yang jadi milik negara. Pegawainya juga adalah pegawai swasta sehingga tidak punya NIP (nomor induk pegawai).

Saya masih ingat, semua pegawai perkebunan telah mendapat formulir isian untuk mendapatkan NIP namun tidak jadi diproses.

Adanya semangat memberantas mismanagement, meningkatkan produktivitas, mendorong PPN Antan membentuk Team Inspeksi yang mengadakan "management audit" tahunan dengan mengunjungi semua kebun PPN Antan Sumut Aceh. Dinamakan Team karena dibentuk setiap tahun dengan intinya staf Inspektorat, Staf dari Pusat Penelitian Marihat dan Biro Ahli Tehnik dan Tekhnologi, kemudian diperkuat dengan staf dari PPN sendiri secara silang.

Team terdiri dari 3 kelompok, kelompok tanaman yang terdiri dari orang-orang Pusat Penelitian, kelompok Tehnik dan Tehnologi yang tediri dari orang-orang BATT, serta kelompok administrasi yang terdiri dari orang-orang Inspektorat. Saya sendiri tergabung dalam kelompok administrasi. Bagi saya ikut serta dalam team ini lebih banyak merupakan in house training, mengenal dunianya yang baru, dunia perkebunan. Anggota-anggota team ini sebagian telah saya dikenal, karena sama-sama jadi pengajar di Kursus Manajemen Perkebunan.

Dalam team ini terdapat kerja sama yang sangat baik, saya sendiri selain mendalami bidang administrasi, juga mendapat kesempatan mempelajari bidang dang lainnya, bidang tanaman serta bidang tehnik dan tehnologi. Lebih jauh dari itu saya juga mendapat kesempatan mengadakan komparasi antara kebun, baik dalam PPN yang sama maupun PPN yang berbeda.

Yang sangat saya kesalkan, seperti dalam kasus KPP Karet, saya juga "difitnah" di KPP Aneka Tanaman. Memang, saya berbuat kesalahan, mengajar orang dewasa dengan gaya memperlakukan mahasiswa. Bila saya mengatakan kepada mahasiswa soal ujian yang pasti keluar, mahasiswa tidak percaya akan hal itu, bahkan mereka yakin yang terjadi adalah sebaliknya, sehingga mereka akan mempersiapkan diri dengan berupaya menguasai seluruh materi, dan bukan yang dikatakan yang pasti keluar itu. Ada peserta KPP yang yakin bahwa saya benar-benar "membocorkan" rahasia dan betul-betul menguasai apa yang saya katakan akan keluar dan kurang menguasai yang lain.

Setelah ujian diadakan ia merasa ditipu dan melaporkannya pada pengurus KPP juga seperti di KPP Karet tidak ada clearence dengan saya dan saya langsung dikeluarkan dari KPP. Andaikata pada waktu itu saya sudah mengenal andragogi, tentulah hal ini tidak terjadi. Pengikut kursus yang bersangkutan benar-benar masuk rumah sakit, gara-gara ujiannya yang gagal itu darah tingginya kambuh. Belakangan saya juga mendengar bahwa yang bersangkutan adalah orang yang serius dan tidak mau jadi nomor dua.

Seperti yang disinggung diatas, selama di inspektorat saya juga ditugaskan sebagai notulis dalam rapat direksi yang diadakan secara periodik, dimana saya berkesempatan memantau cara berapat direksi, bagaimana masing-masing direksi menyampaikan pendapat dan bagaimana mereka mengambil kesimpulan.

Setiap tahun diadakan semacam management audit, dan mengadakan daftar-dafta komperatif antara kebun antar PPN, dalam bidang biaya dan produktivitas. Saya ditugaskan dalam bidang inspeksi pembukuan di kantor Inspektorat Aneka Tanaman untuk wilayah Sumatera Utara - Aceh. Tugasnya adalah semacam mengadakan internal audit ke perkebunan. (organisasi perkebunan setelah diambil alih selalu berkembang dan berganti ganti. Pada awalnya mempertahankan organisasi yang ada seperti ex HVA, ex RCMA dan lain-lain). Kemudian direorganisasi berdasarkan budidaya, tergabung dalam beberapa Badan Pimpinan Umum (BPU), BPU Karet. BPU Tembakau, BPU Gula dan yang tidak masuk budidaya tersebut dimasukkan dalam BPU Aneka Tanaman. 

Masing-masing BPU terdiri dari beberapa PPN. BPU Aneka Tanaman di Sumatera Utara-Aceh mempunya sebuah Inspektorat yang berfungsi sebagai Koordinator, meliputi PPN Aneka I sampai dengan VI. Katanya organisasi ini mengambil model dari blok timur Belakangan dirobah lagi jadi PN Perkebunan kemudian PT Perkebunan  dan terakhir jadi PT Perkebunan Nusantara.

Saya harus bekerja keras, apalagi kebutuhan tugas saya telah beralih dari bidang management yang lebih luas ke bidang accounting. Saya harus belajar mengenal apa yang dinamakan accounting chart, yang merupakan pemahaman tentang susunan account atau rekening yang digunakan dalam perusahaan, khususnya perusahaan perkebunan 

Demikian juga saya harus mempelajari prosedur pembukuan. Saya dengar sistem yang digunakan adalah decimal stelsel dari Dewey, yang penerapannya dalam bidang, perpustakaan telah saya singgung diatas. Dasar penyusunannya adalah logic yang dikemukakan oleh Schmalenboch, yang menggambarkan riwayat perusahaan mulai dari penyediaan modal, penggunaan modal itu sebagaimana tergambar dalam arus keuangan, penggambaran penggunaan uang itu untuk biaya produksi, penerimaan uang dari penjualan poduksi dan melalui apa yang dinamakan matching cost against revenue, kegiatan manusia menimbulkan untung atau rugi yang pada gilirannya memperbesar atau memperked modal. Saya juga harus mempelajari penyusunan laporan keuangan konsolidasi. Saya merasa sangat beruntung, sekaligus dapat mempelajari pengetahuannya dan melihat pelaksanaannya dalam praktek.

Tugas dari team inspeksi dititik beratkan pada pencapaian produktivitas dan efficiency, dan kalau terbawa pada penemuan penyelewengan, itu bukanlah tujuan utama. 

Selama bertugas di Inspektorat saya jadi pemegang kenderaan (wagen houder) yang berarti boleh menyimpan mobil di rumah, dan dengan sendirinya bisa dipakai diluar dinas, walaupun menurut peraturan tidak boleh. Mobil ini juga saya manfaatkan mengantar jemput anak-anak ke sekolah. Pernah satu kali sopir tidak masuk, saya membawa anak-anak ke sekolah, namun lupa menjemput pada waktunya. Sewaktu diingatkan saya buru-buru menuju sekolah ternyata mereka sudah tidak ada, saya kejar ke rumah ternyata mereka sudah ada di rumah, diantar oleh gurunya.

Salah satu tugas tambahan yang saya kerjakan adalah sehubungan dengan pembukaan Pabrik Kelapa Sawit Bah Jambi. 

Bah Jambi adalah salah satu kebun yang berada dalam lingkungan Aneka Tanaman III, disamping dua kebun lainnya, Dolok Sinumbah dan Mayang, ketiga-tiganya terletak di Kabupaten Simalungun.

Pada masa Aneka Tanaman di Sumatera Utara-Aceh, dimana keadaan keuangan adalah sulit, ada dua orang yang energik masih bergiat memperluas kebun, yaitu Mawardi Djamil Lubis, Direktur Aneka Tanaman II, dengan kebun Sawit Seberang yang terletak Kabupaten Langkat, Adolina dan Pabatu yang terletak di Kabupaten Deli Serdang, dan Lintong Maruli Siahaan, Direktur Aneka Tanaman III.

M.Dj. Lubis membuka kebun Baru, yang diberi nama Tritura, terletak bersebelahan dengan kebun Sawit Seberang. Namun, pembangunannya belum siap dan proyek itu diteruskan oleh PNP II dan diresmikan oleh Direktur Jenderal Perkebunan, Mayor Jenderal Muluk Lubis. Saya sendiri telah berada di PNP II menjabat sebagai Direktur Komersil.

Saya masih ingat sehari sebelum diresmikan, Menteri Pertanian memutuskan namanya dirobah dari kebun Tritura menjadi kebun Sawit Hulu. Sesudah Sawit Hulu, ada beberapa kebun lagi yang dibangun PTP II di daerah Langkat ini. 

LM. Siahaan memang ada juga membuka kebun baru, yang dinamakan Bukit Ex Lima (saat ini PTPN IV Kebun BUKIT LIMA), disamping membangun pabrik baru di Bah Jambi. Pembangunan pabrik ini menggunakan bangunan lama, yaitu pabrik sisal.

Pemerintah merasa perlu mengexpose peresmian pabrik ini, sebagai bukti bahwa Indonesia walaupun dalam keadaan sulit masih bisa membangun. Pembukaan diadakan oleh Menko Ekuin Hamengku Buwono IX, dengan rombongan besar yang terdiri dari beberapa Menteri dan berpuluh Duta Besar negara sahabat. Saya mengatur tempat duduk para duta besar dalam minibus secara alfabetis, namun terjadi "kecelakaan kecil" karena duta besar USA (United States of America) terpaksa duduk berdampingan dengan duta besar UAR (United Arab Republics).

UAR adalah gabungan antara Mesir dan Siria yang pernah ada walaupun kemudian bubar. UAR pada waktu dibawah Pimpinan Presiden Nasser sangat pro Russia dan sedang berselisih dengan USA. Rombongan tidak langsung menuju Bah Jambi, tetapi lebih dahulu bermalam di Parapat, dan beristirahat disana dihari Minggu.

Hamengku Buwono IX , secara tiba-tiba ingin memanfaatkan waktu itu untuk meninjau proyek listrik Siguragura. Saya sebagai sekretaris panitia pusat menjadi kalang kabut. Untunglah ada anggota Polri yang bersedia mengantarkan Surat ke Bupati Tapanuli Utara, dan Pak Bupati merasa kaget juga dengan adanya acara yang tiba-tiba itu.

Acara di Bah Jambi sendiri berjalan lancar. Belakangan saya baru tahu, bahwa penekanan tombol peresmian adalah "simbolis". Begitu tombol dipencet ada yang memberi kode ke pabrik dan disana ada yang bertugas membukan sirene, jadi bukan dari tombol yang dipencet itu sirene berbunyi. Dengan cara demikian dijamin tidak ada kemacetan. Namun, sesudahnya timbul masalah, karena mobil Menteri Perindustrian Ir. Sanusi dalam perjalanan pulang ke Medan mengalami kecelakaan dan pak Menteri masuk rumah sakit sedang ajudannya meninggal.

Kami dari panitia diminta pertanggung jawaban. Kami sudah mulai menyusun dengan mengemukakan bahwa Menteri keluar dari konvoi dan juga tidak memakai mobil yang disediakan panitia. Untunglah pak Menteri segera siuman, beliau mengatakan tidak ada siapa-siapa yang salah. Namun demikian, untunglah "administrasi rombongan" sudah saya susun dengan rapat, sehingga bila "interogasl" terhadap panitia berlanjut, saya sudah punya bahan yang bisa dipertanggung jawabkan.

Pada satu kesempatan, Direktur Aneka Tanaman III pernah mengeluh, karena tidak ada bentuk penghargaan apapun yang diberikan kepadanya, kepada perusahaan atau anak buahnya, ia merindukannya walaupun ditulis dikertas bekas bungkus rokok. 

Memang. masalah human touch ini adalah masalah besar yang sering dilupakan. Dalam rangka inilah misalnya, Bank Central Asia selalu mengirimkan ucapan selamat ulang tahun kepada nasabahnya. Belakangan sesudah saya bergabung dengan pak LM. Siahaan di PNP II, kami berupaya menyelenggarakan human touch ini, misalnya dengan mengundang pegawai yang selesai kursus dengan prestasi baik untuk minum teh bersama, dan mengucapkan rasa terima kasih atas prestasinya dan sekadar kenangan diberikan sebuah pulpen yang harganya tidak seberapa. Peristiwa minum teh bersama ini ceritanya akan sampai kemana-mana dan sangat baik efeknya terhadap peningkatan prestasi.

Dalam rangka peningkatan produksi, afdeling yang terbaik prestasinya diberikan TV untuk dimanfaatkan bersama, bahkan seusai pemberian televisi ini selesai dilanjutkan, dengan pemberian generator listerik untuk penerangan afdeling.

BERTUGAS DI KANTOR PEMASARAN BERSAMA.

Rintisan minta pinjaman dari luar negeri, terutama dari Bank Dunia dan lembaganya International Development Association mau tidak mau juga berpengaruh, antara lain dalam perobahan dalam struktur manajemen, perobahan dari PPN menjadi PNP dengan adanya Board or Directors dan Board of Management, mencontoh manajemen Amerika namun tidak sepenuhnya.

Tahun 1968 diadakanlah perobahan, PPN direorganisasi, BPU PPN dihapuskan. Seluruh perkebunan negara dibagi dalam beberapa Perusahaan Negara Perkebunan (PNP), di Sumatera Utara – Aceh terdapat 8 PNP. PNP 1 di Aceh dan selebihnya di Sumatera Utara. Direksi PPN yang tadinya terdiri dari seorang Direktur dan seorang Direktur Muda sekarang menjadi 3 orang, seorang direktur utama dan 2 orang direktur, direktur produksi dan direktur komersiel dan umum.

Disebutkan bahwa masing-masing PNP berdiri sendiri, sebagai realisasi dari "privatisasi" perusahaan. Perusahaan jadi perusahaan komersil sedangkan Pemerintah hanya sebagai pemegang saham. 

Namun, baru beberapa bulan, dengan alasan efisiensi dan memperkuat daya saing, didirikanlah beberapa Kantor Pemasaran Bersama (KPB), sedangkan di pusat didirikanlah Badan Khusus Urusan PNP yang diketual oleh Menteri Pertanian dan wakilnya Direktur Jenderal Perkebunan.

Kantor Pemasaran Bersama, sesuai dengan namanya petugas-petugas dari masing-masing komersil masing-masing PNP berkumpul dibawah satu atap, dibawah koordinator seorang Managing Director, namun nyatanya KPB berada dibawah kuasa Menteri Pertanian. 

Menteri Pertanian yang tadinya dianggap hands off dari masalah PNP yang dianggap berdiri sendiri, nyata kembali pada pola lama. Jadi, masalah sentralisasi dan desentralisasi disegala bidang ini termasuk dalam manjemen perkebunan, adalah masalah klasik, yang biasanya berakhir dengan kemenangan sentralisasi. Wewenang Dirjen Perkebunan juga dikebiri, Dirjen harus hands off dari BUMN, dan dipegang langsung oleh Menteri.

Tender-tender harus lebih dahulu diketahui menteri, dan dibelakangnya ada "orang dekat" yang ikut jadi pemborong. Masalah adanya super-struktur dan otonomi masing-masing perusahaan ini merupakan masalah yang bergolak terus menerus dari dulu sampai sekarang. Intinya : kekuasaan itu nikmat, dan tidak ada yang dengan sukarela melepaskannya.

Di Inspektorat saya berkesempatan mempelajari basis perusahaan perkebunan, mengenai kebun, afdeling, blok tanaman, baik mengenai produksi maupun pemeliharaan, tehnik dan teknologi, mengenai pengolahan dan seluk-beluknya, pengangkutan dan segi-segi tehnik dan teknologi lainnya, administrasi mengenai accounting, reporting system dan filing, saya mempelajari cara direksi berapat, maka sekarang pada gilirannya saya mempelajari pemasaran, menyangkut selling, transporting, pricing dan lain-lain.

Saya belum sempat bertugas di PPN Antan V, dan dengan bubarnya PPN, sementara saya ditampung di Perwakilan Departemen Perkebunan wilayah Sumatera Utara–Aceh, dan reorganisasi yang dibarengi dengan rasionalisasi dalam bentuk pengurangan pegawai, menyebabkan saya yang baru berdinas 2 tahun terancam di PHK.

Saya sudah hitung-hitung berapa pesangon yang akan saya terima, kira-kira cukup membeli sebuah sepeda motor bekas dan satu kamera, saya akan jadi tukang gambar pasphoto untuk kepentingan kebun, dan saya yakin "bekas" teman-teman saya mau menolong. 

KPB yang baru didirikan dipimpin oleh pak O.B. Siahaan yang pernah jadi mahasiswa saya di fakultas Ekonomi Extension dari Fakultas Ekonomi USU.

Seperti telah disinggung dimuka, salah seorang staf pengajar Fakultas Ekonomi USU, saudara Bahaudin Darus bekerja rangkap sebagai managing director PP Dwikora (gabungan perusahaan Inggeris yang diambil alih), mempunyai relasi dengan perusahaan-­perusahaan, dan menjaring para manager dari perusahaan-perusahaan jadi mahasiswa, diantaranya termasuk O.B. Siahaan.

Sesudah beliau ditunjuk sebagai managing director, beliau mulai menyusun formasi dan personalia KPB. Saya beliau panggil dan menanyakan apa tujuan saya bekerja. Saya sudah tahu kemana arah pertanyaan itu, dan saya menjawab tujuan utama adalah menghidupi isteri dan anak-anak saya, sedangkan pangkat dan jabatan adalah soal kesepuluh. Sengaja saya sebutkan jauh dan bukan nomor dua.

Saya ditarik jadi staf di KPB, bertugas di sub bahagian analisa pasar, bahkan ikut serta menyusun draft berbagai kebijaksanaan dasar. Angan-angan saya jadi tukang gambar ke kebun-kebun tidak jadi terlaksana. Namun ada masalah, kalau selama di Inspektorat Saya jadi wagen houder, di Kantor Pemasaran Bersama, mobil saya dicabut. Saya sendiri rasa hal itu soal biasa, dan begitu mobil dicabut saya sudah masuk kantor dengan naik sepeda. Yang tidak bisa menerima adalah isteri dan terutama anak-anak. 

Tanpa saya sadari istri saya menemui pak O.B. Siahaan di rumah. Besoknya pak OB menemui saya dan bukan saya yang dipanggil. Saya terima beliau dengan senyum, saya rasa hal itu tentu soal mobil. Waktu ditanya apa saya mengalami kesulitan, saya katakan tidak ada. Rupa-rupanya beliau merasa tidak enak, dan beberapa hari kemudian menanyakan apakah saya bersedia naik sepeda motor dinas. Saya katakan, naik sepeda saja saya sudah senang apalagi sepeda motor.

Untuk anak anak saya membeli "mobil sedan", sebuah Vauxhall tua, pokoknya di rumah ada mobil yang masih bisa jalan.

Beberapa bulan kemudian saya dapat jip kembali. Saya ditugaskan sebagai staf analisa pasar dengan pekerjaan pokok mencoba mengadakan forecasting harga sebagai dasar penentuan harga jual.

Pemasaran produksi perkebunan masih mengikuti pola lama, mengutamakan ekspor, sehingga saya harus kerja keras lagi, memahami masalah marketing dengan titik berat pada ekspor. Saya harus paham apa yang dinamakan kontrak, konosemen down payment, apa yang dinamakan lot, apa yang dinamakan lelang, apa yang dinamakan competitive bidding, apa yang dinamakan principle to principle, apa yang dinamakan FOB dan lain-lain.

Saya harus mengerti berfungsinya forwarder, adanya tangki timbun dan gudang di pelabuhan, sistem pemuatan dan pemompaan dan cara penyelesaian dokumen di pelabuhan. Salah satu prinsip yang ingin ditegakkan adalah mengusahakan penjualan principal to principal, penjualan langsung kepada pembeli.

Mereka boleh punya perwakilan di Indanesia, namun mereka membeli atas nama pricipalnya, pendek kata tidak mau menerima calo. Salah satu upaya menghindarkan percaloan ini adalah dengan membayar down payment (DP) dan membuka unrevocable letter of credit (UC)

Belum sampai setahun saya bertugas di KPB, muncul berita saya akan dipindahkan ke PNP V. 

Direksi PTP V ingin mengangkat seorang sarjana ekonomi, dalam rangka menghadapi Bank Dunia dalam urusan penerimaan kredit. 

Waktu itu Pak OB mengatakan boleh saja, namun akan ditempatkan sebagai apa ? Waktu itu ada semacam komitment karena Kepala Bahagian Pembiayaan yang sekarang ingin pensiun, diperlukan Calon penggantinya. Atas dasar itulah saya dipindahkan ke PNP V. 


MASA KERJA DI PNP V
(1968 – 1973)

Saya tidak lama bertugas di KPB, kemudian saya dipindahkan ke PNP V sebagi calon dan kemudian Kepala Bahagian Pembiayaan. (Walaupun telah ada unifikasi perkebunan pada bulan April 1968, namun penggajiannya masih berbeda ; gaji ex Aneka Tanaman lebih tinggi dari ex Karet dimana PNP V termasuk. Akibatnya saya mengalami penurunan gaji. Sesudah beberapa bulan, Direksi hanya berani "menaikkan" gaji saya dengan menambahkan separoh dari selisih gaji Antan dengan gaji Karet).

Namun, nampak-nampaknya setiap pemindahan, walaupun ada segi-segi promosinya juga ada beberapa masalah yang dihadapi. Pertama jip mambo saya harus saya serahkan ke KPB. Saya hanya punya sedan tua yang selalu mogok-mogok, namun bisa dimanfaatkan.

Pada tahun 1968 diadakan lagi reorganisasi, BPU dihilangkan dan dibentuk Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) atas dasar regional, walaupun belum sempurna 100% masih ada yang didominasi tanaman karet saja, kelapa sawit saja dan lain-lain. PNP V didominasi oleh karet.

Selama di KPB saya mendapat gaji sesuai peraturan gaji BPU Aneka Tanaman sedangkan PNP V masih menggunakan penggajian Karet, yang ternyata lebih rendah dan gaji di Aneka Tanaman, sehingga saya mengalami penurunan penghasilan. Selain daripada itu di KPB saya telah jadi "houder" kendaran jip, yang resminya merupakan kenderaan dinas, namun bisa dimanfaatkan diluar dinas. Dengan pindahnya ke PNP V jip dengan sendirinya dikembalikan, tinggallah Vauxhall tua saya yang mogok-mogok.

Dalam keadaan mogok-mogok demikian, sempat juga saya gunakan ke Rumah Sakit Petumbukan, dan diparkir di turunan. Penurunan fasilitas dan penghasilan ini yang memukul, mengingat gaji yang sangat minim, namun karena ada harapan untuk menjadi kepala bahagian maka saya menahankannya.

Saya ditempatkan di Bahagian Pembiayaan, dan dicalonkan jadi bakal menjadi kepala bahagian, apabila senior saya Pak Manik betul-betul pensiun. Ke kantor saya harus jalan kaki, karena saya tidak punya sepeda. Selanjutnya baru saya sadari gaji saya turun, karena sistem gaji Aneka Tanaman lebih tinggi dari sistem karet yang digunakan di PNP V.

Saya sudah mulai frustasi, namun ada lagi koneksi, ternyata atasan saya ; Mas Syamsir Sastrowirono adalah teman isteri saya, dalam arti orang tua mas Syamsir dan mertua saya sama-sama kerja di Kebun Pagar Jawa, dan isteri saya pernah jadi kurir mas Syamsir menyampaikan surat pada pacarnya.

Untuk jadi Kepala Bahagian, pada dasarnya pengetahuan saya telah cukup untuk sekedar jadi Kabag Pembiayaan. Namun pada saat yang sama, dengan munculnya Orde Baru dan mulai menghapuskan go to hell with your aid dan diganti dengan politik pintu terbuka, dengan retorik menerima bantuan (baca: pinjaman sebagai hutang) dari luar negeri yang tidak mengikat.

Kredit yang akan diberikan merupakan satu paket untuk PNP V dan PNP VII, calon pemberi kredit adalah International Development Agency (IDA) suatu lembaga di lingkungan Bank Dunia.

Proses perundingan mulai diadakan, dimulai dari penerimaan advanced group, dilanjutkan dengan mencari fakta-fakta mengenai besarnya kredit dan study kelayakannya, sampai dengan penanda tangan persetujuan kredit.

Sebagai tindak lanjut, PNP V harus menerima kehadiran konsultan, dan konsultan PNP V terdiri dari pemilik lama, Rubber Cultuur Maatschappij Amsterdam (RCMA), bahkan konsultan yang datang adalah orang-orang yang pernah jadi pegawainya di Indanesia. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris, dalam tahap awal sampai pada penandatangan kredit para konsultannya terdiri dari berbagai bangsa, Inggeris, Sri Langka dan lain-lain.

Pada perundingan awal, saya masih terlibat sebagai anggota counter part yang dibentuk oleh perwakilan Departemen Perkebunan. (Pada tahun 1968, sesudah peleburan BPU, inspektorat Antan dirobah jadi Perwakilan Departemen Perkebunan. Dalam perundingan dengan IDA, masing-masing PNP V dan PNP VII yang jadi penerima loan pertama membentuk team counterpart. Counterpart PNP V dipimpin Ir Hasjrul Harahap, Direktur Produksi dan counterpart PNP VII oleh LM. Siahaan, Direktur Komersil dan Umum. Sedangkan counterpart yang dibentuk perwakilan membantu dua-duanya)

Sesudah saya pindah ke PNP V, tahapnya sudah lanjut dan saya lebih banyak terlibat dalam menghadapi konsultan RCMA, konsultan yang harus dipekerjakan sesuai dengan perjanjian kredit, dan pilihan jatuh pada RCMA, eks pemilik kebun-kebun PNP V.

Saya sekarang merasa lucu, karena dalam feasibility study banyak digunakan analisa keuangan dengan menggunakan net present value, Internal rate of return, pay back period dan lain-lain, yang belum saya kenal di bangku kuliah. Karena itu kembali lagi saya harus belajar. (Counterpart saya dari team RCMA adalah Mr Smith, dan melalui dia saya memesan buku financial management dari negeri Belanda).

Salah satu sorotan Bank Dunia adalah kebobrokan reporting system PNP yang tidak mengenal Anggaran Belanja sebagai acuan pekerjaan. Salah satu tugas konsultan adalah merancang accounting system yang baru. 

Sayangnya pimpinan dari pusat melihat bahwa kurang tepat kalau masing-masing PNP punya accouting system sendiri-sendiri. Saya dengan beberapa teman memprakarsai penyusunan accounting system yang meliputi Sumatera Utara. Namun, usaha ini masih ditengah jalan, kembali pimpinan di pusat melihat kurang baik jadi harus satu untuk seluruh Indonesia, dan untuk itu dengan biaya dari kredit Bank Dunia, ditanda tangani kontrak antara Pemerintah dengan SyCip, Gores and Felayo (SGV), konsultan terkenal dari Philipina untuk mendesign accounting system untuk perkebunan.

Kembali lagi dibentuk team counterpart, untuk masing-masing PNP dan untuk wilayah, dimana Sumatera Utara menjadi satu wilayah, dan secara periodik diadakan pertemuan antar wilayah di Jakarta. SGV memperkenalkan sistem digital dan mengatakan accounting system yang digunakan disesuaikan dengan kemungkinan penggunaan komputer. Saya termasuk salah seorang yang menentang komputerisasi itu, karena akan menghilangkan lapangan kerja, dan ternyata saya salah. (Pada tahun tujuh puluhan, komputer masih asing, kami diberi kesempatan melihat komputer Pertamina di Pangkalan Berandan. Saya tidak tahu komputer itu generasi ke berapa, namun sangat besar dan memenuhi satu ruangan besar. Dalam perjalanan sejarah, ternyata komputer itu sendiri berkembang, dan sekarang telah merupakan bahagian dari kehidupan. Ia justru memperluas lapangan kerja, apalagi dengan adanya penggabungan komputer dengan telepon yang menghasilkan internet dan e commerce).

Cara bekerjanya konsultan adalah berdasarkan apa yang telah disepakati bersama dalam perjanjian kredit. Pada dasarnya mereka "membantu" melihat seberapa jauh pasal-pasal dan timing agreement itu telah dilaksanakan. Bila ada kesulitan dalam melaksanakan dicari cara-cara penyelesaiannya dan bila dapat dilaksanakan. Disamping itu, kerja konsultan tidaklah bebas, mereka pada dasarnya adalah pegawai pemberi kredit, Bank Dunia dan International Development Agency (IDA).

Secara periodik WB/IDA mengirim team, dan team ini bisa secara merasa konsultan tidak melaksanakan tugasnya dengan baik dan kontraknya dibatalkan di tengah jalan. Inilah yang dialami RCMA dan digantikan dengan konsultan lain. Sampai sekarang walaupun sebagai seorang amatir dan terbatas sebagai operator, saya menikmati bergaul dengan komputer. Orde baru membawa dampak reorganisasi perkebunan dengan pendekatan peningkatan efisiensi dan produktivitas, Orde Baru juga mengadakan perubahan dari menolak bantuan asing menjadi menerima bantuan asing walaupun dengan embel-embel yang tidak mengikat.

Tahun 1968 itu juga ditandai dengan adanya proses pemberian kredit kepada perkebunan, yang berarti adanya perjumpaan antara warga kebun dengan petugas petugas pemberi kredit, yang pada waktu itu berasal dari Bank Dunia dan lembaga-lembaganya seperti International Development Association (IDA). Kedatangan petugas lembaga ini berlapis lapis, mulai dari identifikasi, evaluasi, penanda tanganan persetujuan, penempatan konsultan, dan lain lain.

Untuk ini diperlukan sarjana ekonomi dan yang bisa berbahasa Inggeris. PNP V terdiri beberapa kebun ex maskapai RCMA (Rubber Cultuur Maatschappij Amsterdam). 

RCMA merupakan perusahaan terkemuka dalam bidang karet, sehingga ada kloon yang namanya kloon RCMA. Ada beberapa perusahaan besar di Sumatera Timur sebelum ambil alih, seperti RCMA, HVA, CMO, Socfin, Good Year, Uniroyal dan lain-lain. Masing-masing perusahaan ini mempunyai "kebudayaan" sendiri dalam berbagai bidang manajemen perkebunan, seperti tanaman, pengolahan, dan lain-lain dan masing-masing pegawai merasa bangga atas kebudayaan masing-masing, sehingga ada istilah sistem HVA, RCMA, Senembah, dan lain-lain.

Sei Karang atau lengkapnya Soengei Karang Klein adalah pusat dan RCMA, Rubber Cultuur Maatschappij Amsterdam. Seperti yang telah disinggung diatas, setelah ambil alih, pada mulanya perusahaan ini masih berdiri sendiri, namun kemudian mengalami beberapa kali reorganisasi, pernah di reorganisasi berdasarkan budidaya dibawah pimpinan Badan Pimpinan Umum (BPU), dikenal BPU Karet, BPU Serat, BPU Gula dan ada yang dinamakan BPU Aneka Tanaman, yang sesuai dengan namanya terdiri dari berbagai budidaya seperti kelapa sawit, teh dan lain lain.

Masing-masing BPU mempunyai unit produksi.

Organisasi PNP V hampir seragam dengan PNP lainnya terdiri dari Pimpinan Pelaksana yang yang dipimpin oleh Pimpinan Pelaksana Utama, dibantu oleh dua orang pimpinan pelaksana, Pimpinan Pelaksana Produksi membawahi bidang tanaman dan pengolahan, dan Pimpinan Pelaksana Umum dan Keuangan yang membawahi bidang pembiayaan, personalia dan komersil, yang meliputi pembelian dan penjualan.

Diatas Pimpinan Pelaksana ada Board of Directors, dan "anehnya" Ketua Board of Directors ini adalah juga Pimpinan Pelaksana Umum. Di Unit Produksi ada sekian belas perkebunan dibawah pimpinan seorang Administratur dibantu asisten kepala, pengolahan dibawah masinis kepala, sedang administrasi keuangan dibawah seorang Kepala Tata Usaha.

Pada waktu itu PNP V masih menganut system pembukuan central, kebun-kebun hanya bertugas mengirim "dokumen-dokumen pembukuan" ke kantor pusat. Falsafat yang dianut waktu itu laporan dibagi dalam dua golongan besar, laporan produksi dan laporan keuangan. Pada dasarnya orang-orang produksi tidak perlu tahu masalah keuangan. Dalam rangka politik keterbukaan, Pemerintah mengundang masuknya modal asing.

Selama masa Orde Lama, perusahaan negara pada dasarnya jadi sapi perahan untuk menghasilkan devisa, kesehatan dan pertumbuhan perusahaan kurang diperhatikan. Terjadilah apa yang diistilahkan waktu itu dengan capitaal intenering, penghisapan modal, dalam arti peremajaan tidak dikerjakan, pabrik­pabrik tidak diperbaharui. PNP V merupakan salah satu perusahaan negara bersama PNP VII yang dicalonkan sebagai penerima kredit dari Bank Dunia dan badan International Development Agency (IDA).

Ada anggapan umum selama dibawah orde lama perkebunan diperas, underinvest sehingga potensi produksinya merosot. Karena itu disetujui perlunya suntikan dana untuk meningkatkan produksi.

Disamping itu reporting systemnya sangat ketinggalan, belum dapat digunakan sebagai tools of management.

Untuk menyongsong kedatangan Bank Dunia ini diperlukan adanya kepala pembiyaan yang dapat jadi counterpart tim, demi tim yang akan datang dalam negosiasi dan pelaksanaan persetujuan kredit. Beberapa bulan sesudah berada di PNPV saya diangkat sebagai pejabat Kepala Bahagian Pembiayaan, karna untuk diangkat sebagai kepala bahagian definitif harus ada Surat keputusan dari Badan Khusus Urusan PNP ; badan yang bertugas mengurus PNP dengan menteri Pertanian sebagai ketua dan Direktur Jenderal Perkebunan sebagai wakil. Pada waktu mulai bertugas, saya mendapati bahwa bahagian pembiayaan punya pegawai lebih dari seratus orang.

Saya mengetahui bahwa jumlah yang banyak itu adalah akibat dari kebijaksanaan pimpinan RCMA yang menganggap pegawai Indonesia kurang mampu dalam bidang administrasi pembukuan, sehingga lebih baik pekerjan procesing data-data diadakan di kantor besar, sedangkan kantor-kantor pembantu di kebun cukup untuk menyediakan data-data (row materials) saja. Kemudian pada waktu itu accounting system yang ada tidak seragam, karena masing-masing PPN dizaman BPU yang lalu punya accounting system sendiri. Saya melihat hal ini sebagai sesuatu yang harus dibenahi. Untuk itu saya berbicara dengan beberapa akuntan senior dan akhirnya saya berhasil mengorganisasikan seminar untuk membahas hal itu. Ini merupakan credit point bagi saya.

Dalam perusahaan saya berhasil mengadakan beberapa perubahan. Tenaga bahagian pembiayaan mulai didesentraliser ke kebun-kebun, saya ingin mematahkan asumsi Belanda bahwa bangsa Indanesia kurang mampu dalam processing. Diluar bidangnya saya juga melihat keadaan yang aneh, ada centeng yang bertugas jaga malam disamping, anggota-anggota Pertahanan Sipil (Hansip).

Saya mendapat informasi bahwa centeng adalah organisasi lama, sedangkan Hansip adalah organisasi baru dengan tugas yang hampir sama. Saya memberanikan mengusulkan dileburnya centeng menjadi Hansip, dan pemakaian tenaga dapat dihemat.

Usaha-usaha untuk mengadakan unifikasi pembukuan sudah hampir rampung, namun BKU menghentikannya, karena keseragaman ingin dicapai diseluruh PNP bukan hanya di satu wilayah.

Sementara itu loan agreement telah ditanda tangani, satu paket untuk PNP V dan PNP VII. Dalam agreement itu ditentukan juga bahwa masing-masing PNP harus mempekerjakan konsultan yang juga bertugas membenahi reporting system. Pada waktu itu Direktur Utama minta nasehat Menteri Pertanian, konsultan yang bagaimana yang sebaiknya digunakan PNP V, dan dinasehatkan gunakanlah konsultan yang tidak rewel. Atas dasar itu PNP V memilih ex RCMA sebagai konsultan, dengan anggapan karena bekas pemilik tidak akan rewel.

Salah seorang konsultan bertugas dalam bidang administrasi-keuangan, dimana salah satu tugasnya adalah juga pembenahan reporting system. Dengan demikian ada tiga konsep, konsep unifikasi daerah, konsep konsultan dan konsep yang dibangun oleh konsultan yang disewa oleh BKU, meliputi seluruh Indanesia. Sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh BKU, Indanesia dibagi dalam dua wilayah, untuk singkatnya Wilayah Sumatera dan Wilayah Jawa. 

Di Sei Karang inilah saya berhasil mempengaruhi Direktur Utama sehingga dibangun lapangan golf. Saya mengatakan bahwa dalam umur yang meningkat, bermain tennis tidak sesuai lagi, dan yang lebih sesuai adalah main golf. Dibangunlah lapangan golf dan saya ditunjuk sebagai Ketuanya yang pertama.

Pada waktu itu ada beberapa PNP yang sudah atau sedang membangun lapangan golf, PNP IV, PNP VI, PNP VII, PNP II dan PNP IX. Saya pernah jadi Ketua pada Perkumpulan.


MASA KERJA DI PNP II / PNP SAWIT SEBERANG
(1973-1980)


Barangkali sesuai dengan prestasi dalam bidang accounting, nama saya menjadi, menonjol. Pada saat itu ada lowongan menjadi Direktur Komersil dan Umum di PNP II/SWS.

Pada tahun 1973 saya dipindahkan ke PNP II/SWS, dan bidang pekerjaan meluas meliputi pembiayaan, komersil dan umum (general affairs) yang menyangkut sumber daya manusia. 

Bidang pembiayaan tidak banyak masalah, karena merupakan perluasan dari tugas kepala bahagian, bidang komersil sudah ada bibit-bibitnya selama bertugas di KPB, dan yang merupakan barang baru adalah manajemen sumberdaya. manusia. Bidang sumber daya manusia ini adalah sangat luas, mulai dari pencarian dan seleksi calon pegawai, pembinaan pegawai selama dalam perusahaan, bahkan sampai pada tahap purna sarjana.

Kembali saya harus belajar, termasuk mempelajari peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tenaga kerja, mempelajari sistem pembinaannya, dan saya juga harus belajar tentang rumah sakit. PNP II dan PNP SWS tadinya adalah satu, namun dalam kepentingan pemberian kredit dari ADB, dipisah menjadi dua PNP.

Kantor pusat PNP II/SWS berkedudukan di Tanjung Morawa, bekas kantor besar Senembah Maatschappij. Senembah Maatschappij ini tercatat dalam sejarah perjuangan, karena ditempat ini pernah bermukim pejuang Tan Malaka, yang dengan pimpinan Senembah Maatschpapij tersebut, Tan Malaka mengadakan kerjasama mencoba menaikkan martabat karyawan melalui pendidikan. 

Bagi saya pribadi, Tanjung Morawa ini juga merupakan berkumpulnya beberapa saat penting dalam sejarah hidup saya.

Seperti yang telah disinggung dimuka, saya bersama isteri dan dua anak pernah ditampung mertua yang bermukim di Tanjung Morawa sewaktu baru kembali dari Yogyakarta, kemudian saya berkenalan dengan perkebunan melalui pendidikan manajemen juga di Tanjung Morawa, bahkan saya dilantik jadi Direktur juga di Tanjung Morawa ini. 

Tahun 1962 saya sampai di Tanjung Morawa sebagai sarjana baru yang belum punya apa-apa, tahun 1966 saya muncul, walaupun dalam rangka mencari tambahan penghasilan, dan tahun 1973 diangkat jadi Direktur.

Bila ada yang mengatakan live begins at fourty, maka saya dilantik pada saat umurnya menjelang 40 tahun. Saya bertugas di Tanjung Morawa dari tahun 1973 sampai tahun 1980. Pimpinan Pelaksana pada waktu itu terdiri dari Pimpinan Pelaksana Umum Lintong Maruli Siahaan, Pimpinan Pelaksana Produksi Syarifuddin Siregar dan saya sebagai Pimpinan Pelaksana Komersil.

Pada tahun 1976 PNP II/SWS dilebur kembali menjadi PTP II, dan penyebutan jabatan berobah lagi menjadi Direktur Utama dan Direktur. Kedua anggota direksi lainnya adalah mereka yang masih sempat jadi asisten dizaman perusahaan masih ditangan Belanda, Siahaan berasal dari HVA sedangkan Siregar berasal dari RCMA. 

Saya menempatkan diri sebagai pelajar yang menimba ilmu dari kedua kerabat kerja yang lain, memang pendidikan formal sayalah yang tertinggi namun pengalaman perkebunan sayalah yang paling minim.

Ada suara-suara yang mengatakan bahwa untuk jadi anggota direksi perlu modal, saya sama sekali tidak paham tentang itu karena dalam karier saya belum pernah didatangi orang minta uang dan juga belum pernah membayar suatu untuk jabatan yang manapun.

Di Tanjung Morawa saya berkesempatan membantu perobahan dalam pendekatan yang tadinya bertitik berat pada laporan produksi, sekarang ingin dirobah menjadi seimbang antara pelaporan produksi dan pelaporan keuangan.

Sistem ini dinamakan system SGV, nama suatu konsultan terkemuka dari Philipina yang bernama SyCip, Gores  Velayo disingkat SGV. Mereka menyusun accounting chart yang baru, dan ikut serta dalam pelatihan untuk Implementasinya.

Laporannya sendiri dinamakan Laporan Manajemen, barangkali tepat juga untuk membedakan dengan laporan produksi dan laporan keuangan yang lama. Pada dasarnya dengan dokumen-dokumen pembukuan yang sama disusun tiga lapisan-laporan, laporan yang disusun asisten di bidangnya masing-masing kepada Administrateur sebagai laporan lapisan pertama, laporan Administratur kepada direksi sebagai laporan lapis kedua, dan kompilasi laporan administratur merupakan laporan direksi kepada pemegang saham sebagai lapisan ketiga. Dengan laporan tiga lapis ini, informasi yang kurang jelas atau perlu diperjelas di tingkat atas dapat dicari pada lapisan dibawahnya.

Resistensi terhadap system pelaporan ini cukup besar, namun dapat diadakan pelatihan-pelatihan untuk merobah sikap dari para pelaksana. Manusia pada dasarnya adalah resistence to change, karena change membawa akibat-akibat yang terutama baru belajar kembali. Resistence itu mendorong orang untuk mengadakan perlawanan terhadap sesuatu yang baru. Hal ini harus disadari oleh setiap orang yang akan mengadakan pembaharuan, dan tidak bisa lain setiap pembaharu harus punya kesabaran.

Accounting code yang disusun sudah disesuaikan dengan kemungkinan komputerisasi. Sebenarnya pelaksanaan komputerisasi itu punya peluang yang besar, apalagi dengan kemajuan telekomunikasi, namun nampak-nampaknya pimpinan perkebunan kurang bersemangat untuk melaksanakannya.

Sambil belajar saya juga mengajukan ide-ide dan tidak jarang diterima. Ada face baru yang lahir pada waktu yang bersamaan dengan waktu saya dilantik jadi direksi, dimana dalam briefing yang diadakan oleh Dirjen Perkebunan sesudah pelantikan, diperintahkan kepada beberapa PTP untuk membantu pembangunan PNP I.

Uang PTP adalah uang negara, jadi boleh digunakan dimana saja. Mengenai dasar hukumnya nanti saja dibicarakan. Memang PNP I adalah PNP yang sangat menderita, fasilitasnya banyak yang hancur di zaman Jepang dan dimana pemberontakan DI/TII. Dengan tenaga sendiri ia tidak bisa bangkit, karena itu PNP lain harus membantu, waktu itu yang terjun adalah PTP V dan PNP VII.

Selain dari pada itu mulai timbul ide baru dalam pengembangan perkebunan, dimana para pekerja harus ditingkatkan dari kuli jadi pemilik. Sebagai perusahaan perkebunan mempunyai beberapa faktor produksi menurut istilah lama atau sumber daya menurut istilah baru. Sebagai perusahaan pertanian, sumber daya utamanya adalah alam terutama tanah, sumber daya manusia dan sumber daya modal dengan beberapa aspeknya.

Kita mengetahui bahwa pionir perkebunan Nienhuys datang dari Jawa Timur ke Sumatera Utara pada tahun 1863 karena di Jawa Timur ia mengalami kesukaran untuk mencari tanah baru. Disini ada perpaduan antara berbagai faktor alam seperti ketinggian, penyinaran matahari, pengairan dan lain. Diyakini ada budidaya yang paling cocok untuk satu-satu daerah sehingga digunakan istilah enviromax, environment maximum, atau agrimax, maksimisasi hasil dari tanah.

Pada awalnya produksi tembakau Sumatera Timur dapat pasaran yang sangat baik sehingga Sumatera Timur diserbu para investor sampai ke Labuhan Batu. Namun, ada proses selektif dan umumnya diyakini tanah yang cocok adalah tanah antara Sungai Ular di Deli Serdang dan sungai Wampu di Langkat, walaupun namanya tetap tembakau Deli. Tanah-tanah yang kurang cocok untuk tembakau ditanami dengan budidaya lain seperti karet, kelapa sawit, dan di daerah pegunungan Simalungun ditanami dengan teh.

Berbeda dengan tembakau, budi daya lainnya ini memerlukan investasi yang lebih besar di bidang pengolahan yang tertinggi diantaranya adalah kelapa sawit. Bertahun-tahun lamanya kelapa sawit hanya diusahakan oleh perkebunan besar, karena hambatan biaya investasi tinggi dibidang pengolahan ini.

Sumber daya manusia merupakan masalah besar pada awalnya, karena berbeda dengan di pulau Jawa, adalah sukar untuk mendapatkan penduduk setempat sebagai tenaga kerja disamping penduduknya juga tidak serapat di pulau Jawa. Karena itu tenaga kerja didatangkan dari luar.

Mula-mula tenaga kerja Cina yang didatangkan lewat Semenanjung Melayu. Namun sesudah Semenanjung mengadakan pembangunan yang pesat. Pemerintah Inggeris mempersulit pencarian tenaga kerja Cina ini karena mereka sendiri memerlukannya, pengusaha Belanda mendatangkan tenaga kerja dari Jawa.

Selama bertahun-tahun kedudukan sosial ekonomi buruh ini adalah sangat rendah sehingga Bank Dunia mulai mengkritik hal ini dan mereka mulai menganjurkan alternatif, tanah-tanahnya petani miskin yang punya tanah merelakan tanahnya itu untuk ditanami oleh perkebunan negara dengan kelapa sawit atau karet. 

Biaya penanaman ini merupakan pinjaman petani dan diangsur dengan pemotongan hasil penjualan produksi kebun yang telah menjadi miliknya. Sistem inilah yang dinamakan dengan nucleus estate - small holders relationship atau contract farming, yang menurut Bank Dunia telah dilaksanakan dengan sukses di Afrika Sistem nucleus estate - small holders ini diterjemahkan bahasa Indonesia menjadi perusahaan inti rakyat perkebunan atau disingkat dengan nama PIRBUN.

PTP II mencoba membina petani di daerah Langkat agar ikut serta dalam proyek yang disponsori PTP II, dimana rakyat menyediakan tanah, Bank Pemerintah menyediakan dana dimana PTP II jadi avalist, sekaligus bertanggung jawab atas pembinaan kebunnya. Proyek ini dinamakan akan proyek Harapan Tani (HARTA).

Saya tidak sempat mengikuti perkembangan selanjutnya dari proyek ini, karena pada tahun 1980 saya dipindahkan ke PNP VII dengan pangkat yang sama. Pengalaman yang sangat berkesan dari PTP II ini adalah, kerja sama antar direksi yang sangat baik sehingga manajemen dapat berjalan lancar dan pembinaan SDM dapat lebih mudah. 

Mungkin untuk menghindarkan kejenuhan, sesudah tujuh tahun berada di Tanjung Morawa, walaupun tanpa perobahan pangkat, tahun 1980 saya dipindahkan dari Tanjung Morawa ke Bah Jambi.