Pernah ada sebuah monumen air pancur didepan Kantor Pos Medan yang apabila diperhatikan, pada badan air pancur tersebut terdapat relief wajah seseorang. Relief tersebut adalah wajah Jacobus Nienhuys, sang pemula dan peretas jalan sekaligus pembentuk budaya perkebunan di Deli. Terlahir 15 Juli 1836 sebagai anak seorang makelar tembakau di Amsterdam Jacob memijakkan kakinya pertama kali di tanah Deli pada tanggal 5 Mei 1863, sembilan bulan sesudah penanda tanganan perjanjian antara Sultan Deli dengan Residen Elias Netscher.
Kerap terjadi salah tafsir terhadap Jacobus Nienhuys ; sebagai pribadi pionir Deli Planters dan tafsir lain yaitu sebagai pribadi penggagas Deli Maatschappij. Multi tafsir ini menimbulkan suatu situasi konotatif, padahal secara faktual kondisi awal keberadannya di Deli sangatlah berbeda.
Siapa Jacobus Nienhuys ?
Sekarang ini, mungkin tidak banyak yang mengenal nama Jacobus Nienhuys dan mungkin hanya tinggal di benak akademisi peneliti atau pemerhati sejarah berkaitan Tembakau Deli. Padahal peranan Jacobus Nienhuys sebagai pionir bisa menjadi sumber inspirasi bagaimana keberanian dan jiwa wirausaha menjadi awal mula lahirnya kebudayaan Tembakau di Sumatera dan menjadi inspirator pembangunan Medan sebagai kota modern.
Jan Willem berharap agar Jacobus dapat meruskan bisnis keluarga tetapi Jacobus berkeinginan untuk menjadi pekebun profesional ; dan melanjutkan pendidikan disebuah institut pertanian di Rhenen, Belanda. Selepas menamatkan pendidikannya Jacobus memilih pekerjaan disebuah perkebunan di Jerman dengan tujuan mengumpulkan biaya untuk merantau ke Jawa sebagai tanah impian tujuannya. Pada tahun 1860 akhirnya Jacobus Nienhuys tiba di Jawa diusia 24 tahun untuk bekerja sebagai asisten budidaya tembakau di kebun “Nicot” milik pemerintah di Ngladjoe, Rembang. Selanjutnya dengan tujuan lebih mendapatkan pengalaman, Nienhuys pindah kerja ke Kebun Singahan milik Firma Vincent Farensbach di Tuban.
Sementara itu ; pada 21 Sept 1861 Pieter Van den Arend mendirikan cabang Van den Arend Surabaya (konsorsium empat pedagang Rotterdam yang berminat memperoleh perkebunan tembakau di Jawa) serta menunjuk Van Leeuwen & Co sebagai agen produksinya.
Pada tanggal 27 September 1861 Nienhuys, diberi kuasa Pieter van den Arend untuk mencari perkebunan kecil seluas 75 sampai 150 hektar dalam suatu daerah yang mempunyai jalan masuk dengan mudah ke pelabuhan dan masih mempunyai daerah sisa bagi kemungkinan perluasan masa mendatang dan dengan penduduk yang mengerti penanaman tembakau. Perkebunan seperti itu ternyata sangat sukar ditemukan, dan sampai tahun 1862 Nienhuys hanya mampu membeli tembakau yang tidak signifikan kuantitasnya.
Ketika Van den Arend membutuhkan personil tetap sebagai pengelola sesuai spesifikasi dan sudah berpengalaman ; maka mereka menawarkan posisi tersebut dan diterima Nienhuys pada 10 Januari 1862.
Pada tahun berikutnya, atas desakan konsorsium itu Nienhuys menyewa perkebunan ’’Tempeh” dekat Lumajang di keresidenan Besuki di Jawa Timur. Tetapi setelah beberapa minggu, ia mengangkat seorang administrateur untuk perkebunan itu dan memutuskan untuk meneruskan kembali mencari lahan tembakau yang lebih baik.
Drama Dan Perjuangan Sebagai Deli Planters.
Suatu ketika sebuah perusahaan dagang Surabaya, Van Leeuwen & Co., yang merupakan sahabat dagang dari Van den Arend mengundang Nienhuys berdiskusi dengan Said Abdullah Ibnu Umar Bilsagih yang mengaku sebagai seorang berpengaruh di Kesultanan Deli. Said Abdullah menyampaikan suatu paparan tentang prospek tanaman tembakau yang sudah dibudidayakan masyarakat secara luas, ketersediaan tanah yang sangat subur dan kesempatan mendapatkan hak monopoli untuk hasil bumi dari Deli.
Atas presentasi tersebut; bersama-sama dengan perwakilan dari Van Leeuwen & Co., Nienhuys memutuskan untuk melakukan peninjauan langsung potensi yang dipresentasikan tersebut ke Deli dengan panduan Said Abdullah.
Pada 10 Mei 1863 kapal “Josephine” milik Van Leeuwen & Co berangkat meninggalkan Surabaya menuju Deli, biaya ekspedisi ini ditanggung oleh suatu asosiasi di Rotterdam yang dipimpin oleh Van Den Arend. Tujuan utama ekspedisi ke Deli adalah untuk menyelidiki kemungkinan eksplotasi budidaya tembakau di Deli serta prospek lain sebagai tindak lanjut informasi yang disampaikan oleh Said Abdullah.
Dalam perjalanannya, rombongan berkunjung ke Residen E.Netscher di Riau. Netscher adalah seorang pejabat yang mempunyai pengetahuan tentang Sumatra Timur sebagai hasil ekspedisinya pada bulan Agustus 1862 dan Maret 1863. Persinggahan yang kedua adalah di Singapura untuk membeli barang dagangan seperti candu dan tekstil, selain itu mereka juga membeli persediaan secukupnya dollar pilaar, mata uang yang digunakan di Sumatra Timur seperti yang disarankan Netscher. Persinggahan terakhir adalah di Bengkalis, Nienhuys dan rombongan mengunjungi Asisten Residen Arnoud pejabat yang bertanggung jawab atas pemerintahan Deli.
Rombongan tiba di Kuala Deli tanggal 7 Juli 1863 dan melakukan observasi lapangan dan melalui serangkaian pembicaraan dan perundingan.
Situasi di awal keberadaan Nienhuys di Tanah Deli merupakan tahun penuh drama dan perjuangan untuk dilalui. Bagi Nienhuys sendiri, ketabahannya tumbuh dari keyakinan terhadap kapabilitas Sultan sebagai seorang yang baik, hormat serta suka menolong. Selain itu Nienhhuys melihat Sultan mempunyai visi akan kemakmuran yang dapat diwujudkan melalui investasi asing ; dan untuk keyakinannya tersebut dirinya berjanji akan melindungi dan menjaga keselamatan serta kalau perlu membantu Nienhuys sendiri.
Cobaan pertama adalah kenyataan bahwa segala yang disampaikan Said Abdullah Ibnu Umar Bilsagih tidak terbukti. Dimulai dari pernyataan tembakau sudah dibudidayakan masyarakat luas di Buluh China pada kenyataannya kuantitas dan kualitas yang tersedia adalah jauh dari skala ekonomis sebagai komoditas dagang. Selanjutnya kesiapan Kesultanan Deli untuk menerima eksplotasi perusahaan perkebunan dengan memberikan hak konsesi ternyata terhambat dengan kontrak yang telah diteken oleh tuanku Sultan dengan pemerintah Hindia pada 22 Augustus 1862 berhubung dengan bunyinya pasal 7 yang menyatakan orang orang Eropah tidak boleh di biarkan berduduk diam ditanah Deli.
Untungnya Nienhuys mempunyai kemampuan berdiplomasi yang sangat baik ; berkebetulan kontrak tersebut belum ditanda tangani oleh Gubernur Jenderal. Mensikapi situasi tersebut maka diusahakan untuk mengadakan penyesuaian isi kontrak melalui Asisten Residen sehingga memungkinkan bagi Sultan Deli memberi konsesi kepada bangsa Eropah dan kepada orang Timur atau orang Barat Asing, dengan izin dari Residen Riau. Demikian juga untuk hak berdagang dan tinggal di Tanah Deli tanpa batas waktu dapat diberikan dengan izin dari Residen Riau.
Cobaan berikutnya adalah usaha penanaman tembakau ini pada awalnya gagal dan mengalami kerugian besar. Tim ekspedisi membuat laporan awal yang menyatakan bahwa Deli adalah dataran rendah yang berawa-rawa yang sebagian besar ditutupi hutan-hutan primer yang tidak dapat dijelajahi oleh manusia dan orang-orang pribumi yang tinggal di tepi sungai membiarkan hutan-hutannya didiami oleh monyet, badak, buaya, harimau, dan biantang buas lainnya serta penyakit malaria.” Mendapatkan laporan ini membuat Van Leeuwen & Co menarik diri dari usaha penanaman tembakau di Deli (Van Leeuwen & Co kembali berinvestasi ke Deli pada 1909 dengan membentuk perusahaan RCMA). Hampir seluruh anggota ekspedisi pulang ke Jawa kecuali Nienhuys yang masih yakin usahanya berhasil dan meneruskan usahanya dengan sokongan biaya dari Van Den Arend.
Nienhuys membuka lahan perkebunan pertamanya di Martubung mempekerjakan 88 kuli Cina dan 23 Melayu. Lahan tersebut sangat subur dan cocok untuk pertumbuhan tembakau. Kebun tersebut berada disepanjang sisi barat sungai Deli yang berhadapan dengan Kampong Besar di daerah Titi Papan. Lahan tersebut merupakan tanah berpasir halus dengan kesuburan tanah yang sangat tinggi sehingga tembakau yang dihasilkan pun berkualitas sangat tinggi meski tanpa pupuk.
Panen pertama yang menjadi contoh produksi tembakau Deli sampai ke Rotterdam pada Maret 1864. Sambutan yang didapat ternyata sangatlah memuaskan karena kualitas daun dan dan daya bakar dekblad yang baik. Keberhasilan ini mendorong Van Den Arend memerintahkan Nienhuys memperluas usahanya. Sultan Deli, yang mengerti bahwa kedatangan pemukim Eropa membawa kemakmuran memberikan support atas usaha ekspansi perusahaan perkebunan.
Di tahun 1865 dihasilkan 189 Bal (1 Bal = 70 Kg) dan dijual dengan harga 149 sen/pon. Pada tahun 1866 dihasilkan 159 Bal tembakau Deli terjual dengan harga tinggi di Rotterdam. Harga tinggi ini bertepatan dengan bertambahnya permintaan akan dekblad sebagai tembakau pembalut di pasaran cerutu Belanda. Terjadinya perubahan perilaku konsumen dari tembakau pipa ke cerutu, juga merubah sumber penghasil utamanya dari Cuba dan Jawa ke Tembakau Deli dari Sumatera.
Berbagai hambatan teknis yang berhasil dihadapi Nienhuys sepertinya tidak sama dengan permasalahan dibidang finansial. Walaupun harga penjualan favourable tetapi kuantitas produk terjual belum bisa menutup ongkos produksi, sehingga Van den Arend harus terus menginject modal kerja untuk kelangsungan operasional perusahaan. Sebagai contoh setelah pengiriman yang tiba di Maret 1864, Van den Arend menginject modal kerja sebesar NLG 5.000 sembari menekankan agar berkonsentrasi terhadap pengembangan proyek percontohan itu. Penekanan untuk berkonsentrasi penuh ini ditekankan, karena melakukan kegiatan sebagai merchant (rumah dagang) dengan melakukan jual beli komoditas maupun barang impor. Pada akhirnya situasi ini menimbulkan konflik internal yang berujung pada pengajuan pengunduran diri melalui suratnya tertanggal 15 November 1866. Nienhuys meminta supaya ia dibebaskan dari kedudukannya, dan sepucuk surat tertanggal 20 Januari 1867 dari Rotterdam memerintahkan Nienhuys supaya penyerahkan pengurusan perusahaan kepada W.P.H. de Munnick. Jacobus Nienhuys tiba di Belanda dalam keadaan fisik menderita pada bulan Agustus 1867.
Berdirinya Deli Maatschappij.
Jacobus Nienhuys yang dilatih di Rhenen memiliki product experience hasil keberadaan 4 tahun di Deli. Suatu keyakinan awal yang timbul ketika melihat tembakau lokal yang tumbuh berdaun sangat lebat menggambarkan prognosis terbaik dari introduksi benih Havana di Deli. Product experience merupakan intangible asset pribadi yang sangat besar bagi Nienhuys ketika dirinya berusaha mencari pemodal untuk melanjutkan usahanya dalam bisnis tembakau di Deli. Pedagang tembakau asal Amsterdam, G.C. Clemen, yang dihubungi oleh Nienhuys pada tahun 1867 ketika ia datang ke Belanda untuk mencari modal, sangat memahami pentingnya produk baru ini untuk menutupi kebutuhan pasar di Belanda. Didorong oleh keyakinannya terhadap produk baru tersebut, P.W. Janssen memutuskan untuk menyediakan sejumlah NLG 10.000 yang diperlukan untuk kelanjutan bisnis perkebunan Nienhuys.
Kapabilitas P.W. Janssen sebagai seorang pialang tembakau terpercaya, menerbitkan minat Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM/Factorij) menyetujui proposalnya mendirikan perusahaan perkebunan di Deli dengan NHM sebagai support systemnya. Kepercayaan diberikan kepada P. W. Janssen oleh manajemen NHM saat Nienhuys telah kembali ke Deli di akhir tahun 1867.
Pada Januari 1868 Nienhuys memperoleh konsesi di sepanjang Sungai Deli selama 99 tahun dan ketika produk yang ditanamnya pada tahun itu terjual dengan keuntungan yang besar, memuluskan proposal P.W. Janssen untuk menetapkan Janssen, Clemen dan Nienhuys menjadi pemilik separuh saham Perusahaan Deli yang akan didirikan. Pendirian Deli Maatschappij ditandatangani pada tanggal 28 Oktober 1869 yang membuat perusahaan baru tersebut memiliki sumber daya operasional yang luas. Tambahan modal dari NLG 300.000 menjadi NLG 500.000 diberikan dengan ketentuan bahwa seluruh aspek finansial dikelola oleh kantor pusat di Belanda.
Suatu kondisi ideal dari perjanjian adalah bahwa NHM tidak bertindak sebagai bankir tetapi hanya sebagai pemegang saham, sehingga surat wesel ditarik pada Perusahaan Deli sendiri dan produksi serta penjualan dilakukan tetap satu tangan.
Di tahun 1871 Jacobus Nienhuys kembali ke Belanda dengan alasan kesehatan untuk digantikan dengan J.T. Cramer. Pada tahun yang sama berdiri Deli Planters Vereeniging yang mengelola pengadaan tenaga kerja dari Cina. Keadaan Deli berubah pesat seiring dengan munculnya perusahaan dan perkebunan tembakau. Beberapa perusahaan muncul antara lain Deli Batavia Maatschappij di tahun 1875, Tabak Maatschappij Arendburg di tahun 1877 dan Senembah Maatschappij pada tahun 1889, dan banyak lagi perusahaan lain. Daerah Deli pun menjadi daerah yang sangat kaya bukan saja untuk orang Belanda tetapi juga untuk orang Cina, India, Arab, Melayu, Minangkabau, dan orang Batak, serta semua orang yang bermukim di Deli. Para Raja dan Sultan pun ikut meraup keuntungan. Istana-istana megah pun dibangun, mesjid dan taman didirikan, dan kota Medan pun menjadi salah satu kota termaju di Asia Timur.
Akhir yang Tragis …
Air pancur mewah dan megah yang diresmikan pada tahun 1913 dibongkar pada tahun 1958. Air pancur tersebut adalah bentuk penghormatan dan kekaguman terhadap Jacobus Nienhuys sang pionir inspiratif. Inspirator gigih yang harus meninggalkan Deli dengan tergesa-gesa untuk menghindari penyidikan terhadap tuduhan mencambuk tujuh kuli hingga tewas.
Akhirnya, Bapak Van den Brandhof membacakan salinan telegram yang dikirimkan kepada Jacobus Nienhyus berisi pemberitahuan peresmian monumen dan menyampaikan doa dan harapan terbaik untuknya.Deli Planters sangat menghormati Jacobus Nienhyus sang pionir inspiratif, dan 50 tahun kedatangannya ke Deli direncanakan akan diperingati secara megah. Untuk hal tersebut Deli Planters Vereeniging sebagai gabungan para pekebun di Deli membuat kepanitiaan dan memutuskan untuk membuat monumen tugu peringatan yang akan disumbangkan ke Kotamadya Medan.
Monumen berbentuk tugu tersebut diterangi cahaya empat buah lampu dengan semburan air pancur. Kesulitan dalam mendesain monumen ini adalah bahwa monumen ini harus sekaligus menjadi air pancur dan sumber cahaya untuk penerangan area yang cukup luas.
Kombinasi ini tidak mudah namun berhasil diwujudkan. Monumen ini memberikan kesan yang cukup besar namun tetap mempertahankan kelangsingan tertentu karena menopang 4 lampu busur yang memancarkan cahaya dalam lingkaran lebar. Daun tembakau berfungsi sebagai motif hiasan ditepi kolam berfungsi sebagai dasar monumen, dilengkapi dan dihiasi detail silhoute serta nama Nienhuys di badan tugu.
Pada 23 Mei 1913 Van Yzeren Hoofd Administrateur Deli Maatschappij meresmikan monumen Jacobus Nienhuys berbentuk air pancur yang terletak di depan kantor pos di antara Hotel de Boer dan Witte Sociëteit, dimana para pekebun datang untuk menyegarkan diri pada dihari libur. Monumen seharga NLG 12.500 didisain dan dibuat oleh perusahaan Braat di Delft.