INSPEKTORAT ANEKA TANAMAN SUMUT-ATJEH DAN
KANTOR PEMASARAN BERSAMA
(1966 – 1968)
Tahun 1966 selalu dikatakan sebagai tahun peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru.
Kalau
dalam peralihan dari Orde Baru ke Orde Reformasi yang populer adalah
istilah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), pada waktu peralihan Orde
Lama ke Orde Baru yang terkenal adalah istilah mismanagement,
produktivitas dan effisiensi, sehingga "obat"nya adalah perbaikan
manajemen.
PPN Karet segera
mengadakan Kursus Pimpinan Perusahaan (KPP) diadakan di Karet II Tanjung
Morawa dengan penyelenggara Pusat Penelitian Karet Tanjung Morawa. Sebagai pengajar mata kuliah Manajemen, saya diperbantukan fakultas
mengajar disana. Beberapa bulan kemudian saya juga ikut mengajar di
kursus yang sama yang diadakan PPN Aneka Tanaman (Antan) di Pabatu, yaitu di
PPN - Antan II.
Sebagai dosen di
USU saya juga ditugaskan membantu perusahaan perkebunan negara sebagai
dosen tamu di Kursus Pimpinan Perkebunan yang diadakan kelompok BPU
Karet di Tanjung Morawa. Sama saja dengan di tempat lain, disinipun saya
memberi kuliah mangement dengan satu cabangnya Office Management. Hal
yang sama juga saya laksanakan di KPP Aneka Tanaman di Pabatu.
Memang
nasib manusia atau nasib saya bukan saya yang atur, ada kekuatan di
luar atau di atas kita yang merupakan Sang Maha Pengatur Mengajar di dua
KPP itu membawa saya berkenalan dengan perkebunan, sehingga pindah
kerja ke perkebunan didahului dengan pengenalan manusia-manusia
perkebunan itu.
Namun, belakangan bertugas mengajar di KPP inipun banyak
halangannya, ada yang melaporkan bahwa cara saya mengajar tidak
simpatik, dan tanpa konsultasi dengan saya mata kuliah saya diisi orang
lain dengan nama yang hampir mirip. Saya sesalkan mengapa keluhan itu
tidak disampaikan langsung kepada saya, namun saya tahu diri dan
mengundurkan diri.
Setelah
meninggalkan perusahaan Pardede, saya berupaya terus bergerak, keep
moving, dengan berjalan kaki berusaha mencari informasi dari teman-teman
mengenai adanya lowongan. Saya sendiri punya feeling bahwa dalam waktu
enam bulan saya dapat pekerjaan baru.
Apa
yang dialami pada tahun 1963, sekarang terulang kembali. Saya tidak
ingat dan mana informasi itu diperoleh, kalau tidak salah dari
(sekarang) Prof Drs. T.L.Tobing, yang jadi pegawai honorer di salah satu
perusahaan perkebunan negara, bahwa salah satu perusahaan, PPN Antan V
memerlukan seorang sarjana ekonomi.
Memang
waktu itu ada mode menerima sarjana ekonomi di unit-unit perusahaan
perkebunan, sesuai dengan iklim ingin memperbaiki manajemen perusahaan.
Perkebunan negara mekar dalam tahun 1958 dengan dinasionalisasinya
perusahaan Belanda digabungkan dengan Perusahan-Perkebunan Negara yang
juga merupakan gabungan dari perusahaan negara asli ditambah dengan
perusahaan yang sebelumnya merupakan milik perusahaan Jepang dan Jerman
yang kalah dalam Penang Dunia II.
Pada
waktu itu perkebunan negara berbagi dalam beberapa Badan Pimpinan Umum
(BPU), semacam holding company, berdasarkan jenis budidaya, BPU PPN
Karet, BPU PPN Tembakau, BPU PPN Serat dan satu diantaranya BPU Aneka
Tanaman.
BPU AnekaTanaman adalah
perkebunan perkebunan yang tidak masuk dalam BPU lain, dan kebetulan di
Sumatera Utara yang menonjol adalah Kelapa Sawit dan yang kedua teh.
Masing-masing BPU mempunyai beberapa unit produksi, BPU Aneka Tanaman di
Sumatera Utara-Aceh ada 6 unit, PPN Aneka Tanaman I sampai dengan VI.
PPN
AnekaTanaman mempunyai seorang Inspektur yang bertugas sebagai
koordinator wilayah, dan karena PPN Aneka Tanaman I terletak di Aceh.
Inspektorat ini dinamakan Inspektorat Sumut — Aceh.
Yang meminta tenaga
adalah PPN Aneka Tanaman V, Direkturnya bernama Aliudin Lubis dan
Direktur Mudanya Albert Nainggolan. (Ternyata dengan Aliudin ini ada
jalur famili, sebagaimana kemudian diketahui hal yang sama dengan Muluk
Lubis dan Nuddin Lubis.)
Yang
merekrut adalah Inspektur, dan Inspektur waktu itu adalah Manggaletar Harahap. Sebelumnya saya sering mendengar nama ini dari
mertua sebagai keluarga, dan info tentang lowongan ini saya sampaikan
kepada isteri dan tentunya juga sampai pada mertua.
Mertua
beserta isteri segera berangkat menemui Pak Harahap. Sambil menunggu
yang bersangkutan keluar dari kamar, isteri saya melihat-lihat album
yang terletak di meja tamu. Album itu ternyata memuat photo-photo
kunjungan Menteri TD Pardede ke salah satu perkebunan PPN Antan. Dalam
album itu ternyata ada gambar saya sewaktu mendampingi Pardede.
Secara
tidak langsung photo bersama itu merupakan referensi. Pak Mangaletar
berjanji akan membantu. Namun, terasa lama juga tidak ada kabar,
belakangan ia tahu bahwa penerimaannya diputuskan dalan rapat gabungan
Direksi PPN Aneka Tanaman Sumut Aceh, yang diadakan sekali dalam
sebulan. Hal itu saya ketahui karena Setelah diterima, saya tidak
langsung ditempatkan di PPN Antan V, sementara saya diperbantukan di
Inspektorat.
BERTUGAS DI INSPEKTORAT ANEKA TANAMAN.
Di
Inspektorat Aneka Tanaman antara lain saya bertugas sebagai sebagai
notulis rapat Direksi Aneka Tanaman, dan saya bisa membaca putusan rapat
yang lalu yang menyetujui penerimaannya.
Suatu
hal yang tidak dapat dilupakan adalah pengalaman menerima gaji pertama
yang jauh berlipat ganda dari apa yang pernah saya terima dari USU dan
TD. Pardede digabung. Saya masih ingat bagaimana isteri merasa "kenyang"
tanpa makan sesudah menerima gaji tersebut.
Beberapa
bulan sesudah diterima, saya diikut sertakan dalam perjalanan dinas
Direktur Utama BPU PPN Antan bapak almarhum Radjamin Lubis dalam
perjalanan dinasnya keperkebunan Kayu Aro. (Lihat uraian dalam tulisan
Dibawah bayangan plan Mokoginta perkebunan Kayu Aro terletak dikaki
Gunung Kerinci).
Perkebunan Kayu
Aro termasuk dalam PPN Antan VI yang terletak di Sumatera Utara,
terletak di Propinsi Jambi, sedangkan ekspornya dilakukan dari Padang,
Sumatera Barat. Perwira pengawasnya berada dibawah Kodam Sriwijaya yang
pusat di Palembang.
Saya merasa
perjalanan bersama pak Dirut ini merupakan "briefing" tidak langsung
mengenai perkebunan. Selain dari pada mengenal Kebun Kayu Aro, saya juga "menikmati" jalan yang rusak, namun juga untuk pertama kali saya
mengunjungi Sumatera Barat, dengan kota-kotanya Padang, Bukit Tinggi,
mengunjungi danau Singkarak dan danau Maninjau.
Dua
tahun sesudah berdirinya Orde Baru, timbul pemikiran-pemikiran baru
tentang perusahaan negara. Timbul pemikiran agar Pemerintah jangan
terlampau banyak ikut campur. Timbulah ide, menjadikan perusahaan negara
jadi perusahaan swasta, dalam anti hanya modalnya yang jadi milik
negara. Pegawainya juga adalah pegawai swasta sehingga tidak punya NIP
(nomor induk pegawai).
Saya masih ingat, semua pegawai perkebunan telah mendapat formulir isian untuk mendapatkan NIP namun tidak jadi diproses.
Adanya
semangat memberantas mismanagement, meningkatkan produktivitas,
mendorong PPN Antan membentuk Team Inspeksi yang mengadakan "management
audit" tahunan dengan mengunjungi semua kebun PPN Antan Sumut Aceh.
Dinamakan Team karena dibentuk setiap tahun dengan intinya staf
Inspektorat, Staf dari Pusat Penelitian Marihat dan Biro Ahli Tehnik dan
Tekhnologi, kemudian diperkuat dengan staf dari PPN sendiri secara
silang.
Team terdiri dari 3
kelompok, kelompok tanaman yang terdiri dari orang-orang Pusat
Penelitian, kelompok Tehnik dan Tehnologi yang tediri dari orang-orang
BATT, serta kelompok administrasi yang terdiri dari orang-orang
Inspektorat. Saya sendiri tergabung dalam kelompok administrasi. Bagi
saya ikut serta dalam team ini lebih banyak merupakan in house training,
mengenal dunianya yang baru, dunia perkebunan. Anggota-anggota team ini
sebagian telah saya dikenal, karena sama-sama jadi pengajar di Kursus
Manajemen Perkebunan.
Dalam team
ini terdapat kerja sama yang sangat baik, saya sendiri selain mendalami
bidang administrasi, juga mendapat kesempatan mempelajari bidang dang
lainnya, bidang tanaman serta bidang tehnik dan tehnologi. Lebih jauh
dari itu saya juga mendapat kesempatan mengadakan komparasi antara
kebun, baik dalam PPN yang sama maupun PPN yang berbeda.
Yang
sangat saya kesalkan, seperti dalam kasus KPP Karet, saya juga "difitnah" di KPP Aneka Tanaman. Memang, saya berbuat kesalahan,
mengajar orang dewasa dengan gaya memperlakukan mahasiswa. Bila saya
mengatakan kepada mahasiswa soal ujian yang pasti keluar, mahasiswa
tidak percaya akan hal itu, bahkan mereka yakin yang terjadi adalah
sebaliknya, sehingga mereka akan mempersiapkan diri dengan berupaya
menguasai seluruh materi, dan bukan yang dikatakan yang pasti keluar
itu. Ada peserta KPP yang yakin bahwa saya benar-benar "membocorkan"
rahasia dan betul-betul menguasai apa yang saya katakan akan keluar dan
kurang menguasai yang lain.
Setelah
ujian diadakan ia merasa ditipu dan melaporkannya pada pengurus KPP
juga seperti di KPP Karet tidak ada clearence dengan saya dan saya
langsung dikeluarkan dari KPP. Andaikata pada waktu itu saya sudah
mengenal andragogi, tentulah hal ini tidak terjadi. Pengikut kursus yang
bersangkutan benar-benar masuk rumah sakit, gara-gara ujiannya yang
gagal itu darah tingginya kambuh. Belakangan saya juga mendengar bahwa
yang bersangkutan adalah orang yang serius dan tidak mau jadi nomor dua.
Seperti yang disinggung diatas,
selama di inspektorat saya juga ditugaskan sebagai notulis dalam rapat
direksi yang diadakan secara periodik, dimana saya berkesempatan
memantau cara berapat direksi, bagaimana masing-masing direksi
menyampaikan pendapat dan bagaimana mereka mengambil kesimpulan.
Setiap
tahun diadakan semacam management audit, dan mengadakan daftar-dafta
komperatif antara kebun antar PPN, dalam bidang biaya dan produktivitas.
Saya ditugaskan dalam bidang inspeksi pembukuan di kantor Inspektorat
Aneka Tanaman untuk wilayah Sumatera Utara - Aceh. Tugasnya adalah
semacam mengadakan internal audit ke perkebunan. (organisasi perkebunan
setelah diambil alih selalu berkembang dan berganti ganti. Pada awalnya
mempertahankan organisasi yang ada seperti ex HVA, ex RCMA dan
lain-lain). Kemudian direorganisasi berdasarkan budidaya, tergabung
dalam beberapa Badan Pimpinan Umum (BPU), BPU Karet. BPU Tembakau, BPU
Gula dan yang tidak masuk budidaya tersebut dimasukkan dalam BPU Aneka
Tanaman.
Masing-masing BPU terdiri dari beberapa PPN. BPU Aneka Tanaman
di Sumatera Utara-Aceh mempunya sebuah Inspektorat yang berfungsi
sebagai Koordinator, meliputi PPN Aneka I sampai dengan VI. Katanya
organisasi ini mengambil model dari blok timur Belakangan dirobah lagi
jadi PN Perkebunan kemudian PT Perkebunan dan terakhir jadi PT Perkebunan Nusantara.
Saya
harus bekerja keras, apalagi kebutuhan tugas saya telah beralih dari
bidang management yang lebih luas ke bidang accounting. Saya harus
belajar mengenal apa yang dinamakan accounting chart, yang merupakan
pemahaman tentang susunan account atau rekening yang digunakan dalam
perusahaan, khususnya perusahaan perkebunan
Demikian juga saya harus
mempelajari prosedur pembukuan. Saya dengar sistem yang digunakan adalah
decimal stelsel dari Dewey, yang penerapannya dalam bidang,
perpustakaan telah saya singgung diatas. Dasar penyusunannya adalah
logic yang dikemukakan oleh Schmalenboch, yang menggambarkan riwayat
perusahaan mulai dari penyediaan modal, penggunaan modal itu sebagaimana
tergambar dalam arus keuangan, penggambaran penggunaan uang itu untuk
biaya produksi, penerimaan uang dari penjualan poduksi dan melalui apa
yang dinamakan matching cost against revenue, kegiatan manusia
menimbulkan untung atau rugi yang pada gilirannya memperbesar atau
memperked modal. Saya juga harus mempelajari penyusunan laporan keuangan
konsolidasi. Saya merasa sangat beruntung, sekaligus dapat mempelajari
pengetahuannya dan melihat pelaksanaannya dalam praktek.
Tugas
dari team inspeksi dititik beratkan pada pencapaian produktivitas dan
efficiency, dan kalau terbawa pada penemuan penyelewengan, itu bukanlah
tujuan utama.
Selama bertugas di Inspektorat saya jadi pemegang
kenderaan (wagen houder) yang berarti boleh menyimpan mobil di rumah,
dan dengan sendirinya bisa dipakai diluar dinas, walaupun menurut
peraturan tidak boleh. Mobil ini juga saya manfaatkan mengantar jemput
anak-anak ke sekolah. Pernah satu kali sopir tidak masuk, saya membawa
anak-anak ke sekolah, namun lupa menjemput pada waktunya. Sewaktu
diingatkan saya buru-buru menuju sekolah ternyata mereka sudah tidak
ada, saya kejar ke rumah ternyata mereka sudah ada di rumah, diantar
oleh gurunya.
Salah satu tugas
tambahan yang saya kerjakan adalah sehubungan dengan pembukaan Pabrik
Kelapa Sawit Bah Jambi.
Bah Jambi adalah salah satu kebun yang berada
dalam lingkungan Aneka Tanaman III, disamping dua kebun lainnya, Dolok
Sinumbah dan Mayang, ketiga-tiganya terletak di Kabupaten Simalungun.
Pada
masa Aneka Tanaman di Sumatera Utara-Aceh, dimana keadaan keuangan
adalah sulit, ada dua orang yang energik masih bergiat memperluas kebun,
yaitu Mawardi Djamil Lubis, Direktur Aneka Tanaman II, dengan kebun
Sawit Seberang yang terletak Kabupaten Langkat, Adolina dan Pabatu yang
terletak di Kabupaten Deli Serdang, dan Lintong Maruli Siahaan, Direktur Aneka
Tanaman III.
M.Dj. Lubis membuka
kebun Baru, yang diberi nama Tritura, terletak bersebelahan dengan
kebun Sawit Seberang. Namun, pembangunannya belum siap dan proyek itu
diteruskan oleh PNP II dan diresmikan oleh Direktur Jenderal Perkebunan,
Mayor Jenderal Muluk Lubis. Saya sendiri telah berada di PNP II
menjabat sebagai Direktur Komersil.
Saya
masih ingat sehari sebelum diresmikan, Menteri Pertanian memutuskan
namanya dirobah dari kebun Tritura menjadi kebun Sawit Hulu. Sesudah
Sawit Hulu, ada beberapa kebun lagi yang dibangun PTP II di daerah
Langkat ini.
LM. Siahaan memang ada juga membuka kebun baru, yang
dinamakan Bukit Ex Lima (saat ini PTPN IV Kebun BUKIT LIMA), disamping membangun pabrik baru di Bah Jambi.
Pembangunan pabrik ini menggunakan bangunan lama, yaitu pabrik sisal.
Pemerintah
merasa perlu mengexpose peresmian pabrik ini, sebagai bukti bahwa
Indonesia walaupun dalam keadaan sulit masih bisa membangun. Pembukaan
diadakan oleh Menko Ekuin Hamengku Buwono IX, dengan rombongan besar
yang terdiri dari beberapa Menteri dan berpuluh Duta Besar negara
sahabat. Saya mengatur tempat duduk para duta besar dalam minibus secara
alfabetis, namun terjadi "kecelakaan kecil" karena duta besar USA
(United States of America) terpaksa duduk berdampingan dengan duta besar
UAR (United Arab Republics).
UAR
adalah gabungan antara Mesir dan Siria yang pernah ada walaupun
kemudian bubar. UAR pada waktu dibawah Pimpinan Presiden Nasser sangat
pro Russia dan sedang berselisih dengan USA. Rombongan tidak langsung
menuju Bah Jambi, tetapi lebih dahulu bermalam di Parapat, dan
beristirahat disana dihari Minggu.
Hamengku
Buwono IX , secara tiba-tiba ingin memanfaatkan waktu itu untuk meninjau
proyek listrik Siguragura. Saya sebagai sekretaris panitia pusat menjadi
kalang kabut. Untunglah ada anggota Polri yang bersedia mengantarkan
Surat ke Bupati Tapanuli Utara, dan Pak Bupati merasa kaget juga dengan
adanya acara yang tiba-tiba itu.
Acara
di Bah Jambi sendiri berjalan lancar. Belakangan saya baru tahu, bahwa
penekanan tombol peresmian adalah "simbolis". Begitu tombol dipencet ada
yang memberi kode ke pabrik dan disana ada yang bertugas membukan
sirene, jadi bukan dari tombol yang dipencet itu sirene berbunyi. Dengan
cara demikian dijamin tidak ada kemacetan. Namun, sesudahnya timbul
masalah, karena mobil Menteri Perindustrian Ir. Sanusi dalam perjalanan
pulang ke Medan mengalami kecelakaan dan pak Menteri masuk rumah sakit
sedang ajudannya meninggal.
Kami
dari panitia diminta pertanggung jawaban. Kami sudah mulai menyusun
dengan mengemukakan bahwa Menteri keluar dari konvoi dan juga tidak
memakai mobil yang disediakan panitia. Untunglah pak Menteri segera
siuman, beliau mengatakan tidak ada siapa-siapa yang salah. Namun
demikian, untunglah "administrasi rombongan" sudah saya susun dengan
rapat, sehingga bila "interogasl" terhadap panitia berlanjut, saya sudah
punya bahan yang bisa dipertanggung jawabkan.
Pada
satu kesempatan, Direktur Aneka Tanaman III pernah mengeluh, karena
tidak ada bentuk penghargaan apapun yang diberikan kepadanya, kepada
perusahaan atau anak buahnya, ia merindukannya walaupun ditulis dikertas
bekas bungkus rokok.
Memang. masalah human touch ini adalah masalah
besar yang sering dilupakan. Dalam rangka inilah misalnya, Bank Central
Asia selalu mengirimkan ucapan selamat ulang tahun kepada nasabahnya.
Belakangan sesudah saya bergabung dengan pak LM. Siahaan di PNP II, kami berupaya menyelenggarakan human
touch ini, misalnya dengan mengundang pegawai yang selesai kursus
dengan prestasi baik untuk minum teh bersama, dan mengucapkan rasa
terima kasih atas prestasinya dan sekadar kenangan diberikan sebuah
pulpen yang harganya tidak seberapa. Peristiwa minum teh bersama ini
ceritanya akan sampai kemana-mana dan sangat baik efeknya terhadap
peningkatan prestasi.
Dalam
rangka peningkatan produksi, afdeling yang terbaik prestasinya diberikan
TV untuk dimanfaatkan bersama, bahkan seusai pemberian televisi ini
selesai dilanjutkan, dengan pemberian generator listerik untuk penerangan
afdeling.
BERTUGAS DI KANTOR PEMASARAN BERSAMA.
Rintisan
minta pinjaman dari luar negeri, terutama dari Bank Dunia dan
lembaganya International Development Association mau tidak mau juga
berpengaruh, antara lain dalam perobahan dalam struktur manajemen,
perobahan dari PPN menjadi PNP dengan adanya Board or Directors dan
Board of Management, mencontoh manajemen Amerika namun tidak sepenuhnya.
Tahun 1968 diadakanlah
perobahan, PPN direorganisasi, BPU PPN dihapuskan. Seluruh perkebunan
negara dibagi dalam beberapa Perusahaan Negara Perkebunan (PNP), di
Sumatera Utara – Aceh terdapat 8 PNP. PNP 1 di Aceh dan selebihnya di
Sumatera Utara. Direksi PPN yang tadinya terdiri dari seorang Direktur
dan seorang Direktur Muda sekarang menjadi 3 orang, seorang direktur
utama dan 2 orang direktur, direktur produksi dan direktur komersiel dan
umum.
Disebutkan bahwa
masing-masing PNP berdiri sendiri, sebagai realisasi dari "privatisasi"
perusahaan. Perusahaan jadi perusahaan komersil sedangkan Pemerintah
hanya sebagai pemegang saham.
Namun, baru beberapa bulan, dengan alasan
efisiensi dan memperkuat daya saing, didirikanlah beberapa Kantor
Pemasaran Bersama (KPB), sedangkan di pusat didirikanlah Badan Khusus
Urusan PNP yang diketual oleh Menteri Pertanian dan wakilnya Direktur
Jenderal Perkebunan.
Kantor
Pemasaran Bersama, sesuai dengan namanya petugas-petugas dari
masing-masing komersil masing-masing PNP berkumpul dibawah satu atap,
dibawah koordinator seorang Managing Director, namun nyatanya KPB berada
dibawah kuasa Menteri Pertanian.
Menteri Pertanian yang tadinya
dianggap hands off dari masalah PNP yang dianggap berdiri sendiri, nyata
kembali pada pola lama. Jadi, masalah sentralisasi dan desentralisasi
disegala bidang ini termasuk dalam manjemen perkebunan, adalah masalah
klasik, yang biasanya berakhir dengan kemenangan sentralisasi. Wewenang
Dirjen Perkebunan juga dikebiri, Dirjen harus hands off dari BUMN, dan
dipegang langsung oleh Menteri.
Tender-tender
harus lebih dahulu diketahui menteri, dan dibelakangnya ada "orang
dekat" yang ikut jadi pemborong. Masalah adanya super-struktur dan
otonomi masing-masing perusahaan ini merupakan masalah yang bergolak
terus menerus dari dulu sampai sekarang. Intinya : kekuasaan itu nikmat,
dan tidak ada yang dengan sukarela melepaskannya.
Di
Inspektorat saya berkesempatan mempelajari basis perusahaan perkebunan,
mengenai kebun, afdeling, blok tanaman, baik mengenai produksi maupun
pemeliharaan, tehnik dan teknologi, mengenai pengolahan dan
seluk-beluknya, pengangkutan dan segi-segi tehnik dan teknologi lainnya,
administrasi mengenai accounting, reporting system dan filing, saya
mempelajari cara direksi berapat, maka sekarang pada gilirannya saya
mempelajari pemasaran, menyangkut selling, transporting, pricing dan
lain-lain.
Saya belum sempat
bertugas di PPN Antan V, dan dengan bubarnya PPN, sementara saya
ditampung di Perwakilan Departemen Perkebunan wilayah Sumatera Utara–Aceh, dan reorganisasi yang dibarengi dengan rasionalisasi dalam bentuk
pengurangan pegawai, menyebabkan saya yang baru berdinas 2 tahun
terancam di PHK.
Saya sudah
hitung-hitung berapa pesangon yang akan saya terima, kira-kira cukup
membeli sebuah sepeda motor bekas dan satu kamera, saya akan jadi tukang
gambar pasphoto untuk kepentingan kebun, dan saya yakin "bekas"
teman-teman saya mau menolong.
KPB yang baru didirikan dipimpin oleh pak
O.B. Siahaan yang pernah jadi mahasiswa saya di fakultas Ekonomi
Extension dari Fakultas Ekonomi USU.
Seperti
telah disinggung dimuka, salah seorang staf pengajar Fakultas Ekonomi
USU, saudara Bahaudin Darus bekerja rangkap sebagai managing director PP
Dwikora (gabungan perusahaan Inggeris yang diambil alih), mempunyai
relasi dengan perusahaan-perusahaan, dan menjaring para manager dari
perusahaan-perusahaan jadi mahasiswa, diantaranya termasuk O.B. Siahaan.
Sesudah beliau ditunjuk sebagai
managing director, beliau mulai menyusun formasi dan personalia KPB.
Saya beliau panggil dan menanyakan apa tujuan saya bekerja. Saya sudah
tahu kemana arah pertanyaan itu, dan saya menjawab tujuan utama adalah
menghidupi isteri dan anak-anak saya, sedangkan pangkat dan jabatan
adalah soal kesepuluh. Sengaja saya sebutkan jauh dan bukan nomor dua.
Saya
ditarik jadi staf di KPB, bertugas di sub bahagian analisa pasar,
bahkan ikut serta menyusun draft berbagai kebijaksanaan dasar.
Angan-angan saya jadi tukang gambar ke kebun-kebun tidak jadi
terlaksana. Namun ada masalah, kalau selama di Inspektorat Saya jadi
wagen houder, di Kantor Pemasaran Bersama, mobil saya dicabut. Saya
sendiri rasa hal itu soal biasa, dan begitu mobil dicabut saya sudah
masuk kantor dengan naik sepeda. Yang tidak bisa menerima adalah isteri
dan terutama anak-anak.
Tanpa saya sadari istri saya menemui pak O.B.
Siahaan di rumah. Besoknya pak OB menemui saya dan bukan saya yang
dipanggil. Saya terima beliau dengan senyum, saya rasa hal itu tentu
soal mobil. Waktu ditanya apa saya mengalami kesulitan, saya katakan
tidak ada. Rupa-rupanya beliau merasa tidak enak, dan beberapa hari
kemudian menanyakan apakah saya bersedia naik sepeda motor dinas. Saya
katakan, naik sepeda saja saya sudah senang apalagi sepeda motor.
Untuk anak anak saya membeli "mobil sedan", sebuah Vauxhall tua, pokoknya di rumah ada mobil yang masih bisa jalan.
Beberapa
bulan kemudian saya dapat jip kembali. Saya ditugaskan sebagai staf
analisa pasar dengan pekerjaan pokok mencoba mengadakan forecasting
harga sebagai dasar penentuan harga jual.
Pemasaran
produksi perkebunan masih mengikuti pola lama, mengutamakan ekspor,
sehingga saya harus kerja keras lagi, memahami masalah marketing dengan
titik berat pada ekspor. Saya harus paham apa yang dinamakan kontrak,
konosemen down payment, apa yang dinamakan lot, apa yang dinamakan
lelang, apa yang dinamakan competitive bidding, apa yang dinamakan
principle to principle, apa yang dinamakan FOB dan lain-lain.
Saya
harus mengerti berfungsinya forwarder, adanya tangki timbun dan gudang
di pelabuhan, sistem pemuatan dan pemompaan dan cara penyelesaian
dokumen di pelabuhan. Salah satu prinsip yang ingin ditegakkan adalah
mengusahakan penjualan principal to principal, penjualan langsung kepada
pembeli.
Mereka boleh punya
perwakilan di Indanesia, namun mereka membeli atas nama pricipalnya,
pendek kata tidak mau menerima calo. Salah satu upaya menghindarkan
percaloan ini adalah dengan membayar down payment (DP) dan membuka
unrevocable letter of credit (UC)
Belum
sampai setahun saya bertugas di KPB, muncul berita saya akan
dipindahkan ke PNP V.
Direksi PTP V ingin mengangkat seorang sarjana
ekonomi, dalam rangka menghadapi Bank Dunia dalam urusan penerimaan
kredit.
Waktu itu Pak OB mengatakan boleh saja, namun akan ditempatkan
sebagai apa ? Waktu itu ada semacam komitment karena Kepala Bahagian
Pembiayaan yang sekarang ingin pensiun, diperlukan Calon penggantinya.
Atas dasar itulah saya dipindahkan ke PNP V.
MASA KERJA DI PNP V
(1968 – 1973)
Saya
tidak lama bertugas di KPB, kemudian saya dipindahkan ke PNP V sebagi
calon dan kemudian Kepala Bahagian Pembiayaan. (Walaupun telah ada
unifikasi perkebunan pada bulan April 1968, namun penggajiannya masih
berbeda ; gaji ex Aneka Tanaman lebih tinggi dari ex Karet dimana PNP V
termasuk. Akibatnya saya mengalami penurunan gaji. Sesudah beberapa
bulan, Direksi hanya berani "menaikkan" gaji saya dengan menambahkan
separoh dari selisih gaji Antan dengan gaji Karet).
Namun,
nampak-nampaknya setiap pemindahan, walaupun ada segi-segi promosinya
juga ada beberapa masalah yang dihadapi. Pertama jip mambo saya harus
saya serahkan ke KPB. Saya hanya punya sedan tua yang selalu
mogok-mogok, namun bisa dimanfaatkan.
Pada
tahun 1968 diadakan lagi reorganisasi, BPU dihilangkan dan dibentuk
Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) atas dasar regional, walaupun belum
sempurna 100% masih ada yang didominasi tanaman karet saja, kelapa sawit
saja dan lain-lain. PNP V didominasi oleh karet.
Selama
di KPB saya mendapat gaji sesuai peraturan gaji BPU Aneka Tanaman
sedangkan PNP V masih menggunakan penggajian Karet, yang ternyata lebih
rendah dan gaji di Aneka Tanaman, sehingga saya mengalami penurunan
penghasilan. Selain daripada itu di KPB saya telah jadi "houder"
kendaran jip, yang resminya merupakan kenderaan dinas, namun bisa
dimanfaatkan diluar dinas. Dengan pindahnya ke PNP V jip dengan
sendirinya dikembalikan, tinggallah Vauxhall tua saya yang mogok-mogok.
Dalam
keadaan mogok-mogok demikian, sempat juga saya gunakan ke Rumah Sakit
Petumbukan, dan diparkir di turunan. Penurunan fasilitas dan penghasilan
ini yang memukul, mengingat gaji yang sangat minim, namun karena ada
harapan untuk menjadi kepala bahagian maka saya menahankannya.
Saya
ditempatkan di Bahagian Pembiayaan, dan dicalonkan jadi bakal menjadi
kepala bahagian, apabila senior saya Pak Manik betul-betul pensiun. Ke
kantor saya harus jalan kaki, karena saya tidak punya sepeda.
Selanjutnya baru saya sadari gaji saya turun, karena sistem gaji Aneka
Tanaman lebih tinggi dari sistem karet yang digunakan di PNP V.
Saya
sudah mulai frustasi, namun ada lagi koneksi, ternyata atasan saya ;
Mas Syamsir Sastrowirono adalah teman isteri saya, dalam arti orang tua
mas Syamsir dan mertua saya sama-sama kerja di Kebun Pagar Jawa, dan
isteri saya pernah jadi kurir mas Syamsir menyampaikan surat pada
pacarnya.
Untuk jadi Kepala
Bahagian, pada dasarnya pengetahuan saya telah cukup untuk sekedar jadi
Kabag Pembiayaan. Namun pada saat yang sama, dengan munculnya Orde Baru
dan mulai menghapuskan go to hell with your aid dan diganti dengan politik
pintu terbuka, dengan retorik menerima bantuan (baca: pinjaman sebagai
hutang) dari luar negeri yang tidak mengikat.
Kredit
yang akan diberikan merupakan satu paket untuk PNP V dan PNP VII, calon
pemberi kredit adalah International Development Agency (IDA) suatu
lembaga di lingkungan Bank Dunia.
Proses
perundingan mulai diadakan, dimulai dari penerimaan advanced group,
dilanjutkan dengan mencari fakta-fakta mengenai besarnya kredit dan
study kelayakannya, sampai dengan penanda tangan persetujuan kredit.
Sebagai
tindak lanjut, PNP V harus menerima kehadiran konsultan, dan konsultan
PNP V terdiri dari pemilik lama, Rubber Cultuur Maatschappij Amsterdam
(RCMA), bahkan konsultan yang datang adalah orang-orang yang pernah jadi
pegawainya di Indanesia. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris,
dalam tahap awal sampai pada penandatangan kredit para konsultannya
terdiri dari berbagai bangsa, Inggeris, Sri Langka dan lain-lain.
Pada
perundingan awal, saya masih terlibat sebagai anggota counter part yang
dibentuk oleh perwakilan Departemen Perkebunan. (Pada tahun 1968,
sesudah peleburan BPU, inspektorat Antan dirobah jadi Perwakilan
Departemen Perkebunan. Dalam perundingan dengan IDA, masing-masing PNP V
dan PNP VII yang jadi penerima loan pertama membentuk team counterpart.
Counterpart PNP V dipimpin Ir Hasjrul Harahap, Direktur Produksi dan
counterpart PNP VII oleh LM. Siahaan, Direktur Komersil dan Umum.
Sedangkan counterpart yang dibentuk perwakilan membantu dua-duanya)
Sesudah
saya pindah ke PNP V, tahapnya sudah lanjut dan saya lebih banyak
terlibat dalam menghadapi konsultan RCMA, konsultan yang harus
dipekerjakan sesuai dengan perjanjian kredit, dan pilihan jatuh pada
RCMA, eks pemilik kebun-kebun PNP V.
Saya
sekarang merasa lucu, karena dalam feasibility study banyak digunakan
analisa keuangan dengan menggunakan net present value, Internal rate of
return, pay back period dan lain-lain, yang belum saya kenal di bangku
kuliah. Karena itu kembali lagi saya harus belajar. (Counterpart saya
dari team RCMA adalah Mr Smith, dan melalui dia saya memesan buku
financial management dari negeri Belanda).
Salah
satu sorotan Bank Dunia adalah kebobrokan reporting system PNP yang tidak
mengenal Anggaran Belanja sebagai acuan pekerjaan. Salah satu tugas
konsultan adalah merancang accounting system yang baru.
Sayangnya
pimpinan dari pusat melihat bahwa kurang tepat kalau masing-masing PNP
punya accouting system sendiri-sendiri. Saya dengan beberapa teman
memprakarsai penyusunan accounting system yang meliputi Sumatera Utara.
Namun, usaha ini masih ditengah jalan, kembali pimpinan di pusat melihat
kurang baik jadi harus satu untuk seluruh Indonesia, dan untuk itu
dengan biaya dari kredit Bank Dunia, ditanda tangani kontrak antara
Pemerintah dengan SyCip, Gores and Felayo (SGV), konsultan terkenal dari
Philipina untuk mendesign accounting system untuk perkebunan.
Kembali
lagi dibentuk team counterpart, untuk masing-masing PNP dan untuk
wilayah, dimana Sumatera Utara menjadi satu wilayah, dan secara periodik
diadakan pertemuan antar wilayah di Jakarta. SGV memperkenalkan sistem
digital dan mengatakan accounting system yang digunakan disesuaikan
dengan kemungkinan penggunaan komputer. Saya termasuk salah seorang yang
menentang komputerisasi itu, karena akan menghilangkan lapangan kerja,
dan ternyata saya salah. (Pada tahun tujuh puluhan, komputer masih
asing, kami diberi kesempatan melihat komputer Pertamina di Pangkalan
Berandan. Saya tidak tahu komputer itu generasi ke berapa, namun sangat
besar dan memenuhi satu ruangan besar. Dalam perjalanan sejarah,
ternyata komputer itu sendiri berkembang, dan sekarang telah merupakan
bahagian dari kehidupan. Ia justru memperluas lapangan kerja, apalagi
dengan adanya penggabungan komputer dengan telepon yang menghasilkan
internet dan e commerce).
Cara
bekerjanya konsultan adalah berdasarkan apa yang telah disepakati
bersama dalam perjanjian kredit. Pada dasarnya mereka "membantu" melihat
seberapa jauh pasal-pasal dan timing agreement itu telah dilaksanakan.
Bila ada kesulitan dalam melaksanakan dicari cara-cara penyelesaiannya
dan bila dapat dilaksanakan. Disamping itu, kerja konsultan tidaklah
bebas, mereka pada dasarnya adalah pegawai pemberi kredit, Bank Dunia
dan International Development Agency (IDA).
Secara
periodik WB/IDA mengirim team, dan team ini bisa secara merasa
konsultan tidak melaksanakan tugasnya dengan baik dan kontraknya
dibatalkan di tengah jalan. Inilah yang dialami RCMA dan digantikan
dengan konsultan lain. Sampai sekarang walaupun sebagai seorang amatir
dan terbatas sebagai operator, saya menikmati bergaul dengan komputer.
Orde baru membawa dampak reorganisasi perkebunan dengan pendekatan
peningkatan efisiensi dan produktivitas, Orde Baru juga mengadakan
perubahan dari menolak bantuan asing menjadi menerima bantuan asing
walaupun dengan embel-embel yang tidak mengikat.
Tahun
1968 itu juga ditandai dengan adanya proses pemberian kredit kepada
perkebunan, yang berarti adanya perjumpaan antara warga kebun dengan
petugas petugas pemberi kredit, yang pada waktu itu berasal dari Bank
Dunia dan lembaga-lembaganya seperti International Development
Association (IDA). Kedatangan petugas lembaga ini berlapis lapis, mulai
dari identifikasi, evaluasi, penanda tanganan persetujuan, penempatan
konsultan, dan lain lain.
Untuk
ini diperlukan sarjana ekonomi dan yang bisa berbahasa Inggeris. PNP V
terdiri beberapa kebun ex maskapai RCMA (Rubber Cultuur Maatschappij
Amsterdam).
RCMA merupakan perusahaan terkemuka dalam bidang karet,
sehingga ada kloon yang namanya kloon RCMA. Ada beberapa perusahaan besar
di Sumatera Timur sebelum ambil alih, seperti RCMA, HVA, CMO, Socfin,
Good Year, Uniroyal dan lain-lain. Masing-masing perusahaan ini
mempunyai "kebudayaan" sendiri dalam berbagai bidang manajemen
perkebunan, seperti tanaman, pengolahan, dan lain-lain dan masing-masing
pegawai merasa bangga atas kebudayaan masing-masing, sehingga ada
istilah sistem HVA, RCMA, Senembah, dan lain-lain.
Sei
Karang atau lengkapnya Soengei Karang Klein adalah pusat dan RCMA, Rubber
Cultuur Maatschappij Amsterdam. Seperti yang telah disinggung diatas,
setelah ambil alih, pada mulanya perusahaan ini masih berdiri sendiri,
namun kemudian mengalami beberapa kali reorganisasi, pernah di
reorganisasi berdasarkan budidaya dibawah pimpinan Badan Pimpinan Umum
(BPU), dikenal BPU Karet, BPU Serat, BPU Gula dan ada yang dinamakan BPU
Aneka Tanaman, yang sesuai dengan namanya terdiri dari berbagai
budidaya seperti kelapa sawit, teh dan lain lain.
Masing-masing BPU mempunyai unit produksi.
Organisasi
PNP V hampir seragam dengan PNP lainnya terdiri dari Pimpinan Pelaksana
yang yang dipimpin oleh Pimpinan Pelaksana Utama, dibantu oleh dua
orang pimpinan pelaksana, Pimpinan Pelaksana Produksi membawahi bidang
tanaman dan pengolahan, dan Pimpinan Pelaksana Umum dan Keuangan yang
membawahi bidang pembiayaan, personalia dan komersil, yang meliputi
pembelian dan penjualan.
Diatas
Pimpinan Pelaksana ada Board of Directors, dan "anehnya" Ketua Board of
Directors ini adalah juga Pimpinan Pelaksana Umum. Di Unit Produksi ada
sekian belas perkebunan dibawah pimpinan seorang Administratur dibantu
asisten kepala, pengolahan dibawah masinis kepala, sedang administrasi
keuangan dibawah seorang Kepala Tata Usaha.
Pada
waktu itu PNP V masih menganut system pembukuan central, kebun-kebun
hanya bertugas mengirim "dokumen-dokumen pembukuan" ke kantor pusat.
Falsafat yang dianut waktu itu laporan dibagi dalam dua golongan besar,
laporan produksi dan laporan keuangan. Pada dasarnya orang-orang
produksi tidak perlu tahu masalah keuangan. Dalam rangka politik
keterbukaan, Pemerintah mengundang masuknya modal asing.
Selama
masa Orde Lama, perusahaan negara pada dasarnya jadi sapi perahan untuk
menghasilkan devisa, kesehatan dan pertumbuhan perusahaan kurang
diperhatikan. Terjadilah apa yang diistilahkan waktu itu dengan capitaal
intenering, penghisapan modal, dalam arti peremajaan tidak dikerjakan,
pabrikpabrik tidak diperbaharui. PNP V merupakan salah satu perusahaan
negara bersama PNP VII yang dicalonkan sebagai penerima kredit dari Bank
Dunia dan badan International Development Agency (IDA).
Ada
anggapan umum selama dibawah orde lama perkebunan diperas, underinvest
sehingga potensi produksinya merosot. Karena itu disetujui perlunya
suntikan dana untuk meningkatkan produksi.
Disamping itu reporting systemnya sangat ketinggalan, belum dapat digunakan sebagai tools of management.
Untuk
menyongsong kedatangan Bank Dunia ini diperlukan adanya kepala
pembiyaan yang dapat jadi counterpart tim, demi tim yang akan datang
dalam negosiasi dan pelaksanaan persetujuan kredit. Beberapa bulan
sesudah berada di PNPV saya diangkat sebagai pejabat Kepala Bahagian
Pembiayaan, karna untuk diangkat sebagai kepala bahagian definitif harus
ada Surat keputusan dari Badan Khusus Urusan PNP ; badan yang bertugas
mengurus PNP dengan menteri Pertanian sebagai ketua dan Direktur
Jenderal Perkebunan sebagai wakil. Pada waktu mulai bertugas, saya
mendapati bahwa bahagian pembiayaan punya pegawai lebih dari seratus orang.
Saya mengetahui bahwa jumlah yang banyak itu adalah akibat dari
kebijaksanaan pimpinan RCMA yang menganggap pegawai Indonesia kurang
mampu dalam bidang administrasi pembukuan, sehingga lebih baik pekerjan
procesing data-data diadakan di kantor besar, sedangkan kantor-kantor
pembantu di kebun cukup untuk menyediakan data-data (row materials)
saja. Kemudian pada waktu itu accounting system yang ada tidak seragam,
karena masing-masing PPN dizaman BPU yang lalu punya accounting system
sendiri. Saya melihat hal ini sebagai sesuatu yang harus dibenahi. Untuk
itu saya berbicara dengan beberapa akuntan senior dan akhirnya saya
berhasil mengorganisasikan seminar untuk membahas hal itu. Ini merupakan
credit point bagi saya.
Dalam
perusahaan saya berhasil mengadakan beberapa perubahan. Tenaga bahagian
pembiayaan mulai didesentraliser ke kebun-kebun, saya ingin mematahkan
asumsi Belanda bahwa bangsa Indanesia kurang mampu dalam processing.
Diluar bidangnya saya juga melihat keadaan yang aneh, ada centeng yang
bertugas jaga malam disamping, anggota-anggota Pertahanan Sipil
(Hansip).
Saya mendapat
informasi bahwa centeng adalah organisasi lama, sedangkan Hansip adalah
organisasi baru dengan tugas yang hampir sama. Saya memberanikan
mengusulkan dileburnya centeng menjadi Hansip, dan pemakaian tenaga
dapat dihemat.
Usaha-usaha untuk
mengadakan unifikasi pembukuan sudah hampir rampung, namun BKU
menghentikannya, karena keseragaman ingin dicapai diseluruh PNP bukan
hanya di satu wilayah.
Sementara
itu loan agreement telah ditanda tangani, satu paket untuk PNP V dan
PNP VII. Dalam agreement itu ditentukan juga bahwa masing-masing PNP
harus mempekerjakan konsultan yang juga bertugas membenahi reporting
system. Pada waktu itu Direktur Utama minta nasehat Menteri Pertanian,
konsultan yang bagaimana yang sebaiknya digunakan PNP V, dan
dinasehatkan gunakanlah konsultan yang tidak rewel. Atas dasar itu PNP V
memilih ex RCMA sebagai konsultan, dengan anggapan karena bekas pemilik
tidak akan rewel.
Salah
seorang konsultan bertugas dalam bidang administrasi-keuangan, dimana
salah satu tugasnya adalah juga pembenahan reporting system. Dengan
demikian ada tiga konsep, konsep unifikasi daerah, konsep konsultan dan
konsep yang dibangun oleh konsultan yang disewa oleh BKU, meliputi
seluruh Indanesia. Sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh BKU,
Indanesia dibagi dalam dua wilayah, untuk singkatnya Wilayah Sumatera
dan Wilayah Jawa.
Di Sei Karang
inilah saya berhasil mempengaruhi Direktur Utama sehingga dibangun
lapangan golf. Saya mengatakan bahwa dalam umur yang meningkat, bermain
tennis tidak sesuai lagi, dan yang lebih sesuai adalah main golf.
Dibangunlah lapangan golf dan saya ditunjuk sebagai Ketuanya yang
pertama.
Pada waktu itu ada
beberapa PNP yang sudah atau sedang membangun lapangan golf, PNP IV, PNP
VI, PNP VII, PNP II dan PNP IX. Saya pernah jadi Ketua pada
Perkumpulan.
MASA KERJA DI PNP II / PNP SAWIT SEBERANG
(1973-1980)
Barangkali
sesuai dengan prestasi dalam bidang accounting, nama saya menjadi,
menonjol. Pada saat itu ada lowongan menjadi Direktur Komersil dan Umum
di PNP II/SWS.
Pada
tahun 1973 saya dipindahkan ke PNP II/SWS, dan bidang pekerjaan meluas
meliputi pembiayaan, komersil dan umum (general affairs) yang menyangkut
sumber daya manusia.
Bidang pembiayaan tidak banyak masalah, karena
merupakan perluasan dari tugas kepala bahagian, bidang komersil sudah
ada bibit-bibitnya selama bertugas di KPB, dan yang merupakan barang
baru adalah manajemen sumberdaya. manusia. Bidang sumber daya manusia
ini adalah sangat luas, mulai dari pencarian dan seleksi calon pegawai,
pembinaan pegawai selama dalam perusahaan, bahkan sampai pada tahap
purna sarjana.
Kembali saya
harus belajar, termasuk mempelajari peraturan-peraturan yang berhubungan
dengan tenaga kerja, mempelajari sistem pembinaannya, dan saya juga
harus belajar tentang rumah sakit. PNP II dan PNP SWS tadinya adalah
satu, namun dalam kepentingan pemberian kredit dari ADB, dipisah menjadi
dua PNP.
Kantor pusat PNP
II/SWS berkedudukan di Tanjung Morawa, bekas kantor besar Senembah
Maatschappij. Senembah Maatschappij ini tercatat dalam sejarah
perjuangan, karena ditempat ini pernah bermukim pejuang Tan Malaka, yang
dengan pimpinan Senembah Maatschpapij tersebut, Tan Malaka mengadakan
kerjasama mencoba menaikkan martabat karyawan melalui pendidikan.
Bagi
saya pribadi, Tanjung Morawa ini juga merupakan berkumpulnya beberapa
saat penting dalam sejarah hidup saya.
Seperti
yang telah disinggung dimuka, saya bersama isteri dan dua anak pernah
ditampung mertua yang bermukim di Tanjung Morawa sewaktu baru kembali
dari Yogyakarta, kemudian saya berkenalan dengan perkebunan melalui
pendidikan manajemen juga di Tanjung Morawa, bahkan saya dilantik jadi
Direktur juga di Tanjung Morawa ini.
Tahun 1962 saya sampai di Tanjung
Morawa sebagai sarjana baru yang belum punya apa-apa, tahun 1966 saya
muncul, walaupun dalam rangka mencari tambahan penghasilan, dan tahun
1973 diangkat jadi Direktur.
Bila
ada yang mengatakan live begins at fourty, maka saya dilantik pada saat
umurnya menjelang 40 tahun. Saya bertugas di Tanjung Morawa dari tahun
1973 sampai tahun 1980. Pimpinan Pelaksana pada waktu itu terdiri dari
Pimpinan Pelaksana Umum Lintong Maruli Siahaan, Pimpinan Pelaksana Produksi
Syarifuddin Siregar dan saya sebagai Pimpinan Pelaksana Komersil.
Pada tahun 1976 PNP II/SWS dilebur kembali menjadi PTP II, dan penyebutan jabatan berobah lagi menjadi Direktur Utama dan Direktur. Kedua anggota
direksi lainnya adalah mereka yang masih sempat jadi asisten dizaman
perusahaan masih ditangan Belanda, Siahaan berasal dari HVA sedangkan
Siregar berasal dari RCMA.
Saya menempatkan diri sebagai pelajar yang
menimba ilmu dari kedua kerabat kerja yang lain, memang pendidikan formal sayalah yang tertinggi namun pengalaman perkebunan sayalah yang paling minim.
Ada
suara-suara yang mengatakan bahwa untuk jadi anggota direksi perlu
modal, saya sama sekali tidak paham tentang itu karena dalam karier saya
belum pernah didatangi orang minta uang dan juga belum pernah membayar
suatu untuk jabatan yang manapun.
Di
Tanjung Morawa saya berkesempatan membantu perobahan dalam pendekatan
yang tadinya bertitik berat pada laporan produksi, sekarang ingin
dirobah menjadi seimbang antara pelaporan produksi dan pelaporan
keuangan.
Sistem ini dinamakan
system SGV, nama suatu konsultan terkemuka dari Philipina yang bernama
SyCip, Gores Velayo disingkat SGV. Mereka menyusun accounting
chart yang baru, dan ikut serta dalam pelatihan untuk Implementasinya.
Laporannya
sendiri dinamakan Laporan Manajemen, barangkali tepat juga untuk
membedakan dengan laporan produksi dan laporan keuangan yang lama. Pada
dasarnya dengan dokumen-dokumen pembukuan yang sama disusun tiga
lapisan-laporan, laporan yang disusun asisten di bidangnya masing-masing
kepada Administrateur sebagai laporan lapisan pertama, laporan
Administratur kepada direksi sebagai laporan lapis kedua, dan kompilasi
laporan administratur merupakan laporan direksi kepada pemegang saham
sebagai lapisan ketiga. Dengan laporan tiga lapis ini, informasi yang
kurang jelas atau perlu diperjelas di tingkat atas dapat dicari pada
lapisan dibawahnya.
Resistensi
terhadap system pelaporan ini cukup besar, namun dapat diadakan
pelatihan-pelatihan untuk merobah sikap dari para pelaksana. Manusia
pada dasarnya adalah resistence to change, karena change membawa
akibat-akibat yang terutama baru belajar kembali. Resistence itu
mendorong orang untuk mengadakan perlawanan terhadap sesuatu yang baru.
Hal ini harus disadari oleh setiap orang yang akan mengadakan
pembaharuan, dan tidak bisa lain setiap pembaharu harus punya kesabaran.
Accounting code yang disusun
sudah disesuaikan dengan kemungkinan komputerisasi. Sebenarnya
pelaksanaan komputerisasi itu punya peluang yang besar, apalagi dengan
kemajuan telekomunikasi, namun nampak-nampaknya pimpinan perkebunan
kurang bersemangat untuk melaksanakannya.
Sambil
belajar saya juga mengajukan ide-ide dan tidak jarang diterima. Ada
face baru yang lahir pada waktu yang bersamaan dengan waktu saya
dilantik jadi direksi, dimana dalam briefing yang diadakan oleh Dirjen
Perkebunan sesudah pelantikan, diperintahkan kepada beberapa PTP untuk
membantu pembangunan PNP I.
Uang
PTP adalah uang negara, jadi boleh digunakan dimana saja. Mengenai
dasar hukumnya nanti saja dibicarakan. Memang PNP I adalah PNP yang
sangat menderita, fasilitasnya banyak yang hancur di zaman Jepang dan
dimana pemberontakan DI/TII. Dengan tenaga sendiri ia tidak bisa bangkit,
karena itu PNP lain harus membantu, waktu itu yang terjun adalah PTP V
dan PNP VII.
Selain dari pada
itu mulai timbul ide baru dalam pengembangan perkebunan, dimana para
pekerja harus ditingkatkan dari kuli jadi pemilik. Sebagai perusahaan
perkebunan mempunyai beberapa faktor produksi menurut istilah lama atau
sumber daya menurut istilah baru. Sebagai perusahaan pertanian, sumber
daya utamanya adalah alam terutama tanah, sumber daya manusia dan sumber
daya modal dengan beberapa aspeknya.
Kita
mengetahui bahwa pionir perkebunan Nienhuys datang dari Jawa Timur ke
Sumatera Utara pada tahun 1863 karena di Jawa Timur ia mengalami
kesukaran untuk mencari tanah baru. Disini ada perpaduan antara berbagai
faktor alam seperti ketinggian, penyinaran matahari, pengairan dan
lain. Diyakini ada budidaya yang paling cocok untuk satu-satu daerah
sehingga digunakan istilah enviromax, environment maximum, atau agrimax,
maksimisasi hasil dari tanah.
Pada
awalnya produksi tembakau Sumatera Timur dapat pasaran yang sangat baik
sehingga Sumatera Timur diserbu para investor sampai ke Labuhan Batu.
Namun, ada proses selektif dan umumnya diyakini tanah yang cocok adalah
tanah antara Sungai Ular di Deli Serdang dan sungai Wampu di Langkat,
walaupun namanya tetap tembakau Deli. Tanah-tanah yang kurang cocok
untuk tembakau ditanami dengan budidaya lain seperti karet, kelapa
sawit, dan di daerah pegunungan Simalungun ditanami dengan teh.
Berbeda
dengan tembakau, budi daya lainnya ini memerlukan investasi yang lebih
besar di bidang pengolahan yang tertinggi diantaranya adalah kelapa
sawit. Bertahun-tahun lamanya kelapa sawit hanya diusahakan oleh
perkebunan besar, karena hambatan biaya investasi tinggi dibidang
pengolahan ini.
Sumber daya
manusia merupakan masalah besar pada awalnya, karena berbeda dengan di
pulau Jawa, adalah sukar untuk mendapatkan penduduk setempat sebagai
tenaga kerja disamping penduduknya juga tidak serapat di pulau Jawa.
Karena itu tenaga kerja didatangkan dari luar.
Mula-mula
tenaga kerja Cina yang didatangkan lewat Semenanjung Melayu. Namun
sesudah Semenanjung mengadakan pembangunan yang pesat. Pemerintah
Inggeris mempersulit pencarian tenaga kerja Cina ini karena mereka
sendiri memerlukannya, pengusaha Belanda mendatangkan tenaga kerja dari
Jawa.
Selama bertahun-tahun
kedudukan sosial ekonomi buruh ini adalah sangat rendah sehingga Bank
Dunia mulai mengkritik hal ini dan mereka mulai menganjurkan alternatif,
tanah-tanahnya petani miskin yang punya tanah merelakan tanahnya itu
untuk ditanami oleh perkebunan negara dengan kelapa sawit atau karet.
Biaya penanaman ini merupakan pinjaman petani dan diangsur dengan
pemotongan hasil penjualan produksi kebun yang telah menjadi miliknya.
Sistem inilah yang dinamakan dengan nucleus estate - small holders
relationship atau contract farming, yang menurut Bank Dunia telah
dilaksanakan dengan sukses di Afrika Sistem nucleus estate - small
holders ini diterjemahkan bahasa Indonesia menjadi perusahaan inti
rakyat perkebunan atau disingkat dengan nama PIRBUN.
PTP
II mencoba membina petani di daerah Langkat agar ikut serta dalam
proyek yang disponsori PTP II, dimana rakyat menyediakan tanah, Bank
Pemerintah menyediakan dana dimana PTP II jadi avalist, sekaligus
bertanggung jawab atas pembinaan kebunnya. Proyek ini dinamakan akan
proyek Harapan Tani (HARTA).
Saya
tidak sempat mengikuti perkembangan selanjutnya dari proyek ini, karena
pada tahun 1980 saya dipindahkan ke PNP VII dengan pangkat yang sama.
Pengalaman yang sangat berkesan dari PTP II ini adalah, kerja sama antar
direksi yang sangat baik sehingga manajemen dapat berjalan lancar dan
pembinaan SDM dapat lebih mudah.
Mungkin untuk menghindarkan kejenuhan,
sesudah tujuh tahun berada di Tanjung Morawa, walaupun tanpa perobahan
pangkat, tahun 1980 saya dipindahkan dari Tanjung Morawa ke Bah Jambi.