Wednesday, November 29, 2023

... Great Gatsby Van Batavia ... 

Dominique Willem Berretty (1891-1934) digambarkan oleh penulis memoarnya Gerard Termorshuizen dan Coen Van Veer dengan “Kematian diusia 43 tahun dalam kecelakaan pesawat di gurun pasir Rutbah, Suriah menjadi penyempurna kompleksitas kepribadiannya; dimana dalam kehidupan publik menunjukkan ambisi yang kejam sedang pada kehidupan pribadi bernuansa romantik”. 

Lahir di Yogyakarta, 20 November 1891 sebagai putra dari Léon Berretty seorang guru berkebangsaan Italia dan istrinya Maria Salem seorang Indo Jawa. Setelah menamatkan sekolah menengah di usia 16, Berretty pergi ke Batavia untuk bekerja di Posts Telegraafen Telefoon Dienst (PTT) yang dijalani selama 4 tahun. 

Tahun 1910 di usianya yang masih 20 tahun, Berretty melamar pekerjaan di Bataviaasch Nieuwsblad sebuah koran terkemuka di Hindia Belanda pada masa itu dan diterima sebagai korektor dan selanjutnya menjadi reporter. Setelah lima tahun bekerja di Bataviaasch Nieuwsblad, di tahun 1915 Berretty memutuskan pindah kerja ke Java Bode; sebuah koran konservatif, yang dijalaninya selama dua tahun. Pergaulannya yang sudah meluas membuka jalan baginya mendirikan sebuah perusahaan media sendiri. Awal April 1917 ia mendirikan Persen Knipsebureau (Biro Pers dan Kliping Koran) yang pada 23 April 1924, dijadikan perseroan terbatas dengan nama Algemeen Nieuws end Telegraaf Agentschap (yang kemudian dikenal sebagai: ANETA), sebuah perusahaan yang bergerak di keagenan berita dan telegraf, semacam kantor berita.

Dalam waktu yang singkat ; pada akhir 1920-an, Berretty telah menjadi salah seorang terkaya di Hindia-Belanda. Sebagai seorang pria yang membentuk dirinya sendiri, ia menunjukkan sedikit simpati kepada orang-orang Indo yang merasa dirugikan dan didiskriminasi.

 “Semua orang,” tulisnya kemudian, “putih atau coklat, memperoleh tempat yang dia inginkan, melalui sekolah atau melalui belajar mandiri. Ada orang bekerja dengan rajin, ada juga karena bakatnya” (Een Groots En Meeslepend Leven: hal. 133). Begitulah seterusnya, Berretty bagaikan “Randolph Hearst dari Hindia Belanda”; selalu berpihak pada kepentingan penguasa dan baron bisnis, memilih mitra yang setia sembari menyingkirkan lawan-lawan yang lemah. Ia adalah negosiator yang hebat, pembicara yang andal, dan tuan rumah yang murah hati. Ia memikat orang-orang dengan pesona, kemurahan hati, dan penampilannya yang glamour. Bisnis yang dijalankannya itu adalah memonopoli perputaran pers berita-berita yang beredar di Hindia Belanda. Berretty adalah sesosok pria flamboyan paling gesit berbisnis dan lincah dalam menaklukan wanita cantik. Dengan bermodal paras yang tampan dan ditambah timbunan uang yang tak terhitung, ia pun menjelma menjadi sosok Cassanova van Priangan.



Antara tahun 1912 – 1934, Berretty tercatat sudah enam kali menikah dan memiliki lima orang anak. Kesuksesan Berretty tidak luput dari pribadinya yang glamour dan sosialita. Ia adalah sebuah pribadi yang memukau sekaligus berantakan dan tidak terkendali. Bahkan kehidupan pribadinya tak pernah lepas dari sorotan public serta menjadi bahan gunjingan dan gosip dimana-mana. Tercatat Berretty pernah menikah enam kali. Namun salah satu gosip yang paling heboh dan sensasional pada zaman itu adalah ketika Berretty menjalin asmara dengan putri Gubernur Jenderal Jonkheer Mr. Bonifacius Cornelis de Jonge ( 12 September 1931-16 September 1936). 

Personalitas Berretty memang tidak perlu diragukan lagi, bahkan menjadi awal kesuksesannya. Keluwesannya bergaul membuat dirinya mampu mendapatkan kontrak spionase dengan Jepang. Konon nilai kontrak spionase ini sebesar 500 ribu Gulden. Hal ini membuat Gubernur Jenderal B.C De Jonge tidak senang dengan Berretty. Sialnya pada tahun 1934 atau lebih tepatnya pada perjamuan malam Natal, Berretty yang tampan, sukses mendapatkan perhatian Mieke De Jonge, anak perempuan B.C De Jonge. Sontak sang Gubernur Jenderal bukan lagi tidak suka namun murka, dengan pria paling terkenal di tahun 1930-an ini. 

Tentunya hubungan antara anak perempuan De Jonge menjadi keuntungan tersendiri bagi Berretty. Konon banyak rahasia Belanda yang bocor ke Jepang ketika Berrety dengan anak De Jonge sedang berduaan. Pada tahun 1934 pula ANETA mendapat pukulan telak dari dunia bisnis telekomunikasi yang berubah haluan dari telegaf ke telepon nirkabel. 

Kondisi ini membuat Berrety harus mencari investor baru dan ia pun pergi menuju Belanda. Desember 1934 setelah bertemu dengan para investor yang berniat membeli ANETA, Dominique pulang menggunakan pesawat DC 2 “UIVER” dalam sebuah penerbangan reguler Amsterdam – Batavia. Nahas The Great Gatsby dari Batavia tidak pernah kembali menginjakkan kakinya di Batavia. Sebab 20 Desember 1934 pesawat DC 2 “UIVER” jatuh di gurun pasir Rutbah di Suriah. 

Laporan resmi menyebutkan DC 2 “UIVER” jatuh karena tersambar petir. Namun desas-desus yang santer beredar menyebutkan bahkan pesawat malang tersebut ditembak. Konon Gubernur B.C De Jonge adalah otak di belakang jatuhnya pesawat Berrety. Ia sengaja berkonspirasi menghilangkan nyawa The Great Gatsby dari Batavia. Mengorbankan satu pesawat dengan empat buah awaknya, membuktikan bahwa Dominique Berretty adalah ancaman penting bagi Belanda saat itu. 


Roda nasib kemudian berputar terlalu cepat. Kehidupan mewah Sang Cassanova van Priangan pun tamat. Setelah kematian Berrety, Villa Isola itu dijual pada Hotel Homann. Ketika Jepang mendarat di Jawa pada 1942, Villa Isola kemudian berfungsi sebagai tempat tinggal dan markas Komandan Divisi Tentara Hindia Belanda. Tidak lama kemudian Villa Isola kembali beralih fungsi dan berpindah tangan. Kali ini adalah menjadi markas Kampetai sekaligus tempat tinggal Jenderal Immamura. Gedung indah dan megah yang anggun itu menjadi saksi bisu abadi sebuah episentrum sejarah penyerahan kedaulatan Belanda kepada Jepang. 


Setelah perang usai, pada 20 Oktober 1954 bangunan Villa Isola dibeli pemerintah Republik Indonesia seharga Rp1,5 juta dan diubah namanya menjadi Bumi Siliwangi  diresmikan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang saat itu dijabat Mr. Muhammad Yamin. Oleh Kementerian PP dan K, gedung Bumi Siliwangi ini kemudian difungsikan sebagai tempat perkuliahan dan perkantoran Perguruan Tinggi Pendidikan Guru yang kelak bernama IKIP, lalu kini berganti nama menjadi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). 

                       -------------------------------------------------